sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar. Lama waktu biobriket 1 hingga habis terbakar yaitu selama 50 menit.
Uji bakar biobriket 2 memiliki hasil suhu bara yang berkisar antara 125- 56
0.2˚C seperti yang tersaji pada Gambar 2. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 2 yaitu sebesar 56
0.2˚C. Hasil suhu bawah panci berkisar antara 70.5- 257˚C. Suhu bawah panci biobriket 2 memiliki hal yang berbeda dibandingkan
dengan hasil uji biobriket lain yaitu suhu bawah panci yang tidak turun secara terus menerus tetapi di waktu tertentu suhu bawah panci menjadi naik. Suhu
bawah panci saat menit ke 30 yaitu sebesar 207.3˚C tetapi suhu menjadi naik saat menit ke 35 yaitu sebesar 252.9˚C. Hal tersebut diduga karena masih ada biobriket
yang belum terbakar secara sempurna, sehingga suhu bawah panci menjadi belum stabil dan menjadi lebih tinggi. Waktu yang diperlukan untuk biobriket 2 terbakar
hingga habis yaitu selama 85 menit.
Biobriket 3 memiliki suhu bara yang berkisar antara 126.2- 546.7˚C seperti
tersaji pada Gambar 3. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 3 yaitu sebesar 546.7˚C, suhu tersebut sudah tinggi dan baik untuk biobriket sebagai
bahan bakar. Sementara itu suhu bawah panci berkisar antara 71.7 – 336.8˚C,
dapat dilihat bahwa suhu bara dan suhu bawah panci memiliki tren sama yaitu suhu menurun sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar.
Lama waktu biobriket 3 hingga habis terbakar yaitu selama 60 menit.
Biobriket 4 memiliki suhu bara yang berkisar antara 109.5- 488.2˚C seperti
tersaji pada Gambar 4. Suhu bara maksimal yang dimiliki biobriket 4 yaitu sebesar 488.2˚C, suhu tersebut sudah tinggi dan baik untuk biobriket sebagai
bahan bakar. Sementara itu suhu bawah panci berkisar antara 82.5 – 378.2˚C,
dapat dilihat bahwa suhu bara dan suhu bawah panci memiliki tren sama yaitu suhu menurun sesuai dengan lamanya waktu biobriket hingga habis terbakar.
Lama waktu biobriket 4 hingga habis terbakar yaitu selama 55 menit.
4.7 Mutu Biobriket
Biobriket memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga untuk menjadikan biobriket sebagai bahan bakar yang baik perlu adanya
penetapan mutu biobriket pada penelitian ini. Mutu biobriket sebagai bahan bakar padat dapat diketahui dengan cara membandingkan dengan standar Indonesia
yaitu standar mutu briket arang kayu di Indonesia. Perbandingan nilai hasil penelitian dengan standar mutu briket arang kayu di Indonesia menurut SNI 01-
6235-2000 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan nilai biobriket hasil penelitian dengan SNI Parameter Uji
Hasil penelitian Nilai SNI
Kadar air 7.67-13.5
Maks 8 Kadar abu
3.14-19.46 Maks 8
Nilai kalor kalg 4216.75-5336.7
Min 5000 Standar mutu kadar air briket arang kayu seperti tersaji pada Tabel 9, dapat
dilihat bahwa maksimal nilai kadar air sebesar 8. Sementara itu nilai kadar air
biobriket pada penelitian ini yang tedapat pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-turut sebesar 13.5, 7.67, 8.46, dan
8.21. Biobriket 1, biobriket 3, dan biobriket 4 tidak memenuhi standar jika dibandingkan dengan standar mutu kadar air briket arang kayu di Indonesia,
karena nilai kadar air ketiga biobriket tersebut yang lebih besar dari 8. Hanya biobriket 2 yang memenuhi standar mutu kadar air briket arang kayu karena nilai
kadar air biobriket 2 yang lebih kecil dari 8.
Nilai standar mutu kadar abu briket arang kayu di Indonesia yaitu maksimal sebesar 8. Jika dibandingkan dengan nilai kadar abu yang dimiliki
biobriket pada penelitian ini yang terdapat pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut-turut sebesar 19.46, 3.14,
5.81, dan 8.56, maka hanya biobriket 2 dan biobriket 3 yang memenuhi standar kadar abu briket arang kayu. Karena nilai kadar abu biobriket 2 dan
biobriket 3 tidak lebih besar daripada 8.
Parameter lain yang juga penting dalam hal menentukan mutu suatu biobriket adalah nilai kalor. Standar mutu nilai kalor briket arang kayu seperti
tersaji pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai kalor standar yaitu sebesar minimal 5000kalg. Sementara itu nilai kalor biobriket pada penelitian ini yang tedapat
pada Tabel 2 yaitu biobriket 1, biobriket 2, biobriket 3, dan biobriket 4 berturut- turut sebesar 4216.75 kalg, 5336.7 kalg, 5274.5 kalg, dan 4768.73 kalg.
Berdasarkan standar mutu nilai kalor briket arang kayu, maka biobriket yang memenuhi standar nilai kalor tersebut hanya biobriket 2 dan biobriket 3. Biobriket
2 dan biobriket 3 memiliki nilai kalor lebih besar dari 5000 kalg, hal ini menandakan bahwa biobriket 2 dan biobriket 3 memiliki nilai kalor yang baik.
Selain itu, terdapat parameter lain yang dapat menentukan mutu biobriket yaitu berdasarkan Permen ESDM 2006, dimana dinyatakan total sulfur briket
bio-batubara yaitu maksimal 1. Jika dibandingkan dengan nilai sulfur yang dimiliki biobriket penelitian ini yang terdapat pada Tabel 3 yaitu biobriket 1,
biobriket 2, biobriket 3, biobriket 4 berturut-turut sebesar 0.4, 0.15, 0.21, dan 0.07, maka semua biobriket penelitian ini memenuhi standar kualitas total
sulfur briket bio-batubara. Hal ini menandakan biobriket pada penelitian ini baik sebagai bahan bakar dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan saat dibakar.
Berdasarkan standar mutu briket arang kayu di Indonesia, maka dapat dikatakan biobriket yang dihasilkan pada penelitian ini belum semuanya memiliki
mutu yang baik. Hanya biobriket 2 yang sudah memiliki mutu baik sesuai dengan standar mutu briket arang kayu di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa biobriket
limbah padat organik dapat dijadikan bahan bakar alternatif yang baik, walau tidak semua biobriket hasil penelitian ini sudah memenuhi standar mutu briket
yang ada di Indonesia.