17
Berdasarkan  Tabel  3  diketahui  bahwa  untuk  sertifikasi  secara voluntary  di
hutan  rakyat  total  biaya  yang  harus  dikeluarkan  berkisar  antara  Rp  180.000.000 sampai  Rp  200.000.000  dan  valid  untuk  jangka  waktu  15  tahun.  Untuk  sertifikasi
secara mandatory,  dalam  hal  ini  SVLK,  biaya  yang  dikeluarkan  berkisar  antara  Rp
105.000.000 sampai Rp 110.000.000 dan valid untuk jangka waktu 3 tahun. Implikasi pembebanan  biaya  sertifikasi,  baik  sertifikasi
voluntary  dan  mandatory,  akan digambarkan dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis biaya manfaat.
2.3.2  Pokok-Pokok Informasi dalam Produk dengan Ekolabel
Informasi  dalam  produk  dengan  ekolabel  yang  harus  diberikan  kepada konsumen  meliputi  penjelasan  mengenai  tata  cara  pengambilan  bahan  baku,
pengangkutan ke lokasi industri, proses dalam pabrik, pemakaian produk, dan proses pengolahan limbah secara keseluruhan harus ramah lingkungan atau tidak mencemari
lingkungan.  Berbeda  dengan  pelabelan  produk  lainnya,  umumnya  memberi keterangan  tentang  bahan  yang  dipakai
ingridients,  petunjuk  cara  pemakaiannya atau sifat produknya, misalnya sifat mudah melapuk
biodegradable atau aman bagi kesehatan  Arief,  2001.  Jika  yang  disertifikasi  adalah  hutan,  misalnya  suatu  hutan
rakyat sudah mendapatkan sertifikasi PHBML maka informasi sertifikasi ditampilkan dalam bentuk sertifikat.
2.3.3   Ekolabel Sektor Kehutanan sebagai Non-Tariff Barrier
Dalam  perdagangan  internasional,  penggunaan tariff  barrier  semakin
menurun, hal ini ditandai dengan semakin menurunnya tariff rates yang diberlakukan
dalam  perdagangan  antarnegara.  Meskipun  pada  beberapa  negara tariff  rates  masih
18 cukup  tinggi  tetapi
tariff  barrier  tidak  menjadi  fokus  utama  lagi.  Dilain  hal  terjadi peningkatan  penggunaan
non  tariff  barrier  dimana  pada  produk  kayu  dan  produk berbasis kayu diberlakukan adanya
phytosanitary, restriksi kuantitatif, dan sertifikasi. Persyaratan  sertifikasi  ekolabel  berpotensi  menjadi  hambatan  perdagangan  terutama
jika  masing-masing  negara  memberlakukan  spesifikasi  dan  standar  yang  berbeda- beda.  Pada  beberapa  bukti  mengkonfirmasi  bahwa  skema  sertifikasi  juga  digunakan
sebagai  alat  proteksi  perdagangan  pada  beberapa  negara  Alavi,  2007.  Disamping itu, menurut  Direktorat  Jenderal  Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian
2009,  adanya  tuntutan  sertifikasi  ekolabel  menjadi  hambatan  non  tarif  yang termasuk  dalam  permasalahan  utama  industri  furnitur.  Industri  furnitur  kayu
Indonesia  disinyalir  menggunakan  bahan  baku  ilegal  dengan  harga  relatif  murah sehingga  beberapa  negara  tujuan  ekspor  menuntut  adanya  sertifikasi  ekolabel  bagi
produk-produk furnitur Indonesia.
2.4 Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan