Penelitian Mengenai Sertifikasi PHBML dengan Skema Sertifikasi LEI

21 Tabel 4. Penelitian Mengenai Ekolabel No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Swallow dan Sedjo. Voluntary Eco-labeling and the Price Premium Untuk voluntary system, jika permintaan untuk kayu bersertifikat relatif kecil dibandingkan permintaan secara keseluruhan, jika biaya sertifikasi yang signifikan, dan jika jumlah permintaan baru diciptakan oleh sertifikasi adalah sederhana, maka pasar cenderung kurang menghasilkan harga premium untuk produk bersertifikat meskipun ada sejumlah besar dari konsumen yang bersedia untuk membayar dengan premium price. Selain itu, keberhasilan eko-label tergantung pada motivasi dari pemilik lahan hutan untuk mendukung atau menentang eko-labeling. 2 Hussain. Green Consumerism and Ecolabelling: A Strategic Behavioural Model Penelitian ini merepresentasikan sebuah model perilaku strategis dari interaksi antara dua agen, sebuah firma perusahaan, dan konsumen di bawah kondisi informasi tidak lengkap. Skema ekolabel dapat digunakan sebagai alat untuk ameliorasi inefisiensi dalam transfer informasi.

2.6.2 Penelitian Mengenai Sertifikasi PHBML dengan Skema Sertifikasi LEI

Penelitian mengenai sertifikasi PHBML LEI dapat ditemukan dalam Daniyati 2009 dan Rohman 2010. Hasil penelitian mengenai sertifikasi PHBML ini ditunjukkan dalam Tabel 5. Tabel 5. Penelitian Mengenai Sertifikasi PHBML dengan Skema Sertifikasi LEI No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Daniyati. Efektivitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan di Hutan Rakyat Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Walaupun terdapat kendala berupa tingginya biaya sertifikasi, secara keseluruhan, lebih dari 50,00 parameter keberhasilan sertifikasi telah tercapai. Meskipun parameter dari aspek ekonomi belum dapat tercapai. Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan antara hutan rakyat yang sudah tersertifikasi dan tidak ditinjau dari segi sosial dan ekonomi. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan hutan sertifikasi lebih baik dibandingkan dengan yang tidak, tetapi dari segi ekologi tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. 22 No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 2 Rohman. Kajian Dampak Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari PHBML terhadap Pengelolaan Hutan Rakyat Studi Kasus Pengelolaan Hutan Rakyat oleh Koperasi Wana Manunggal Lestari, Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Pemberian sertifikasi PHBML memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat sebesar 1,94, peningkatan kapasitas masyarakat sebesar 52,76, dan peningkatan tutupan hutan sebesar 3,38. Pemberian sertifikasi ini belum menguntungkan secara ekonomi, akan tetapi pemberian sertifikasi menguntungkan secara sosial dan lingkungan. 2.6.3 Penelitian Mengenai Kelembagaan Penelitian terdahulu mengenai kelembagaan dikemukakan oleh Hindra 2006 dan oleh Rubiyanto 2011. Hasil penelitian mengenai keragaan kelembagaan ini ditunjukkan dalam Tabel 6. Tabel 6. Penelitian Mengenai Kelembagaan No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Hindra. Potensi dan Kelembagaan Hutan Rakyat Hutan rakyat pada umumnya dilakukan secara perorangan pada lahan miliknya sehingga tidak mengelompok, tapi menyebar. Pengelolaan hutan yang dilakukan oleh kelompok tani ini juga masih sangat sederhana. Untuk menjamin kelestarian hasil hutan rakyat, perlu penguatan kelembagaan pengelolaan hutan rakyat. Sampai saat ini pemerintah masih memberikan peranan yang cukup tinggi terhadap hutan rakyat.Agar petani hutan rakyat tetap berkomitmen tinggi terhadap lingkungan dan hutan rakyat, petani harus didorong untuk mengikuti program sertifikasi. 2 Rubiyanto. Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi Proses pengambilan keputusan di Desa Buniwangi dilakukan berdasarkan musyawarah. Pemimpin ditetapkan berdasarkan keprofesionalan yang dimiliki pemimpin tersebut. Aturan yang dibuat oleh kelompok tani bersifat tegas. Kelembagaan tani disini masihtergolong non-formal. Kapasitas kelembagaan masih terbatas dalam penyelenggaraan penyuluhan dan penyediaan bibit dan pupuk. 23

2.6.4 Penelitian Mengenai Dampak Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan