penelitian belum terorgasisasi dengan baik, hanya 23.96 persen petani yang tergabung dalam kelompok tani dan semua responden tidak ada yang menjadi
anggota koperasi, walaupun di Kecamatan Kapur IX sebagai lokasi penelitian memiliki koperasi khusus petani gambir. Kelompok tani yang ada pun
aktivitasnya terbatas pada kegiatan arisan, sosial kemasyarakatan dan gotong royong di lahan anggota secara bergiliran, sehingga keberadaan kelompok tani
menjadi tidak terberdayakan, petani tidak lebih dari individu bukan kesatuan individu pemasok bahan baku bagi pedagang.
6.3. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan penjabaran hasil analisis terhadap aspek produksi dan pemasaran komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti yang telah
diuraikan di atas, ada beberapa implikasi yang dapat dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan dan pihak terkait, yaitu sebagai berikut:
1. Mengingat input tetap luas lahan dalam pemanfaatannya sudah tidak efisien lagi, faktor-faktor yang menjadi determinan produksi dalam usahatani gambir
dan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan di masa depan, maka harus ada kebijakan yang bersifat pembatasan penambahan luas areal untuk
usahatani gambir. Upaya lain dengan menggunakan pendekatan intensifikasi usahatani dapat mengoptimalkan tingkat efisiensi alokasi dari penggunaan
lahan yang ada sekarang. Karena itu kebijakan penggunaan input yang berpengaruh secara nyata pada produksi seperti tenaga kerja, jumlah tanaman
gambir yang menghasilkan, umur tanaman dan penggunaan pestisida, harus dioptimalkan.
2. Pemakaian bibit yang seragam dari jenis unggul, disamping perbaikan teknologi terutama dalam pengolahan dan penanganan pascapanen yang lebih
efektif dan efisien perlu diupayakan dalam jangka panjang oleh pihak terkait. Sehingga bisa menjamin ketersediaan bibit jenis unggul yang mudah didapat
dan terjangkau oleh petani. Produk yang homogen dari segi mutu dan terstandar akan membuat pasar menjadi lebih bersaing sehingga manipulasi
kualitas gambir menjadi berkurang dan penyempurnaan informasi harga yang transparan dapat diwujudkan. Selain itu informasi mengenai karakteristik dan
mutu gambir yang dibutuhkan oleh konsumen akhir atau industri yang menggunakan gambir sebagai bahan baku harus dapat diusahakan sampai
dengan jelas dan diaplikasikan dengan baik sampai di tingkat petani produsen. 3. Perlunya peningkatan dalam sosialisasi dan penyuluhan dari dinas terkait
kepada petani mengenai intensifikasi dalam usahatani gambir dan penggunaan input dalam produksi, terutama pengaplikasian pupuk secara tepat untuk
pupuk buatan maupun pupuk organik, dan pestisida, sehingga kedua input ini bisa dialokasikan dengan optimal oleh petani guna meningkatkan keuntungan
dalam usahatani gambir. Pemerintah dan pihak terkait di daerah penelitian bisa memfasilitasi ketersediaan pupuk bagi petani produsen gambir melalui
perangkat nagari di setiap daerah sentra produksi. 4. Perlunya upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani guna mengantisipasi
tingginya fluktuasi harga gambir di tingkat petani. Pembinaan, penguatan dan pemberdayaan kelompok tani yang sudah ada yang diarahkan untuk
memperbaiki kinerja produksi dan pemasaran gambir agar lebih efisien. Sehingga selain membantu kelancaran kegiatan produksi dan distribusi yang
dihasilkan dan dibutuhkan anggotanya, kelompok tani ini juga hendaknya bisa diberdayakan untuk membangun kebersamaan yang solid guna meningkatkan
kesejahteraan petani yang menjadi anggotanya. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan pembentukan semacam lembaga, misalnya asosiasi petani
atau koperasi produsen yang memiliki jaringan kerjasama kelembagaan diseluruh daerah sentra produksi, supaya pasar gambir dapat terintegrasi
secara horizontal. Secara kelembagaan lembaga ini harus formal dan didukung oleh petani sehingga keberadaannya diakui oleh semua pihak yang
berkepentingan. Tantangan ini tentunya tidak mudah sehingga lembaga yang menghimpun produsenpetani tersebut tidak hanya difungsikan sebagai
pesaing bagi pedagang saja.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil pembahasan mengenai analisis produksi dan pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, dapat disimpulan
bahwa: 1. Faktor-faktor yang menjadi determinan produksi dalam usahatani gambir
perkebunan rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota yang berpengaruh secara nyata sebagai input adalah tenaga kerja, luas lahan, jumlah tanaman gambir
yang menghasilkan, umur tanaman dan penggunaan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Pengalaman petani dalam berusahatani
gambir, frekwensi panen dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat produksi secara nyata. Semua faktor tersebut berpengaruh positif terhadap tingkat
produksi, kecuali luas lahan dan pengalaman petani dalam berusahatani. Faktor lain yang berpengaruh secara tidak langsung pada tingkat produktivitas
lahan dalam usahatani gambir adalah jarak tanam dan cara penanaman. Faktor sosial ekonomi lain yang berpengaruh pada tingkat produksi gambir baik
secara langsung maupun tidak adalah usia petani, lama pendidikan dan teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan gambir.
2. Pengalokasian input tenaga kerja, pupuk kimia Urea dan pestisida belum efisien. Pemakaian ketiga input tersebut masih bisa ditingkatkan atau
ditambah penggunaannya guna memaksimalkan keuntungan dalam usahatani gambir, terutama pemakaian pupuk kimia dan pestisida yang jumlah
pengalokasiannya relatif masih sangat sedikit. Penyebab utamanya adalah