Keterpaduan Pasar dan Elastisitas Transmisi Harga

atas menyebabkan saluran pemasaran III dan IV mempunyai nilai margin pemasaran yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan saluran lainnya yaitu sebesar Rp 8 999.67kg dan saluran IV marginnya sebesar Rp 10 499.67kg. Saluran pemasaran III dengan demikian bisa dikatakan relatif lebih efisien bagi petani jika dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya karena bagian harga yang diterima petani lebih tinggi dan bisa menjual dengan biaya pemasaran dan keuntungan yang diambil oleh pedagang dengan lebih rendah. Hanya saja tidak semua petani bisa memilih saluran pemasaran III dalam memasarkan hasil panennya, hanya 42.71 persen petani yang bisa menggunakan saluran ini dengan langsung melibatkan pedagang besar, kemudian ke pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat 75 persen. Beberapa penyebabnya adalah karena: 1 sebanyak 25 persen petani memiliki ikatan dengan pedagang sehingga harus menjual ke pedagang tersebut, 2 volume penjualan gambir yang ditransaksikan, semakin kecil volume maka petani cenderung menjual ke pedagang pengumpul, 3 kondisi geografis menyangkut jalan dan jarak yang tidak memungkinkan pedagang tertentu masuk ke suatu daerah, 4 adanya perjanjian wilayah operasional antarpedagang, serta 5 adanya perjanjian dan ikatan menyangkut modal, kerjasama dan hubungan baik antarpedagang. Kondisi di atas mencerminkan bahwa perilaku pasar juga menjadi faktor penekan posisi tawar petani ketika berhadapan dengan pedagang.

6.2.3.2. Keterpaduan Pasar dan Elastisitas Transmisi Harga

Integrasi atau keterpaduan pasar berguna untuk melihat keeratan hubungan pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan yang mempengaruhinya, yang dilihat berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau lebih. Model yang digunakan untuk menganalisis aspek keterpaduan pasar dalam penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986. Model didasarkan pada hubungan bedakala lag bersebaran autoregresive antara harga di tingkat petani dengan harga di pasar acuan yaitu harga ditingkat eksportir. Data yang digunakan untuk analisis integrasi dan elastisitas transmisi adalah data time series tahun 1994 – 2007. Uji statistik terhadap kesesuaian model diperoleh nilai F hitung sangat nyata pada taraf kepercayaan 99 persen α = 1 persen yang mengindikasikan bahwa model cukup baik karena variabel bebas dapat menjelaskan keragaman variabel terikat. Keragaman harga gambir di tingkat petani Pf t dapat dijelaskan oleh keragaman variabel bebas yang ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi sebesar 98.6 persen dan sisanya sebanyak 1.4 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. R 2 – adjusted sebesar 98.18 persen. Pengujian statistik dilanjutkan dengan uji-t pada masing-masing variabel independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau berpengaruh nyata terhadap harga gambir di tingkat petani. Hanya satu variabel yang signifikan pada taraf nyata pengujian α 1 persen, yaitu variabel Pf t-1 atau bedakala satu tahun harga gambir di tingkat petani. Variabel independen lainnya tidak berpengaruh nyata pada harga gambir di tingkat petani. Selisih harga gambir di tingkat eksportir DPe hanya berpengaruh jika tingkat signifikansi ditoleransi pada tingkat α 25 persen, sedangkan bedakala harga gambir di tingkat eksportir Pe t-1 hanya berpengaruh jika tingkat signifikansi ditoleransi pada tingkat α 45 persen. Berdasarkan informasi tersebut terlihat bahwa model autoregresive distributed lag antara harga gambir di tingkat petani dengan harga gambir di ditingkat eksportir dapat dipertanggungjawabkan dan tidak terjadi kesalahan spesifikasi. Model dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi keragaman harga gambir di tingkat petani. Tabel 17. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009 Variabel Bebas Parameter Dugaan P_value Significance Bedakala harga gambir di tingkat petani Pf t-1 0.92842 0.0001 Selisih harga gambir di tingkat eksportir DPe 0.06519 0.2204 Bedakala harga gambir di tingkat eksportir Pe t-1 0.06707 0.4150 F – hitung 235.31 0.0001 Koefisien determinasi R 2 0.9860 R 2 – adjusted 0.9818 IMC 13.851 Pf t = 0.928 Pf t-1 + 0.065 Pe t - Pe t-1 + 0.067 Pe t-1 .................23 Nilai koefisien sebesar 0.065 pada Persamaan 23 menunjukkan nilai b 2 yang merupakan nilai elastisitas transmisi harga yaitu seberapa jauh perubahan harga di tingkat eksportir di transmisikan ke tingkat petani. Semakin dekat nilai parameter b 2 dengan 1 maka akan semakin baik keterpaduan pasar. Nilai dugaan parameter b 2 dari hasil analisis di atas, berarti bahwa jika terjadi perubahan harga sebesar 10 satuan harga rupiah di tingkat eksportir, maka perubahan harga yang akan diteruskan sampai ke tingkat petani hanya sebesar 0.65 rupiah saja, cateris paribus. Hal ini mencerminkan tidak simetrisnya transmisi harga oleh pihak eksportir atau dengan perkataan lain, terjadinya perubahan harga di tingkat eksportir tidak ditransmisikan secara sempurna ke tingkat petani. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa kontribusi harga pada periode sebelumnya, baik di tingkat petani maupun di tingkat eksportir, terhadap harga yang berlaku sekarang di tingkat petani memiliki nilai kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode sebelumnya, berpengaruh lebih besar terhadap pembentukan harga di tingkat petani yang berlaku saat ini, dibandingkan dengan pengaruh harga di tingkat eksportir pada periode sebelumnya. Pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode sebelumnya terhadap pembentukan harga pasar di tingkat petani saat ini adalah sebesar 0.928. Sedangkan pengaruh perubahan harga yang berlaku di tingkat eksportir pada periode sebelumnya terhadap pembentukan harga di tingkat petani yang berlaku saat ini juga kurang dari satu, hanya saja pengaruhnya jauh lebih kecil, yaitu sebesar 0.067. Hal ini mengindikasikan bahwa ada stok tertentu yang disimpan di gudang oleh pedagang sampai pada tingkatan jumlah tertentu sebelum gambir dijual lagi ke pedagang yang berada di atasnya sesuai dengan besarnya kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Perbandingan antara koefisien pengaruh harga pasar lokal di tingkat petani dengan pengaruh harga pasar acuan di tingkat eksportir pada periode sebelumnya, akan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat keterpaduan antara kedua pasar yang dicerminkan oleh besarnya Index of Market Connection IMC. Nilai IMC yang semakin mendekati nol menunjukkan semakin baiknya integrasi pasar, atau dengan kata lain terjadi integrasi jangka panjang antarpasar lokal di tingkat petani dengan pasar acuan di tingkat eksportir. Hasil analisis memperlihatkan nilai IMC pasar komoditas gambir sangat tinggi yaitu 13.851, artinya pasar di tingkat petani dan eksportir belum terintegrasi dengan baik. Integrasi pasar yang terjadi lemah. Pasar dalam kondisi persaingan tidak sempurna dan sistem pemasaran gambir tidak efisien. Ini juga berarti dalam praktek penentuan harga komoditas gambir, perubahan harga hanya sedikit yang diteruskan oleh eksportir sampai ke tingkat petani. Perubahan harga pada tingkat eksportir tidak ditransmisikan secara sempurna pada petani. Koefisien korelasi harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen dapat juga dipakai untuk melihat tingkat persaingan dan integrasi antara dua tingkat pasar integrasi vertikal. Koefisien korelasi sebagai indikasi adanya integrasi pasar dapat dipakai sebagai ukuran struktur pasar yang efisien Rahim dan Retno, 2007. Tabel 18. Tingkat Hubungan Integrasi Pasar dalam Analisis Korelasi Nilai r Kriteria Hubungan Integrasi Pasar Tidak ada korelasi Tidak sempurna 0 – 0.5 Korelasi lemah Tidak sempurna 0.5 – 0.8 Korelasi sedang Tidak sempurna 0.8 – 0.9 Korelasi kuat Tidak sempurna 1 Korelasi sempurna Sempurna Sumber: Rahim dan Retno 2007 Integrasi pasar komoditas gambir berdasarkan analisis korelasi adalah tidak sempurna dengan kriteria hubungan berkorelasi sedang. Nilai korelasi antara harga gambir di tingkat petani Pf dengan harga di tingkat eksportir Pe dari data time series tahun 1994 - 2007 dengan Pearson correlation’s adalah 0.635 pada taraf nyata pengujian 5 persen P value 0.015. Implikasi lain dari besaran nilai IMC dan nilai korelasi adalah, faktor yang menjadi penentu bagi pembentukan harga gambir yang berlaku saat ini di tingkat petani adalah harga gambir yang berlaku pada periode sebelumnya pada tingkat petani. Kondisi ini sejalan dengan praktek pembentukan harga gambir di lokasi penelitian, dimana harga gambir saat ini biasanya mengacu pada harga gambir saat panen sebelumnya. Eksportir atau pedagang besar yang menentukan harga. Harga gambir relatif stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini salah satunya diduga karena eksportir sudah mengadakan perjanjiankontrak terlebih dahulu dengan pembeli atau importir di luar negeri, maka harga yang ditentukan eksportir cendrung mengacu pada harga gambir sebelumnya dan akan tetap selama jumlah kontrak belum terpenuhi. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dimana rantai pemasaran gambir dikuasai oleh sedikit pedagang besar akan memungkinkan terjadinya praktek kolusi dalam penentuan harga dalam transaksi jual beli gambir. Posisi tawar petani dalam pembentukan harga sangat lemah. Petani hanya bertindak sebagai penerima harga dari pedagang. Penyebab kondisi di atas adalah: 1 kondisi pasar gambir tidak bersaingan, struktur yang terbentuk di pasar gambir Lima Puluh Kota adalah pasar oligopsoni, dalam kondisi tersebut tidak akan ada harga terbaik bagi petani karena daya tawar petani sangat rendah dalam menghadapi pedagang, 2 kondisi fisik lokasi sentra produksi usahatani gambir yang banyak berada di daerah pedesaan yang relatif terpencil dan relatif terbatas infrastrukturnya sehingga terjadi kesenjangan informasi dan teknologi di tingkat petani, yang membuat eksportir bisa mengendalikan, menentukan dan menetapkan harga dalam transaksi jual beli gambir, 3 lokasi konsumen akhir berada sangat jauh dari sentra produksi, Pelabuhan Teluk Bayur sebagai pelabuhan bagi eksportir lokal yang merupakan pasar acuan dalam analisis ini juga relatif jauh dari sentra produksi gambir, dan 4 secara kelembagaan, petani di lokasi penelitian belum terorgasisasi dengan baik, hanya 23.96 persen petani yang tergabung dalam kelompok tani dan semua responden tidak ada yang menjadi anggota koperasi, walaupun di Kecamatan Kapur IX sebagai lokasi penelitian memiliki koperasi khusus petani gambir. Kelompok tani yang ada pun aktivitasnya terbatas pada kegiatan arisan, sosial kemasyarakatan dan gotong royong di lahan anggota secara bergiliran, sehingga keberadaan kelompok tani menjadi tidak terberdayakan, petani tidak lebih dari individu bukan kesatuan individu pemasok bahan baku bagi pedagang.

6.3. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan penjabaran hasil analisis terhadap aspek produksi dan pemasaran komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti yang telah diuraikan di atas, ada beberapa implikasi yang dapat dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan dan pihak terkait, yaitu sebagai berikut: 1. Mengingat input tetap luas lahan dalam pemanfaatannya sudah tidak efisien lagi, faktor-faktor yang menjadi determinan produksi dalam usahatani gambir dan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan di masa depan, maka harus ada kebijakan yang bersifat pembatasan penambahan luas areal untuk usahatani gambir. Upaya lain dengan menggunakan pendekatan intensifikasi usahatani dapat mengoptimalkan tingkat efisiensi alokasi dari penggunaan lahan yang ada sekarang. Karena itu kebijakan penggunaan input yang berpengaruh secara nyata pada produksi seperti tenaga kerja, jumlah tanaman gambir yang menghasilkan, umur tanaman dan penggunaan pestisida, harus dioptimalkan.