43
Pada Tabel 10 nilai laju penyusutan luas sawah yang bertanda negatif menggambarkan adanya penyusutan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan.
Nilai yang bertanda positif menggambarkan adanya pencetakan sawah baru. Luas penyusutan lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir di Kabupaten Karawang
juga cukup besar, yaitu dengan total sekitar -7.05 persen atau sebesar 10 027 hektar. Artinya selama sepuluh tahun terakhir lahan sawah telah menyusut sebesar
7.05. Penurunan luas lahan dimulai pada tahun 2003 dimana lahan berkurang sebanyak 3 650 hektar dari 98 079 hektar menjadi 94 429 hektar. Pada tahun
tersebut luas sawah menyusut sebesar 3.72 persen, hal ini menandakan mulainya pembangunan di Kabupaten Karawang. Pada tahun 2004 lahan sawah sempat
bertambah 3 100 hektar atau meningkat sebesar 3.28 persen karena adanya pencetakan lahan sawah baru. Pencetakan sawah ini diakibatkan adanya
perubahan lahan kering ke lahan sawah di wilayah tersebut. Pertambahan luas lahan sawah oleh Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, dan Peternakan
Kabupaten Karawang dilakukan untuk mempertahankan kondisi Kabupaten Karawang sebagai lumbung padi nasional. Alih fungsi lahan yang terbesar yaitu
pada tahun 2006 dengan luas sebesar 2 726 hektar atau menyusut sebesar 2.81 persen. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak terkait BAPPEDA
menunjukkan bahwa telah terjadi perluasan dalam pengalokasian penggunaan lahan untuk infrastruktur dan industri dalam RTRW tahun 1999 dan RTRW tahun
2004. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan luas lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Karawang menjadi wilayah pemukiman, industrial, sarana dan
prasarana. Pada tahun 2007 dan 2010 lahan sawah meningkat masing-masing sebesar 0.08 dan 0.01 persen, tetapi peningkatan tersebut tidak dapat
mempertahankan kondisi pertanian di wilayah tersebut. Rata-rata laju penyusutan lahan selama sepuluh tahun terakhir yaitu -0.71 persen.
6.2 Analisis Kelembagaan Lahan di Kabupaten Karawang
Kelembagaan merupakan kendali yang dibuat oleh manusia untuk membentuk interaksi manusia. Kelembagaan yang ada biasanya terdiri dari
hukum formal baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, hukum informal, serta terdiri dari nilai-nilai yang ada dan diakui dalam masyarakat dalam bentuk
44
pengorganisasiannya. Kelembagaan yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa tingkatan, karena adanya sistem otonomi daerah. Berdasarkan UU no. 32 tahun
2004 mengenai otonomi daerah, pemerintah pusat memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya masing-masing.
Bappeda Provinsi Jawa Barat 2012 menjelaskan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2012 tentang pengembangan wilayah Jawa Barat
bagian utara. Jawa Barat bagian utara memiliki potensi yang sangat besar terutama dalam aktivitas industri, minyak dan gas, pertanian, pesisir dan kelautan
serta sumberdaya manusia, diarahkan untuk dikembangkan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam mengembangkan aktivitas ekonomi serta
menjaga kelestarian lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat bagian utara.
Salah satu daerah yang akan mengalami pengembangan wilayah di Jawa Barat bagian utara adalah Kabupaten Karawang. Pengembangan Kabupaten
Karawang merupakan perwujudan dari Rencana Struktur Ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang bedasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Karawang Nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang Tahun 2011-2031. Kabupaten Karawang secara geografis
sangat strategis karena lokasinya berdekatan dengan Ibukota Negara, yaitu DKI Jakarta. Posisi tersebut serta adanya sumber daya pendukung menjadikan
Kabupaten Karawang turut berkembang dengan cepat mengikuti pertumbuhan ibukota dan wilayah sekitarnya. Tumbuhnya Kabupaten Karawang secara umum
memberikan tekanan pada aspek lingkungan, kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Perkembangan yang sedang dan terus berlangsung ini
berpotensi menimbulkan ketidakteraturan, ketidaknyamanan dan bahkan dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Implikasi lainnya adalah terdapatnya
penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan kurang mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Hal tersebut diindikasikan
oleh berkurangnya kawasan yang berfungsi lindung, konversi lahan sawah dan munculnya kerusakan lingkungan. Untuk mencapai keterpaduan pembangunan
dan pengelolaan sumberdaya alam sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Karawang perlu menyusun peraturan daerah
45
tentang rencana tata ruang yang dapat menjadi acuanpegangan dalam pembangunan wilayah.
Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ruang yang optimal, efektif, dan efisien, serta serasi
dengan penataan ruang nasional, provinsi serta wilayah sekitarnya menuju kualitas kehidupan yang lebih baik dalam mewujudkan Kabupaten Karawang
sejahtera berbasis pertanian dan industri. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Karawang meliputi :
1 Mengembangkan kawasan serta pusat-pusat kegiatan yang terhirarkis dalam
rangka mendukung pengembangan pertanian dan industri. 2
Melestarikan lahan tanaman pangan yang mendukung pengelolaan pertanian lahan basah berkelanjutan.
3 Memantapkan pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan industri.
4 Mengembangkan sistem jaringan prasarana yang menghubungkan pusat-
pusat kegiatan yang ada serta mampu melayani keseluruhan wilayah. 5
Memantapkan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
6 Mengembangkan pola ruang wilayah yang mengarahkan distribusi
peruntukan ruang dalam wilayah berdasarkan kebutuhan ruang untuk fungsi lindung dan budidaya.
Untuk lebih menjabarkan kebijakan penataan ruang tersebut, maka dalam rangka mewujudkan tujuan penataan ruang di Kabupaten Karawang, strategi
penataan ruang Kabupaten Karawang dirumuskan sebagai berikut : 1
Strategi pengembangan kawasan perkotaan serta pusat-pusat kegiatan yang terhirarkis dalam rangka mendukung pengembangan pertanian dan industri
yang meliputi : a.
Mengembangkan kawasan perkotaan Cikampek meliputi Kecamatan Cikampek, Kotabaru, Purwasari, dan kawasan perkotaan Karawang
meliputi Kecamatan Karawang Barat, Karawang Timur, Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, dan Klari.
b. Mengembangkan Kecamatan Klari, Purwasari, Jatisari, Telukjambe
Barat, Telukjambe Timur, Kotabaru, Tirtamulya, Telagasari, Batujaya,
46
Pedes, Majalaya, Cilamaya Kulon, Tegalwaru, Pangkalan, dan Lemahabang yang memiliki potensi sebagai pusat pelayanan kawasan.
c. Mengembangkan Kecamatan Tempuran, Banyusari, Pakisjaya, Ciampel,
Cilebar, Rawamerta, Jayakerta dan Kutawaluya yang memiliki potensi sebagai pusat pelayanan lingkungan.
d. Mengembangkan pusat koleksi dan distribusi kegiatan pertanian lahan
basah, perkebunan, dan hortikultura di Kecamatan Rengasdengklok dan Cilamaya Wetan.
e. Mengembangkan pusat-pusat pengembangan industri di Kecamatan
Cikampek, Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Klari, dan Ciampel. 2
Strategi pelestarian lahan tanaman pangan yang mendukung pengelolaan pertanian lahan basah berkelanjutan meliputi :
a. Menetapkan kawasan yang secara eksisting didominasi oleh lahan
pertanian sebagai kawasan peruntukan pertanian. b.
Meminimalkan potensi alih fungsi lahan pertanian menjadi fungsi peruntukan dan penggunaan lahan lainnya.
c. Memperhatikan secara khusus kawasan pertanian yang mempunyai
desakan paling besar untuk terjadinya alih fungsi lahan akibat perkembangan kawasan perkotaan koridor Karawang
– Cikampek. d.
Memperhatikan secara khusus potensi alih fungsi lahan pertanian yang tinggi akibat pengembangan pelabuhan internasional Cilamaya.
3 Strategi pemantapan pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan industri
meliputi : a.
Mengarahkan pengembangan industri di Kecamatan Cikampek, Telukjambe Barat, Telukjambe Timur, Klari, Ciampel, Karawang Barat,
Karawang Timur, Pangkalan dan Rengasdengklok sebagai kawasan peruntukan industri.
b. Menangani secara khusus kawasan industri yang rawan terhadap potensi
banjir. c.
Mengembangkan penanganan khusus bagi industri-industri yang secara eksisting sudah berdiri di luar kawasan industri dan kawasan peruntukan
industri.
47
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Karawang berdasarkan pembahasan RTRW sebelumnya, akan merubah wilayah tersebut menjadi wilayah pemukiman,
jaringan prasarana dan industri. Wilayah tersebut dianggap strategis dalam distribusi karena berdekatan dengan pusat kota. Pemerintah Kabupaten Karawang
bekerjasama dengan perusahaan pemborong untuk mengupayakan wilayah yang sudah ditetapkan sebelumnya dapat dijadikan pemukiman dan industri. Pihak
pemborong menetapkan pembelian lahan dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya, pada studi kasus di Desa Tanjungpura Kecamatan Karawang Barat
harga yang ditetapkan adalah Rp 120.000 per meter². Harga tersebut ditetapkan dengan pertimbangan karena lahan-lahan tersebut memiliki lokasi yang dekat
jalan raya dan merupakan pusat pemerintahan sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain. Pemborong membeli
lahan dari petani dengan membuat SPH Surat Pelepasan Hak atau SJB Surat Jual Beli dari petani. Lahan yang telah dilepas haknya selanjutnya dibuatkan
sertifikat kepemilikan oleh pemborong. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya sengketa lahan pada masa yang akan datang.
Lahan yang telah dibeli oleh pemborong selanjutnya akan ditawarkan kepada investor. Berdasarkan tata cara tersebut lahan pertanian menjadi lahan
kering yang kosong atau tidak dibuat apapun, karena ada waktu dimana lahan telah dibeli oleh pemborong namun belum ada investor yang mau membuat
industri. Lahan tersebut digolongkan kepada lahan yang sementara tidak digunakan Temporary Fallow Land. Pada waktu tersebut petani diperbolehkan
untuk menggarap lahan menjadi sawah, dengan catatan lahan tersebut dapat kapanpun dialihfungsikan menjadi pemukiman atau industri.
6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Kabupaten