2.3. Penelitian Efisiensi Pemasaran pada Berbagai Usahatani Komoditas Pertanian
Tinambunan 2007, meneliti efisiensi pemasaran gambir di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, sedangkan Yuhono 2004, menganalisis
pemasaran gambir di Desa Manggilang, Kecamatan Pangkalan Kotobaru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Keduanya sama-sama
menggunakan pendekatan margin pemasaran dan farmer’s share sebagai alat analisis efisiensi pemasaran. Tinambunan menjelaskan bahwa margin pemasaran
yang terbentuk pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran tiga macam output gambir daunranting muda, bubur gambir dan gambir kering
sudah cukup seimbang dan efisien, sedangkan bagian harga yang diterima petani juga lebih dari 75 persen. Yuhono dengan menggunakan pendekatan yang sama,
menyebutkan bahwa saluran pemasaran gambir cukup pendek dan sederhana, yaitu dari petani ke pedagang pengumpul dan dari pedagang pengumpul ke
eksportir. Pendeknya rantai pemasaran membuat marjin pemasaran yang terjadi cukup seimbang dan cukup efisien. Keduanya lebih lanjut menyebutkan,
meskipun usahatani gambir sudah menguntungkan dan layak untuk diusahakan, serta saluran pemasaran gambir sudah efisien, akan tetapi semuanya belum tentu
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Harsoyo 1999, meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di
tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannya. Alat analisis yang digunakan adalah
elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran dan
farmer’s share. Ia menemukan bahwa pemasaran komoditas salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa
perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis
margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen.
Hukama 2003, Kurniawan 2003 dan Slameto 2003, menggunakan pendekatan yang lebih
menyeluruh jika dibandingkan dengan Harsoyo, Tinambunan dan Yuhono. Pendekatan SCP Structure-Conduct-Performance
digunakan dalam menganalisis efisiensi pemasaran. Hukama 2003, menganalisis pemasaran jambu mete dengan daerah sampel dua kecamatan di Kabupaten Buton
dan satu kecamatan di Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang
terbentuk dan perilaku pasar, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan keterpaduan pasar kacang mete. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah
pemasaran jambu mete belum efisien karena saluran pemasaran untuk gelondongan maupun kacang mete masih panjang dan melibatkan banyak pelaku
pemasaran. Struktur pasar mengarah ke oligopsoni, praktek pencampuran jenis mutu super dengan non super masih terjadi di pasar kacang mete. Keuntungan
pemasaran sebagian besar masih dinikmati oleh pedagang. Farmer’s share belum adil jika ditinjau dari aspek resiko karena resiko paling besar ditanggung petani.
Jika ditinjau dari hasil analisis keterpaduan pasar kacang mete, dominasi pedagang besar dalam menetapkan harga menempatkan petani sebagai penerima
harga.
Kurniawan 2003, yang meneliti kelembagaan pemasaran gaharu di Kalimantan Timur, menggunakan pendekatan SCP untuk menganalisis perilaku
usaha pengumpul dan pedagang gaharu. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik kelembagaan
pemasaran gaharu, dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kelembagaan yang
diterapkan dalam kelembagaan pemasaran gaharu adalah sistem patron-klien, struktur pasar gaharu baik di tingkat kelembagaan pengumpul desa, maupun
pedagang gaharu kota adalah oligopsoni. Hasil lain yang dikemukakan adalah tidak seluruh patron pedagang dapat mengambil keuntungan dalam pemasaran
gaharu. Perilaku patron cenderung eksploitatif kepada kliennya sehingga klien yang merasa dirugikan akan merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada
patron dimana perilaku ini menimbulkan moral hazard dalam kelembagaan gaharu.
Slameto 2003, menganalisis kinerja kelembagaan pemasaran kakao rakyat di Lampung dengan pendekatan SCP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
struktur pasar cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar cenderung terjadi transaksi pada pedagang yang sama. Harga ditentukan pedagang dan belum
dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Keragaan pasar kakao belum baik dimana hubungan antara pasar lokal petani dengan pasar acuan eksportir
kurang padu, sehingga harga yang terjadi tidak ditransmisikan secara sempurna ke petani dan saluran pemasaran yang efisien adalah petani - pedagang pengumpul
tingkat kecamatan - eksportir. Kesimpulan dari studi literatur menyangkut efisiensi produksi dan
pemasaran pada berbagai usahatani komoditas pertanian, terdapat dua penelitian
yang menggabungkan sekaligus analisis produksi dan pemasaran dalam satu penelitian, yaitu penelitian tentang komoditas salak pondoh yang dilakukan
Harsoyo 1999 dan kakao yang diteliti oleh Slameto 2003. Seperti halnya gambir, kedua komoditas tanaman perkebunan tahunan di atas juga didominasi
oleh perkebunan rakyat yang dalam proses produksi sampai pemasarannya dihadapkan pada situasi dan kondisi dimana struktur pasar dan mekanisme
pembentukan harga yang terjadi cenderung merugikan petani produsen. Karena itu penggabungan analisis kedua aspek produksi dan pemasaran dalam satu
kajian, bertujuan agar dapat memberikan alternatif solusi yang lebih menyeluruh menyangkut semua partisipan dalam pasar, mulai dari petani, lembaga pemasaran
terkait, sampai ke konsumen akhirnya.
III. KERANGKA PEMIKIRAN