penurunan nilai kerapatan biobriket jika pembuatan biobriket menggunakan campuran limbah padat organik rumah tangga dengan serbuk kayu sengon. Hal ini
diduga karena adanya pengaruh tekanan dan keseragaman serbuk dalam pembuatan biobriket ini. Semakin seragam atau homogen ukuran serbuk dalam
pembuatan briket maka akan menghasilkan kepadatan dan juga kerapatan yang tinggi Triono, 2006.
Nilai kerapatan biobriket pada penelitian kali ini yaitu sebesar 0.43-0.82 gcm³, hasil kerapatan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
kerapatan briket arang dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu pada penelitian Sani 2009 yaitu sebesar 0.40-0.53 gcm³. Keseragaman
bentuk dan ukuran serbuk pada penelitian ini yang lebih baik mengakibatkan nilai kerapatan briket yang dimiliki lebih tinggi dibanding nilai kerapatan pada
penelitian Sani. Nilai kerapatan biobriket pada penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kerapatan briket arang limbah organik perkotaan pada
penelitian Setyawan 2006 yaitu 0.32-0.71 gcm³. Bahan baku dan formulasi pada pembuatan briket arang limbah organik perkotaan cukup beragam dibandingkan
dengan penelitian ini sehingga pada penelitian Setyawan, tidak cukup homogen dalam ukuran arang. Ini yang mengakibatkan kerapatan briket arang limbah
organik perkotaan cukup rendah.
Hasil analisis sidik ragam terhadap kerapatan Lampiran 6 menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap kerapatan. Hal ini
terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5. Hasil uji lanjut duncan pada kerapatan Lampiran 6 memperlihatkan bahwa
biobriket berbeda nyata kecuali biobriket 2 dan biobriket 4 tidak berbeda nyata.
4.3 Kadar Abu
Kadar abu pada penelitian ini yang tersaji pada Gambar 28 menunjukkan bahwa kadar abu biobriket yang dihasilkan berkisar antara 3.14-19.46. Data
hasil pengujian kadar abu biobriket pada penelitian kali ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
Gambar 28 Grafik nilai kadar abu biobriket
5 10
15 20
25
Biobriket 1 Biobriket 2
Biobriket 3 Biobriket 4
Ka da
r abu
Nilai kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini paling tinggi terdapat pada biobriket 1 yaitu sebesar 19.46. Kadar abu yang tinggi yang dimiliki
biobriket 1 berkaitan dengan unsur silika, karena unsur silika merupakan unsur utama yang terdapat dalam abu. Silika dapat menurunkan nilai kalor bakar yang
dihasilkan, jadi dapat dikatakan kadar abu berkaitan langsung dengan nilai kalor suatu briket. Semakin tinggi kadar abu suatu briket maka akan semakin rendah
nilai kalor briket tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini, dimana biobriket 1 yang memiliki nilai kadar abu yang tinggi menyebabkan nilai kalor
nya paling rendah dibandingkan dengan biobriket lain. Sementara itu, nilai kadar abu yang paling rendah dimiliki oleh biobriket 2 menyebabkan nilai kalor
biobriket 2 paling tinggi dibandingkan dengan biobriket lain. Faktor jenis bahan baku juga sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu briket yang
dihasilkan.
Kadar abu pada penelitian kali ini yaitu sebesar 3.14-19.46, hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kadar abu briket arang
dari campuran kulit kacang, ranting sengon, dan sebetan bambu penelitian Sani 2009 yaitu sebesar 10.92-15.09. Hal ini berkaitan dengan kadar silikat yang
terkandung dalam briket, ini berarti kadar silikat dalam biobriket penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan briket arang penelitian Sani 2009. Selain
itu, jenis bahan baku dan kadar abu bahan baku dalam pembuatan briket juga berpengaruh pada tinggi rendah nya nilai kadar abu yang terkandung dalam briket.
Sementara itu nilai kadar abu pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kadar abu briket arang limbah organik perkotaan Setyawan 2006
yaitu sebesar 1.75-10.47. Kadar abu yang dihasilkan briket arang penelitian Setyawan 2006 lebih rendah dan lebih baik dibandingkan penelitian ini, hal
tersebut berkaitan terhadap bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan pastinya memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-
beda, sehingga ini mengakibatkan kadar abu briket yang dihasilkan juga berbeda Hendra dan Winarni, 2003.
Hasil analisis sidik ragam terhadap kadar abu Lampiran 8 menunjukkan bahwa ada pengaruh komposisi bahan baku biobriket terhadap kadar abu. Hal ini
terlihat dari nilai F hitung yang lebih besar daripada F tabel pada taraf nyata 5. Hasil uji lanjut duncan pada kadar abu Lampiran 8 memperlihatkan bahwa
semua biobriket berbeda nyata.
4.4 Nilai Kalor
Penetapan nilai kalor bertujuan untuk mengetahui nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan oleh suatu briket. Nilai kalor juga merupakan salah satu
sifat yang menentukan kualitas dari briket. Pada penelitian ini, nilai kalor biobriket yang dihasilkan berkisar antara 4216.75-5336.7 kalg seperti yang tersaji
pada Gambar 29. Data hasil pengujian nilai kalor biobriket pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.