3 Tarif Upah Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat

2. Adanya penunaian kerja Penunaian kerja disini dimaksudkan adalah melakukan suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut telah diatur sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 3. Adanya upah Upah adalah hak pekerja yang diperoleh dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan yang diberikan oleh pemberi kerja yang dibayarkan berdasarkan perjanjian kerja yang telah disepakati. Perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan syarat yang telah disepakati maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Terdapat dua jenis perjanjian kerja yang memiliki syarat-syarat dan akibat hukum yang berbeda yaitu : a. Perjanjian kerja waktu tertentu PKWT b. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu PKWTT Perjanjian kerja waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu tertentu hanya dibuat untuk jenis sifat dan pekerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Pekerjaan yang menurut sifatnya sekali selesai atau sementara. b. Pekerjaan yang diperkirakan akan selesai dalam waktu tidak terlalu lama atau paling lama 3 tahun. c. Pekerjaan yang sifatnya musiman d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan. Perjanjian kerja yang tidak memenuhi perjanjian kerja diatas merupakan perjanjian kerja waktu tidak tertentu PKWTT Djumialdja 2008.

2.6. 3 Tarif Upah

Gaji atau Upah merupakan salah satu unsur yang penting untuk meningkatkan motivasi kerja seorang karyawan karena gajiupah merupakan alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan pegawai Hariandja 2007. Upah adalah suatu penerimaan yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan yang diberikan oleh pengusaha atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan dan dinyatakan dan dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu perjanjian kerja antar pengusaha dengan karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya Sumarsono 2003. Upah akhir berupa pembayaran gaji bulanan berdasarkan satuan waktu. Dengan demikian, pendapatan memiliki pengaruh terhadap seluruh upah yang akan diterima dan lama waktu pekerjaan. Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan oleh sistem. Pengupahan di Indonesia pada umumnya didasarkan pada tiga fungsi upah yaitu : terjaminnya kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja Sumarsono 2003. Penghasilan yang diterima seseorang karyawan atas pekerjaan yang telah dilakukan dan dapat digolongkan kedalam bentuk yaitu : upah atau gaji dalam bentuk uang, tunjangan dalam bentuk natura, fringe benefit dan kondisi lingkungan kerja. Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, maka diharapkan upah harus dapat mencukupi kebutuhan karyawan dan keluarganya. Insentif merupakan salah satu bentuk pemberian tambahan kepada pegawai apabila terdapat peningkatan produktivitas Sumarsono 2003.

2.6. 4 Hasil Penelitian

Fischer 2003 diacu dalam Hero 2012 mengatakan bahwa sejarah dan kehidupan manusia bukan didorong oleh kepentingan secara obyektif, kalkulasi rasional, norma sosial atau mempertahankan kekuasaan, melainkan oleh produksi ilmu pengetahuan dan interpretasinya secara kolektif dan penggunaannya untuk berbagai keperluan. Pengetahuan merupakan seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki oleh manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki sifat yang spontan dibandingkan ilmu pengetahuan karena sifat ilmu pengetahuan yang lebih sistematis. Pengetahuan memiliki arti lebih luas dibandingkan dengan ilmu pengetahuan karena pengetahuan mencakup semua aspek yang diketahui oleh manusia tanpa harus dibakukan secara sistematis terlebih dahulu. Pengetahuan mancakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu baik praktek maupun kemampuan teknis dalam memecahkan segala permasalahan hidup yang belum dibakukan secara sistematis Keraf Dua 2001. Ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang erat dengan adanya teknologi. Teknologi merupakan penerapan dari ilmu pengetahuan yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang dialami manusia. Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan berkembangnya permasalahan yang dialami oleh manusia dan seiring dengan berjalannya waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat mengakibatkan banyaknya inovasi-inovasi baru untuk menyelesaikan permasalahan sehingga dapat diperoleh hasil sesuai dengan apa yang telah diinginkan. Inovasi-inovasi yang muncul tidak semua memiliki hasil yang bersifat positif. Terkadang beberapa inovasi merupakan percobaan untuk mendapatkan inovasi yang terbaik yang dapat digunakan untuk pemecahan sesuai dengan permasalahan yang tepat Keraf Dua 2001. Fakultas Kehutanan IPB berhasil mempertahankan keberadaan HPGW dari tahun 1969 sampai tahun 2011 ini karena keberhasilan membangun diskursus dan narasi kebijakan HPGW yang didukung oleh kemampuan credibility ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh pelaku pengelola HPGW dari Fakultas Kehutanan IPB, jaringan kerjasama pelaku pengelola HPGW dari Fakultas Kehutanan IPB, dan kepentingan dan kekuasaan yang dimiliki oleh pelaku pengelola HPGW dari Fakultas Kehutanan IPB . Diskursusnarasi kebijakan pengelolaan HPGW dengan kemampuan pelaku ilmu pengetahuan, jaringan kerjasama, kepentingan, dan kekuasaan cenderung inovatif terhadap perubahan sesuai permasalahan pengelolaan HPGW Hero 2012. Perubahan penggunaan stimulansia yang ada di HPGW merupakan salah satu penerapan hasil penelitian. Hasil penelitian ini merupakan inovatif terhadap perubahan sesuai permasalahan dimana HPGW dituntut untuk dapat meningkatkan produktivitas sadapan getah pinus. Penggunaan Etrat 12-40 dibandingkan penggunaan stimulansia lain dinilai dapat meningkatkan produktivitas sadapan getah pinus dan memberikan dampak positif dan dalam aplikasi dilapangan cenderung lebih efisien dan getah yang dihasilkan lebih stabil Darmastuti 2011. BAB III METODE PENELITIAN

3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni tahun 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW Kecamatan Cibadak dan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

3. 2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk keperluan penelitian ini adalah alat tulis, kuisioner, kalkulator, papan jalan, panduan wawancara, alat perekam suara tape recorder, alat dokumentasi berupa camera digital, data demografimonografi desa, serta alat, bahan dan informasi lainnya yang mendukung dalam penelitian.

3. 3 Sasaran Penelitian

Sasaran atau objek dari penelitian ini adalah penyadap yang melakukan kegiatan penyadapan getah pinus secara aktif di Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW dan Badan Pengelola HPGW.

3. 4 Jenis Data

Terdapat dua jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, meliputi : 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber- sumber data penyadap dan Badan Pengelola HPGW, sebagai berikut: a. Data umum karakteristik responden : nama, umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, status dalam keluarga, mata pencaharian utama dan sampingan serta tingkat pendidikan. b. Data mengenai kegiatan yang dilakukan masyarakat desa hutan dalam pengelolaan hutan : kontrak kerja produksi. c. Data mengenai pengaruh adanya kontrak kerja terhadap peningkatan hasil sadapan getah pinus. d. Data persepsi penyadap berdasarkan perlakuan penyadapan. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pengelola HPGW dan data lain yang berhubungan dengan penelitian ini, meliputi : data produksi bulanan getah pinus pada bulan Maret 2009 sampai bulan Desember 2011.

3. 5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Teknik observasi Data dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai kegiatan di lapangan. 2. Teknik wawancara Data yang dikumpulkan melalui tanya jawab yang dilakukan langsung terhadap responden yang terlibat dalam kerjasama serta berbagai pihak yang terkait untuk melengkapi data dan informasi. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur kuisioner maupun tidak terstruktur. 3. Studi pustaka Data dikumpulkan melalui proses mencari, mencatat dan mempelajari study literatur serta pengumpulan data-data dari instansi terkait.

3. 6 Metode Pemilihan Responden

Pengambilan responden dilakukan secara sensus. Responden yang digunakan adalah penyadap getah pinus yang masih aktif dalam kegiatan penyadapan di HPGW. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 25 orang penyadap getah pinus.

3. 7 Pengolahan dan Analisis Data

1. Identifikasi Karakteristik Penyadap Getah Pinus Analisis dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif mengacu pada data primer di lapangan yang digunakan untuk mengetahui gambaran secara umum kegiatan pengelolaan di HPGW. Pengidentifikasian karakteristik penyadap getah pinus dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Adapun komponen-komponen yang akan disajikan untuk mengidentifikasi karakteristik responden, meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota inti, dan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. 2. Pengolahan Data Getah Pinus Pengolahan data dilakukan secara deskriptif. Penyajian data dilakukan dengan cara tabulasi dan grafik. Hasil sadapan dibuat berdasarkan kumulatif sadapan perbulan dan dipilah-pilah berdasarkan jangka waktu perlakuan penyadapan tertentu. Pengolahan data secara deskriptif digunakan untuk menjelaskan pengaruh perlakuan penyadapan terhadap hasil sadapan getah pinus. Perlakuan penyadapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Perlakuan motivasi kerja Perlakuan motivasi kerja ini dapat berupa memberikan motivasi kerja ataupun memberi semangat kerja kepada penyadap agar penyadap dapat bersemangat untuk menyadap getah dengan produksi yang lebih, tinggi sehingga pendapatan penyadap juga akan meningkat. Pemberian motivasi kerja dapat dilakukan dengan bertemu secara langsung dilapangan, kunjungan ke rumah- rumah penyadap maupun diadakannya rapat tahunan serta perubahan sistem pembayaran upah sadap yang semula mingguan menjadi harian. b. Perlakuan kontrak kerja Perlakuan kontrak kerja dilakukan dengan membuat kontrak kerjaperjanjian kerja produksi dengan penyadap. Kontrak ini berisi mengenai ketersedian penyadap untuk menyadap di HPGW dan mengikuti peraturan yang telah ditentukan. Diharapkan dengan adanya kontrak ini, penyadap dapat lebih giat dalam menyadap sehingga dapat meningkatkan penyadapan. c. Perlakuan tarif upah Perlakuan tarif upah berupa perlakuan dengan cara memberikan upah kerjatarif upah yang relatif lebih tinggi ataupun memberikan tambahan upah insentif apabila penyadap dapat menyadap melebihi target produksi. d. Perlakuan hasil penelitian atau ilmu pengetahuan Perlakuan terhadap hasil penelitian ini merupakan penerapan atas penemuan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh HPGW. Salah satu hasil penelitian yang telah diterapkan adalah dengan mengganti stimulansia pada getah pinus dari stimulansia cairan asam sulfat CAS menjadi stimulansia organik etrat atau etilen sitrat. Selaian itu dilakukan perbandingan pemberian perlakuan penyadapan getah pinus di HPGW dengan Perum Pehutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Sukabumi. BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat

Data Badan Pengelola HPGW tahun 2012 menunjukkan bahwa kawasan HPGW sudah mulai ditanami pohon damar Agathis loranthifolia pada tahun 1951. Hutan yang ditanam pada tahun 19511952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar base camp. Institut Pertanian Bogor IPB melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian pada tahun 1967 untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan. Tahun 1968 Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB untuk digunakan seperlunya bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB. Kemudian tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041IV69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB. Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No. 008KptsDJI73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW pada tahun 1973 diterbitkan. Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53. Tahun 1980 seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman, yaitu damar Agathis lorantifolia, pinus Pinus merkusii, puspa Schima wallichii, kayu afrika Maesopsis eminii, mahoni Swietenia macrophylla, rasamala Altingia excelsa, sonokeling Dalbergia latifolia, gamal Gliricidae sp, sengon Paraserianthes falcataria, meranti Shorea sp, dan akasia Acacia mangium. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687Kpts-II1992 tentang penunjukan komplek hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan, pengelolaan kawasan hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan KehutananBalai Latihan Kehutanan BLK Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993. Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK Menhut No. 188Menhut-II2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus KHDTK dan pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan.

4.2 Letak dan Posisi Geografis