Latar Belakang Linkage Analysis Between Distribution Of Farmland Tenure And Rural Farmers’ Income (Case Study Of North Aceh District, Aceh Province).

Menurut Wiradi dan Makali 1984 terdapat 2 kelompokpakarpeneliti yang berbeda pendapat tentang struktur penguasaan tanah di pedesaan.Kelomok pertama, yaitu Geertz, Hayami dan Kikuchi berpendapat bahwa di masyarakatpedesaan di Jawa tidak terkutub menjadi petani luas tuan tanah dan petani gurem hambatani, namun lebih merupakan stratifikasi yang meningkat. Kelompok lain adalah Sayogyo,Collier, Lyon dan Kano yang berpendapat bahwa pengutuban masyarakat desa dalam halpenguasaan tanah memang sedang terjadi. Dinamika struktur penguasaan tanah 1983-1993memperkuat pendapat kelompok kedua Sumaryanto dan Rusastra2000, Rusastra dan Sudaryanto1997. Hasil penelitian SDP di 15 desa menunjukkan bahwa apabila distribusi pendapatandikaitkan dengan strata luas pemilikan tanah, masih jelas nampak bahwa makin besar luastanah milik makin besar pula pendapatan rata-rata rumah tangga. Wiradi 2009melihat hubungan antara Gini ratio pendapatan dan luas penguasaan lahan. Dari penelitian diperoleh hubungan yang erat antara distribusi pengusaan lahan dengan distribusi pendapatan petani. Studi distribusi lahan setelah stunami di Aceh dan Nias oleh Budidarsono et. all. 2007 memperlihatkan Gini ratio penggunaan lahan di Aceh Barat 0.48 dan Pidie 0.54. Gini ratio Aceh Barat 0.48 memperlihatkan adanya ketimpangan sedang dalam penggunaan lahan di Aceh Barat dan Gini ratio 0.54 di Pidie ketimpangannyatinggi. Berdasarkan kepada hasil perhitungan Gini ratio pendapatan oleh Badan Pusat Stastistik dari tahun 2002 – 2010 di Provinsi Aceh dapat dilihat dari Gambar 1 seperti yang terlihat dengan angka rata-rata Gini ratio 0.28. Atas dasar angka rata-rata Gini ratio 0.28 dapat dikatakan Propinsi Aceh memiliki tingkat ketimpangan pendapatan yang rendah dengan angka kemiskinan yang tinggi artinya merata miskin. Berdasarkan gambar 1 angka Gini ratio pendapatan Kabupaten Aceh Utara juga memiliki kecenderungan yang sama seperti yang terdapat di Propinsi Aceh. Gambar 1 Gini ratio pendapatan Provinsi Aceh tahun 2002 – 2010 Dari Gambar 2 dapat dilihat porsentase penduduk miskin di Kabupaten Aceh Utara masih cukup tinggi. Daerah yang makmur dengan sumber daya alam melimpah, daratmaupun lautan, menyimpan kantong besarkemiskinan. Bila kita lihat angka kemiskinan pedesaan lebih tinggidibandingkan di wilayah perkotaan. 0,25 0,28 0,28 0,31 0,27 0,27 0,29 0,3 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 2002 2003 2004 2006 2007 2008 2009 2010 A n g ka I n d e ks Gi n i R a ti o Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa kantong-kantongkemiskinan di Kabupaten Aceh Utara berada di daerah pedesaan yang merupakan bagianterbesar 80 dari wilayah Kabupaten Aceh Utara.Meskipun hingga tahun 2010 angka kemiskinan di perdesaan Kabupaten Aceh Utara masih berkisar pada angka20, namun terlihat adanya kecenderungan menurun antara 1 hingga 1,5 setiaptahun. Gambar 2 Angka kemiskinandi Propinsi Aceh tahun 2004 sampai dengan tahun 2011 Suatu keluarga atau rumahtangga tani yang memiliki dan menguasai lahan yang cukup luas mestinya akan memperoleh pendapatan yang lebih baik untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan dasar rumahtangganya secara memadai, tapi di kabupaten Aceh Utara dilihat dari Gambar 3 menunjukan bahwa luas lahan sawah terus bertambah dari tahun ke tahun, sebaliknya persentase angka kemiskinan sangat tinggi di perdesaan yang dapat dilihat pada Gambar 2. Penelitian ini mencoba melihat keterkaitan penguasaan lahan dengan distribusi pendapatan serta pengaruhnya terhadapa tingkat kemiskinan di Aceh Utara. Gambar 3 Luas lahan persawahan Kabupaten Aceh Utara tahun2006 dan 2010 32,6 32,6 31,6 29,9 26,3 25,3 23,5 21,8 17,6 19 19 18,7 16,6 15,4 14,7 13,7 39 35,9 35 33,2 27,6 25,3 23,4 28,4 28,7 28,3 26,7 23,5 21,8 20,9 19,6 16,7 16 17,8 16,6 15,4 14,2 13,3 12,5 10 20 30 40 50 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 P e rsen Perdesaan Perkotaan Aceh Utara Total Aceh Angka kemiskinan Indonesia 39773 40024 30000 35000 40000 2006 2010 Lu as Lah an Pe rs aw ah an h a Tahun

1.2 Perumusan masalah

Sebagian besar penduduk Indonesia berada di daerah perdesaan. Bagi petani lahan adalahmodal sumber mata pencaharian. Selain modal usaha lahan juga merupakan lambang status sosial ekonomi bagi seseorang yang menguasainya. Saat ini lahan merupakan faktor produksi yang langka, dimana kebutuhan akan lahan makin meningkat baik untuk keperluan perumahan, usaha tani, usaha perkebunan dan keperluan industri. Ditinjau dari luas lahan yang dikuasai, penguasaan pada umumnya dicirikan oleh luas penguasaan lahan yang sempit dan sangat terpencar. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan merupakan cermin dari ketimpangan dalam penggunaan faktor produktif. Bagi daerah perdesaan faktor produktif yang menetukan kehidupan perekonomian adalah penguasaan terhadap lahan. Lahan adalah faktor produksi utama untuk kegiatan pertanian dan lahan merupakan penentu untuk menjangkau kegiatan ekonomi diluar pertanian. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Deskripsi kelembagaan lahan usahatani 2. Bagaimana pengaruh Luas penguasaan lahanterhadap pendapatan usahatani. 3. Bagaimanketerkaitan luas pengusahaan lahan dengan kesenjangan pendapatan dan kemiskinan.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengeksplorasi dan mendiskripsikankelembagaan lahan usahatani. 2. Menganalisis pengaruh luas penguasaan lahanterhadap pendapatan usahatani. 3. Menganalisisketerkaitan distribusi penguasaan lahan dengan distribusi pendapatan petani dan kemiskinan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan, yaitu Pemerintah Aceh Utara Selain pemerintah swasta, dengan masyarakat diharapkan juga untuk memperoleh nilai guna penelitian ini, secara khusus penelitian ini diharapkan berguna : 1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. 2. Sebagai bahan masukan penelitian lanjutan bidang kemiskinan dan Perdesaan. 3. Sebagai bahan informasi bagi petani Kabupaten Aceh Utara untuk dapat melakukan upaya-upaya dalam meningkatkan tingkat pendapatan keluarganya pada masa mendatang. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penguasaan Lahan dan Pendapatan RumahTangga Usaha Tani

Pendefinisian status kepemilikan property right sumber daya lahan adalah sumber daya publik yang pendefinisian kepemilikannya secara konsepsional dapat diupayakan namun dalam operasionalnya sangat lemah. Itu sebabnya istilah kepemilkikan lahan kurang dikenal dibanding kepemilikan tanah. Sekalipun demikian uapaya memasukan atribut atau karateristik penting ke dalam kepemilikan tanah harus diupayakan di dalam kebijakan lahan. Pemanfaatan lahan berkaitan dengan penguasaan lahan seperti hak pemilikan property right yang jelas dan pemilikan bersama common property. Apabila lahan bersifat “common property” maka efisiensi input biasanya tidak tercapai, bahkan dapat melampaui, karena bersifat “open acces” dimana akan terjadi persaingan antar pemakai. Masing-masing akan berusaha memaksimumkan pangsanya dari “rent” yang diperolehnya. Keadaan ini akan mengakibatkan jumlah input tenaga kerja yang berlebihan, sehingga dapat menurunkan rent.Kalau kita tinjau dari aspek alokasi, maka yang mempengaruhi tata guna lahan berbeda menurut jauh dekat pasar atau pabrik pengelolaan bahan pertanian. Dekat dengan pasar atau pabrik, nilai lahan lebih tinggi, hal ini disebabkan biaya transportasi output lebih rendah. Semakin jauh letak lahan dari lokasi pasar atau pengelolaan bahan, maka biaya transportasi produksi per unit semakin tinggi, sehingga rent makin kecil, demikian seterusnya sampai rent habis. Batas habisnya rent oleh transport disebut “margin of cultivation” Anwar2000 Status pengusaan lahan yang berbeda akan menentukan tingkat keragaman usaha tani, dalam hal ini meliputi tingkat produktivitas lahan dan distribusi pendapatan yang berlainan pula. Teori dasar yang dapat dipakai untuk menerangkan tingkah laku ekonomi dari pemilik –pengarap, petani penyewa dan pengarap adalah, Teori Hanning 1988 bahwa jika penawaran tenaga kerja tinggi maka pemilik lahan menghendaki lahannya untuk disakapbagi hasil dalam upaya mendapat nilai guna yang lebih tinggimenyatakan karena petani bagi hasil hanya menerima sebagian produk marjinal dari masukan yang dikeluarkan dalam hal ini tenaga kerja maka petani dengan status penggusaan lahan ini tidak punya rangsangan yang cukup untuk sistem menggunakan masukan yang dimilikinya sampai pada tingkatan efisiensi. Guna melihat bagaimana distribusi pendapatan personal antar status penguasaan lahan, terlebih dahulu perlu melihat aliran pengusaan lahan yang biasa terdapat Sawit 1985. Perhatikan Gambar 4 berikut dijelaskan mengenai aliran penguasaan lahan. Gambar 4Aliran Pengusaan Lahan Kelompok Kaya Kelompok Miskin Menyewakan Menyakapkan