Penguasaan Lahan dan Pendapatan RumahTangga Usaha Tani

Berdasarkan Gambar4 diatas terlihat bahwa penyakapan bagi hasil merupakan pengalihan penguasaan lahan dari kelompok yang relatif kaya kepada kelompok yang relatif miskin, sedangkan persewaan lahan merupakan pengalihan yang berjalan sebaliknya, dari petani yang relatif miskin ke patani yang relatif kaya. Penguasaan lahan menunjukkan penguasaan efektif terhadap tanah. Misalnya, jika seseorang menggarap tanah miliknya sendiri sebesar dua hektar, lalu menggarap juga tiga hektar tanah yang disewa dari orang lain, maka ia menguasai lima hektar Tjondronegoro dan Wiradi1984. Pengertian penguasaan tanah menurut Siahaan 1977 adalah total dari luas tanah dari mana keluarga yang bersangkutan memperoleh pendapatan. Ada beberapa bentuk penguasaan tanah, yaitu milik sendiri, sewa, bagi hasil, gadai dan kombinasi dari beberapa bentuk penguasaan yang disebut tadi. Milik sendiri adalah penguasaan lahan, dimana petani menggarap lahannya dengan segala resiko ditanggung sendiri tanpa adanya pengaruh dari luar. Segala resiko yang berhubungan dengan cara produksi, pemakaian bibit dan biaya pengerjaan harus ditanggung sendiri. Sewa adalah seseorang menyewa lahan milik orang lain dengan memberi uang tunai atau natura kepada si pemilik. Sewa dapat berlangsung dalam kurun waktu tahunan maupun musiman, misalnya jangka satu musim tanam. Bagi hasil sakap adalah penguasaan lahan dimana sipenggarap memberi sebagian dari hasil panenannya kepada sipemilik didasarkan atas kesepakatanantara sipenggarap dan sipemilik. Gadai adalah penyerahan lahan oleh si pemilik kepada pihak lain untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang tunai dengan ketentuan sipelepas atau sipemilik tetap berhak atas pengembalian tanah dengan cara menebus lahannya kembali. Penguasaan lahan ini penting karena ia merupakan sumber dari mana penda- patan petani tersebut diperoleh. Sebab luas lahan yang dimiliki seseorang belum tentu seluas lahan yang dikuasainya. Mungkin ia menguasai lebih luas dari lahan miliknya sendiri ataupun lebih sempit dari lahan miliknya sendiri. Lebih luas karena mungkin dia mengusahakan lahan milik orang lain dengan sewa atau bagi hasil. Lebih sempit karena lahan miliknya diberikan kepada orang lain untuk diusahakan. Jika lahan dikombinasikan dengan input lain seperti tenaga kerja, pupuk, bibit, pestisida, untuk memproduksi output pertanian, maka jumlah input yang digunakan harus optimal, supaya memberikan rent yang maksimum. Rent adalah surplus perbedaan antara harga barang yang diproduksi dengan biaya pengelolaan dari sumberdaya alam menjadi barang. Biaya-biaya tersebut termasuk nilai tenaga kerja, modal, bahan-bahan, dan energi input yang digunakan untuk merubah sumberdaya alam menjadi barang atau produk Hartwick dan Olewiter1986. Menurut Anwar 2000, rent adalah surplus atau residual yang dibayarkan kepada lahan atas jasanya yang merupakan nilai bersih. Pendapatan adalah penerimaan atau balas jasa dari faktor produksi. Dalam ilmu ekonomi faktor produksi dibedakan atas a tanah, b tenaga kerja, c modal dan d skill. Tanah menghasilkan balas jasa dalam bentuk sewa rent tenaga kerja dalam bentuk upah wage, modal dalam bentuk bunga interest dan skill dalam bentuk keuntungan profit. Jumlah dari seluruh balas jasa tersebut merupakan penerimaan atau pendapatan bagi pemilik faktor produksi. Karena itu dikatakan bahwa ketimpangan dalam distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan dalam pemilikan atau penguasaan faktor produksi. Pendapatan rumah tangga dari sisi penerimaan adalah semua penghasilan yang diterima oleh semua anggota rumah tangga dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan non pertanian. Jenis kegiatan pertanian seperti : usaha tani, buruh tani, perikanan dan beternak. Jenis kegiatan non pertanian seperti pedagang dan pengusaha. Dengan demikian semua penerimaan penghasilan anggota rumah tangga yakni baik suami, istri, anak-anak dan anggota lainnyadan menjadi tanggung jawab kepala rumah tangga ikut diperhitungkan. Pendapatan dihitung dalam satu kali musim tanam. Pendapatan bersih dari usaha tani adalah selisih dari nilai output dengan biaya tunai dari proses produksi. Besarnya pendapatan ini akan dihitung dengan produksi kotor dikurangi biaya-biaya tunai untuk produksi, seperti untuk pupuk, bibit, pestisida dan biaya tenaga kerja upahan. 2.2Distribusi Penguasaan Lahan dan Distribusi Pendapatan Distribusi penguasaan lahan sebagai faktor produksi dan distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator pemerataan. Pemerataan akan terwujud jika proporsi penguasaan lahan dan pendapatan yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat tertentu sama besarnya dengan proporsi kelompok tersebut. Misalnya jika sekelompok masyarakat proporsinya sebesar 40 persen dari total penduduk, maka seharusnya mereka juga menguasai pendapatan sebesar 40 persen dari total pendapatan. Untuk mengukur distribusi atau tingkat pemerataan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti Gini Ratio, Kuznet Indexs, Oshima Indexs, Theil Decompositon dan kriteria Bank Dunia. Diantara pendekatan tersebut Gini Ratio dan kriteria Bank Dunia merupakan ukuran tingkat pemerataan yang paling banyak digunakan oleh peneliti. Di Indonesia kedua pendekatan tersebut telah lazim digunakan untuk mengukur berbagai bentuk pemerataan, terutama untuk mengukur pemerataan pendapatan dan penguasaan lahan. Di pedesaan distribusi penguasaan lahan dan distribusi pendapatan merupakan dua hal yang cenderung menjadi perhatian., karena distribusi penguasaan lahan cenderung mempengaruhi distribusi pendapatan. Lahan bagi masyarakat pedesaan merupakan faktorproduksi yang menentukan tinggi atau rendahnya pendapatan Dengan demikian jika lahan terdistribusi secara merata, maka pendapatan juga akan terdistribusi pula secara merata. Menurut Oshima dalam Amar1999, Gini Rasio dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu;Gini Ratio 0,40 = Merata, 0,40 Gini Ratio 0,50 = Sedang, Gini Ratio 0,50 = Timpang.

2.3 Kerjasama dalam Kelembagaan Lahan

Unsur-unsur kerjasama dalam penguasaan tanah petani pemilik, penggarap, penyewa, lahan pertanian sawah, tegalan,pekarangan, desa sebagai kumpulan orang atau masyarakat, pamong desa sebagai pucuk pimpinan. Sistem kelembagaan merupakan suatu sistem yang kompleks, rumit, abstrak, mencakup ideolgi, hukum, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang tidak terlepas dari sistem perilaku dan lingkungan. Institusi sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat kontribusinya yang besar dalam memecahkan masalah-maslah dalam pembagunan. Institusi merupakan inovasi manusia untuk mengatur atau mengontrol independensi antara manusia terhadap sesuatu, kondisi atau situasi seperti hak pemilikan, aturan representasi dan batas juridiksi. Pakpahan 1990 memberi batasan bahwa kelembagaan institution adalah suatu sistem organisasi yang dapat mengontrol sumberdaya. Dalam proses pembagunan institusi dapat mengkoordinasi pemilik input dalam proses produksi. Pemilk input tersebut dapat secara individu, organisasi, pemerintah dan lain-lain. Menurut Anwar 1997, bahwa pengertian hak-hak milik bersama atas suatu sumberdaya seperti lahan tidak identik dengan kedaan lahan yang tidak ada yang punya open acces, karena pada keadaan common resource, masih ada kelembagaan istitusion yang mengatur hak-hak secara bersama musyawarah adat, termasuk pengaturan hak-hak garap, hak pengambilan hasil dari hutan diatas lahan komunal tersebut, sehingga pada keadaan common resource, kelestarian sumberdaya masih dapat dipelihara. Kerusuhan sosial dapat muncul jika individu-individu kehilangan hak-hak atas lahan mereka, khususnya kepada yang bukan anggota masyarakat setempat. Namun, ketika teknologi sudah maju dan limpahan tenaga kerja dan aset produksi lainnya berbeda diantara rumah tangga, maka keterbatasan dari aturan transfer atas hak milik lahan dapat memberikan pengaruh buruk terhadap produktivitas. Pertimbangan efisiensi selanjutnya akan memotivasi perubahan baik aturan perundangan maupun tatanan kelembagaan berkaitan dengan hak-hak atas lahan Feder dan Feeney1993. Kelembagaan pedesaan dapat berupa kelembagaan penguasaan lahan, kelembagaan hubungan kerja dan kelembagaan perkreditan Kasryno1984. Kurang berkembangnya ekonomi pasar di pedesaan, maka hubungan kelembagaan ini memegang peranan penting dalam transaksi, baik untuk faktor produksi maupun untuk produksi. 2.4Pengertian dan Penyebab Kemiskinan. Pemahaman tentang definisi kemiskinan mutlak untuk dipahami, agar persepsi dan interpretasi tentang kemiskinan tidak multitafsir serta dalam intervensi kebijakan tidak salah sasaran. Secara umum kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompoknya dan tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, dan pikirannya dalam kelompok tersebut TKPK 2006 dan SNPK 2005. Dalam RPJM Nasional kemiskinan di definisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik perempuan maupun laki-laki. Sedangkan kemiskinan ketertinggalan