31 sertifikasi. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan teknik
purposive sampling dengan total sampel 90 responden.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh pada penelitian ini diolah menggunakan analisis kelembagaan, analisis deskriptif kualitatif, dan analisis biaya dan manfaat.
Pengolahan dan analisis data dimulai dengan pengelompokkan data dan pembuatan tabel sesuai keperluan. Matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab
tujuan-tujuan dalam penelitian evaluasi penerapan ekolabel ini dapat dilihat pada
Tabel 8
.
Tabel 8. Matriks Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian
Sumber Data Metode Analisis Data
1 Identifikasi keragaan kelembagaan.
Wawancara mendalam
depth interview dengan key person dari
masing-masing unit manajemen hutan rakyat.
Analisis kelembagaan.
2 Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan sertifikasi PHBML.
Hasil kuesioner pada petani hutan yang
menjadi sampel
dalam penelitian.
Analisis deskriptif kualitatif.
3 Identifikasi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan
sertifikasi PHBML
.
Hasil kuesioner pada petani hutan yang
menjadi sampel
dalam penelitian
dan wawancara
mendalam dengan key person.
Analisis deskriptif kualitatif dan analisis biaya manfaat.
4.4.1 Keragaan Kelembagaan
Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi keragaan kelembagaan merupakan data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
key person dari masing-masing unit manajemen. Data ini diolah dengan menggunakan
32 analisis kelembagaan berdasarkan beberapa indikator keragaan kelembagaan yang
diperoleh dari studi literatur. Indikator-indikator yang digunakan adalah institusi; norma tingkah laku; peraturan dan penegakan aturan hukum; aturan dalam
masyarakat; kode etik; hak milik property rights atau tenureship; organisasi; dan
insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diinginkan.
4.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sertifikasi PHBML
Data yang
diperlukan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi penerapan sertifikasi PHBML adalah data primer yang diperoleh
melalui pengisian kuesioner pada petani hutan mengenai alasan keikutsertaan dalam program sertifikasi PHBML. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan
dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis data hanya dilakukan dengan analisis kualitatif dan tidak menggunakan analisis ekonometrika seperti
halnya analisis faktor-faktor pada umumnya karena identifikasi faktor dibatasi berdasarkan motivasi keikutsertaan petani dalam PHBML.
4.4.3 Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan dari Penerapan Sertifikasi PHBML
Data yang diperlukan untuk mengidentifikasi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mengenai dampak-dampak
yang dirasakan oleh petani setelah penerapan sertifikasi dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Data primer mengenai persepsi petani hutan mengenai kondisi aktual
dalam aspek dampak ekonomi kualitatif, sosial, dan lingkungan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan indikator
33 yang diperoleh dari penelitian terdahulu. Indikator dampak sosial, ekonomi, dan
lingkungan yang digunakan dalam kuesioner dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Indikator Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan
Dampak Sosial Dampak Ekonomi
Dampak Lingkungan
1. Klarifikasi hak milik lahan
dan solusi konflik. 2.
Partisipasi dan kesadaran komunitas
akan manfaat
pengelolaan hutan. 3.
Peningkatan kapasitas petani. 4.
Peningkatan peran serta dalam
pengelolaan hutan
lestari karena
adanya peningkatan pengetahuan.
5. Penguatan kelembagaan:
Pengembangan kelembagaan hutan rakyat dan ekonomi.
1. Premium price.
2. Penambahan volume penjualan.
3. Penetrasi ke pasar baru.
4. Eksistensi di pasar lama.
5. Posisi tawar petani hutan
rakyat. 6.
Peningkatan pendapatan petani. 7.
Memperpendek rantai distribusi.
1. Konservasi biodiversitas.
2. Fungsi ekologis hutan.
3. Sumber mata airDAS
fungsi hidrologis.
Sumber: Simula et al 2005 dan Daniyati 2009
Gambaran mengenai dampak ekonomi sertifikasi terhadap petani hutan dilakukan melalui analisis dengan menggunakan alat analisis biaya dan manfaat pada
salah satu unit manajemen hutan rakyat, yakni FKPS Selopuro. Analisis ini dilakukan untuk melihat seberapa besar biaya sertifikasi berdampak terhadap manfaat dan biaya
petani hutan rakyat dalam pengusahaan hutan rakyat. Analisis biaya dan manfaat ini dilakukan dengan menggunakan dua skenario, yakni tanpa biaya sertifikasi PHBML
dan dengan biaya sertifikasi. Skenario pertama adalah skenario yang terjadi pada kondisi saat ini dimana sertifikasi PHBML yang diperoleh unit manajemen hutan
rakyat tersertifikasi dilakukan atas bantuan dana dari lembaga donor sehingga tidak ada pembebanan biaya terkait sertifikasi. Skenario kedua adalah skenario yang
mungkin dihadapi oleh unit manajemen hutan rakyat jika unit manajemen harus
34 membayar sertifikasi dengan biaya sendiri. Aspek
premium price tidak dimasukkan ke dalam skenario karena pada kenyataannya
premium price ini sulit untuk diperoleh. Kedua skenario dihitung dalam periode 20 tahun dengan mempertimbangkan
umur ekonomis berdasarkan Annual Allowable Cut AAC dari tanaman jati dan
mahoni yang merupakan tanaman dominan. Tanaman jati dan mahoni ini akan ditebang habis pada akhir tahun ke-20. Pada saat penebangan akhir, harga kayu yang
digunakan adalah harga kayu jenis UD panjang dengan diameter 25-28, dimana harga jati Rp 800.000 pohon dan harga mahoni Rp 400.000 pohon. Harga pembelian kayu
oleh bakul di tingkat petani menggunakan harga per pohon borongan bukan menggunakan sistem kubikasi. Kubikasi memang dilakukan oleh bakul tetapi hal ini
digunakan sebagai taksiran bakul untuk memperkirakan harga jual kembali kepada pengepul.
Analisis biaya dan manfaat ini menggunakan tingkat suku bunga 5,75 yakni merupakan tingkat suku bunga deposito karena biaya pengelolaan hutan rakyat
diperoleh dari modal pribadi dan tidak meminjam kepada Bank. Biaya investasi yakni berupa lahan hutan rakyat tidak diperhitungkan dalam analisis dengan
mempertimbangkan lahan yang dikelola merupakan lahan warisan sehingga petani tidak melakukan pembelian lahan. Analisis ini juga dipertimbangkan dua jenis lahan
hutan rakyat, yakni lahan pekarangan dan ladang, dan dua pola penanaman yang dilakukan oleh petani hutan di lahan ladang, yakni pola kayu dan pola tumpangsari
antara tanaman pertanian dengan tanaman kayu sebagai tanaman tepi. Perbandingan penerapan pola kayu dengan pola tumpangsari diasumsikan sebesar 60 banding
40 dan perbandingan ini juga mempengaruhi perhitungan dalam analisis.
35
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1