39
5.2 Karakteristik Responden
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi yang homogen, dimana sebagian besar anggota unit manajemen bermatapencaharian
sebagai petani. Penelitian ini melibatkan 90 responden petani sertifikasi terbagi dalam tiga unit manajemen hutan rakyat Kabupaten Wonogiri dan pada masing-masing unit
manajemen diambil 30 responden. Karakteristik responden yang menjadi sampel
dalam penelitian ini secara detail ditunjukkan pada Tabel 10.
Kabupaten Wonogiri merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 88,89. Petani
berjenis kelamin perempuan hanya membantu melakukan kegiatan pertanian yang ringan, misalnya membantu menanam padi, sedangkan aktivitas pertanian yang berat,
misalnya membajak sawah, membuka lahan, menanam pohon, dan mengangkut pohon yang dijual lebih dominan dilakukan oleh laki-laki. Responden petani berjenis
kelamin laki-laki menjadi dominan akibat dari peranan laki-laki sebagai kepala keluarga sehingga kepemilikan lahan hutan dan keterlibatan laki-laki dalam sektor
hutan rakyat lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dari 90 responden yang menjadi sampel, hanya empat orang atau 4,44 yang berjenis kelamin
perempuan, sedangkan sisanya didominasi oleh jenis kelamin laki-laki yakni sebesar 86 atau 95,56. Keempat orang responden perempuan ini merupakan pemilik lahan
hutan. Satu orang diantaranya berperan dalam pengelolaan hutan tetapi tidak intensif sedangkan tiga orang lainnya berperan dalam pengelolaan hutan dengan bantuan
buruh tani dan keluarga.
40
Tabel 10. Karakteristik Petani Hutan Sertifikasi
Karakteristik PPHR Catur
Giri Manunggal FKPS
Sumberejo FKPS
Selopuro Total
∑ ∑
∑ ∑
A. Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan Jumlah
27 3
30
90,00 10,00
100,00
29 1
30
96,67 3,33
100,00
30
30
100,00 00
0,00 100,00
86 4
90 95,56
4,44 100,00
B. Usia Tahun 1. 30
2. 30-39 3. 40-49
4. 50-59 5. 60-69
6. 70-79 7. 79
Jumlah
1 6
7 10
6
30
0,00 3,33
20,00 23,33
33,33 20,00
0,00 100,00
1 5
13 4
7
30
0,00 3,33
16,67 43,33
13,33 23,33
0,00 100,00
1 5
13 10
1
30
0,00 3,33
16,67 43,33
13,33 0,00
3,33 100,00
3 16
33 24
13
1 90
0,00 3,33
17,78 36,67
26,67 14,44
1,11 100,00
C. Pendidikan 1. Tidak sekolah atau tidak Lulus
2. SD 3. SMP
4. SMA 5. Sarjana
Jumlah
5 17
2 5
1
30
16,67 56,67
6,67 16,67
3,33 100,00
2 23
3 2
30
6,67 76,67
10,00 6,67
0,00 100,00
2 18
8 2
30
6,67 60,00
26,67 0,00
6,67 100,00
9 58
13 7
3
90 10,00
64,44 14,44
7,78 3,33
100,00 D. Jenis Pekerjaan
1. Tani 2. Guru
3. Perangkat desa 4. Lain-lain
Jumlah
25 2
3
30
83,33 0,00
6,67 10,00
100,00
29 1
30
96,67 00
0,00 3,33
0,00 100,00
26 2
2
30
86,67 6,67
0,00 6,67
100,00 80
2 3
5
90 88,89
7,78 3,33
5,55 100,00
E. Luas Lahan 1. 1 ha
2. 1-3 ha 3. 3 ha
Jumlah
20 9
1
30
66,67 30,00
3,33 100,00
14 13
3
30
46,67 43,33
10,00 100,00
19 11
30
63,33 36,67
0,00 100,00
53 33
4 90
58,89 36,67
4,44 100,00
F. Status Lahan 1. Letter C dan atau sertifikat tanah
2. Tidak ada Jumlah
30
30
100,00 0,00
100,00
30
30
100,00 0,00
100,00
30
30
100,00 0,00
100,00 90
90 100,00
0,00 100,00
G. Tanaman Kayu 1. Jati, mahoni
2. Jati, mahoni, akasia 3. Jati, mahoni, sengon
4. Jati, mahoni, sengon, akasia 5. Jenis lainnya
Jumlah
3 8
4 11
4
30
10,00 26,67
13,33 36,67
13,33
100,00
3 6
2 14
5
30
10,00 20,00
6,67 46,67
16,67 100,00
12 7
1 10
30 40,00
23,33 3,33
0,00 33,33
100,00 18
21
7 25
19 90
20,00 23,33
7,78 27,78
21,11 100,00
41 Karakteristik kepemilikan lahan di ketiga unit manajemen hutan rakyat
sertifikasi didominasi dengan lahan yang sudah memiliki kejelasan hak milik dengan luas di bawah satu hektar. Rata-rata kepemilikan lahan 0,91 ha orang untuk
responden FKPS Selopuro, 1,46 ha orang untuk responden FKPS Sumberejo, dan 0,88 ha orang untuk responden PPHR Catur Giri Manunggal. Sempitnya
kepemilikan lahan ini mengakibatkan para petani memaksimalkan lahannya untuk ditanami tanaman kayu dan palawija dengan jarak yang rapat. Sistem silvikultur yang
tepat, terutama jarak tanam, juga tidak diterapkan oleh petani hutan sertifikasi karena kondisi lahan yang sempit dan kontur tanah yang berbatu-batu. Kondisi kepemilikan
lahan yang kecil ini juga berakibat pada keharusan petani hutan untuk mengajukan sertifikasi secara kolektif karena ada persyaratan untuk minimum lahan untuk
pengajuan sertifikasi. Karakteristik komoditas tanaman didominasi oleh tanaman semusim
misalnya padi, singkong, jagung, dan kacang-kacangan. Disamping palawija, para petani hutan rakyat juga menanam tanaman kayu dengan tanaman dominan jati,
mahoni, sengon, akasia dengan persentase total sebesar 27,78. Jenis tanaman lain yang juga dibudidayakan di hutan rakyat adalah jabon, sonokeling, trembesi, johar,
dan kelapa tetapi tanaman yang ditanam di ketiga unit manajemen didominasi dengan tanaman jati dan mahoni yang memiliki nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan
jenis kayu lain. Preferensi petani hutan dalam pemilihan jenis tanaman kayu didasarkan pada daya jualnya yang tinggi. Hal ini terjadi karena masyarakat sangat
bergantung pada hasil hutan kayu untuk memenuhi kebutuhan mendesak mereka dan menganggap kayu sebagai tabungan yang bisa diuangkan saat ada kebutuhan.
42 Penanaman tanaman kayu di ketiga unit manajemen hutan rakyat dilakukan
dengan sistem tumpangsari dan sistem hutan rakyat khusus tanaman kayu. Lahan yang ditanami biasanya adalah lahan pekarangan dan ladang. Sistem tumpangsari
yang dilakukan oleh petani sertifikasi ini ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3.
Sumber: LSM Persepsi, 2006
Gambar 2. Sketsa Sistem Tumpangsari di Ladang
Pola penanaman kayu di lahan ladang sangat bervariasi. Berdasarkan
Gambar 2 , pola penanaman tanaman kayu di ladang ditanam dengan menggunakan
pola tumpangsari. Pada sistem tumpangsari ini tanaman kayu ditanam dengan tanaman pangan seperti singkong, kacang-kacangan, jagung, dan tanaman bawah
tegakan seperti empon-empon. Ada pula sistem tumpang sari yang menanam kayu di tepi lahan sebagai pembatas. Tetapi pola penanaman kayu di lahan ladang yang
paling dominan adalah penanaman kayu tanpa tanaman semusim. Berbeda dengan pola penanaman kayu di lahan ladang, pola penanaman kayu di lahan pekarangan
43 memiliki pola yang relatif sama antara petani satu dengan yang lainnya. Pola
penanaman di lahan pekarangan ditunjukkan pada Gambar 3.
S
umber: LSM Persepsi, 2006
Gambar 3. Sketsa Penanaman di Pekarangan Pada Gambar 3, penanaman tanaman kayu yang dilakukan di pekarangan
dilakukan di sepanjang batas tanah pekarangan sebagai pagar kedua disamping pagar utama yakni pagar rumah pagar bambu. Di samping menanam tanaman kayu, lahan
pekarangan juga dipergunakan untuk menanam tanaman pangan seperti singkong dan
penanaman tanaman bawah tegakan seperti empon-empon. Berdasarkan Gambar 2 dan 3, penting untuk diketahui bahwa tidak hanya hasil hutan kayu saja yang
berkontribusi dalam sistem hutan rakyat, tetapi juga keberadaan tanaman semusim. Kontribusi tanaman semusim dan tanaman kayu ini diperhitungkan dalam analisis
biaya dan manfaat untuk menganalisis dampak ekonomi secara kuantitatif.
44
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keragaan Kelembagaan Unit Manajemen Hutan Rakyat dalamSertifikasi