Alternatif Usaha Keluarga Karakteristik Responden .1 Umur Responden

hanya dibolehkan bagi orang Islam saja. Pembukaan itu tidak dibatasi, karena tanah mati itu sangat luas, dengan catatan tanah yang dibuka itu harus benar- benar dikerjakan. Adapun yang berhak memberikan izin untuk membuka tanah yang mati itu kepada seseorang adalah keucik, kepala mukim dan panglima sagoe atau uleebalang di wilayah mereka yang bersangkutan. Selain itu, Sultan Aceh juga dapat memberikan hak kepada seseorang untuk membuka tanah yang belum digarap menurut kewajaran. Hak pembukaan atas tanah dapat dianggap hilang kembali apabila bekas-bekas pembukaan itu sudah tidak ada lagi, begitu pula bekas-bekas hutan yang ditebang, dibakar atau dibersihkan sudah tidak dikenali lagi. Terdapat suatu ketentuan di masyarakat bahwa tanah-tanah yang tidak dikerjakan lebih dari enam bulan karena pemiliknya tidak mau mengerjakannya lagi, maka tanah itu dapat diberikan kepada orang lain yang sungguh-sungguh menghendakinya untuk dikerjakan. 2. Peunulang, menurut adat Aceh, setiap anak laki-laki yang baru memasuki jenjang perkawinan, ia tinggal di rumah keluarga istrinya. Setelah beberapa tahun perkawinan berlangsung, kepada suami-istri ini dianjurkan untuk berdiri sendiri atau disebut dengan peumeukleh. Biasanya sebelum hal itu dilakukan, pihak orang tua istri telah mempersiapkan harta pemberian berupa tanah untuk anak perempuannya. Pada saat harta itu diberikan, dihadiri oleh famili, keucik dan tokoh masyarakat. Pemberian harta itu diberikan secara simbolis kepada si suami karena dialah yang bertanggungjawab untuk mengusahakan tanah itu. Apabila terjadi penceraian maka tanah itu akan kembali kepada pihak istri, kecuali apabila istri meninggal maka tanah itu akan menjadi harta warisan. 3. Warisan, orang tua yang memiliki harta berupa tanah biasanya apabila usianya telah lanjut maka tanah itu diberikan menurut perkara agama kepada ahli warisnya, yang disebut dengan peurae. Warisan itu juga dapat terjadi apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka semua ahli waris mendapat bahagian sesuai dengan hukum waris Islam. Harta benda milik orang yang meninggal itu dibagi dipeurae kepada ahli warisnya, di antaranya adalah tanah apabila meninggalkan tanah. 4. Bloe-publoe, jual beli pada zaman dahulu dilakukan dengan upacara tertentu baik berdasarkan syariat Islam maupun adat. Untuk jual beli biasanya harus dipenuhi tiga syarat, yaitu : hadirnya pimpinan gampong dari pihak penjual, adanya saksi paling sedikit dua orang, dan peusambot penyerahan oleh yang menjual dan harus disambot disambut oleh pembelinya. Untuk itu, terlebih dahulu keucik memberitahukan kepada hadirin tentang transaksi yang akan terjadi. Setelah terjadi ijab-qabul dengan harga yang sudah disepakati, keucik bertanya kepada hadirin, apakah mereka itu jelas mendengar semuanya itu, lalu si pembeli membayar dengan tunai maka selesailah urusan jual-beli tanah itu. 5. Hibah, hak atas tanah dapat juga diperoleh melalui hibah, yang pelaksanaannya hampir sama dengan peunulang, namun dalam bentuk yang lebih luas, tidak hanya terbatas terhadap anak tetapi dapat juga kepada orang lain sesuai dengan yang diinginkan oleh yang menghibah. Uraian hak milik atas lahan dirangkum dan dapat dilihat pada Tabel9 Tabel 9 Hak milik atas lahan di daerah penelitian Istilah Uraian Membuka tanah baru Adapun yang berhak memberikan izin untuk membuka tanah yang mati itu kepada seseorang adalah keucik, kepala mukim dan panglima sagoe atau uleebalang di wilayah mereka yang bersangkutan Peunulang Pemberian dari pihak orang tua istri yang telah mempersiapkan harta pemberian berupa tanah untuk anak perempuannya yang diserahkan kepada suaminya sebagai kepala keluarga. Warisan  orang tua yang memiliki harta berupa tanah biasanya apabila usianya telah lanjut maka tanah itu diberikan menurut perkara agama kepada ahli warisnya, yang disebut dengan peurae  Warisan itu juga dapat terjadi apabila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka semua ahli waris mendapat bahagian sesuai dengan hukum waris Islam Bloe- publoe jual beli pada zaman dahulu dilakukan dengan upacara tertentu baik berdasarkan syariat Islam maupun adat Hibah hak atas tanah dapat juga diperoleh melalui hibah Sebagai aturan main kelembagaan lahan di Aceh Utara maka ada beberapa pengaturan yang tidak tertulis namun sudah menjadi hukum atau kebiasaan dalam hal kepemilikan dan sewa lahan di lokasi penelitian Aceh. Satu mah sama dengan tiga rante atau sama dengan 1600 m 2 , jika dikonpersi kedalam hektar maka sama dengan 0,16 ha. Kemudian untuk luas lahan enam rante maka istilahnya adalah kupang atau sama dengan 2400 m 2 jika dikompersikan ke hektar sama dengan 0,24 ha. Ukuran mah digunakan juga dalam sistem pengupahan dan sewa meyewa di daerah penelitian Pilihan kelembagaan lahan pada usahatani tanaman pangan bagi para petani dapat berimbas kepada biaya produksi, penggunaan input dan pemeliharaan atau konservasi lahan. Tabel 10Ukuran luasan lahan dan berat dalam berbagai satuan Sebutan Aceh Rante m 2 Hektar 1 mah 3 rante 1200 m 2 0,16 ha 1 Kupang 6 rante 2400 m 2 0,24 ha 1 Gunca 200 Kg 4.2.6Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Lahan merupakan asset utama bagi masyarakat perdesaan dan pemilikan lahan akan menentukan kesejahteraan dan status sosial pemiliknya semakin tinggi pendapatan dan status sosialnya. Profil responden menurut luas pemilik lahan terlihat pada Tabel 12. Gambar 19 Status penguasaan lahan Penguasaan dan pemilikaan lahan oleh petani responden yang tinggal di daerah penelitian, menunjukan derajat kekuatan hak property right dari masyarakat yang menguasai lahan tersebut. Berdasarkan Gambar 19 gambaran status penguasaan lahan petani responden sebanyak 87 orang 71,3 adalah milik sendiri, sewa dari orang lain sebanyak 9 orang 7,3 serta milik + Sewa sebanyak 26 orang 21,3 . Berdasarkan Tabel 11 penguasaan lahan untuk status milik 8127 m 2 , status milik+sewa 20.439 m 2 , dan status sewa 2600 m 2 . Untuk status milik+sewa rata- ratanya memperlihatkan angka yang tertinggi jika dibandingkan dengan status lainnya. Tabel 11 Rata-rata yang dikuasai menurut status pengusaan lahan Status Pengusaan Jumlah Responden Rata-rata tanah yang dikuasai m 2 Milik 87 8127 Milik+sewa 26 20439 sewa 9 2600 Total 122 Berdasarkan pada Tabel 12 secara lebih rinci luas lahan 2000 m 2 status milik 19 responden, status sewa 4 responden, status milik+seaw 2 responden dengan total 25 responden. Luas lahan 2001- 5000 m 2 status milik 17 responden, sewa 5 responden, milik+sewa 4 responden dengan total 26 responden. Luas lahan 5001 – 10.000 m 2 status milik 29 responden, status sewa tidak ada responden, status milik+sewa 6 responden dengan total 35 responden. Luas lahan 10.001 – 20.000 m 2 status milik 14 responden, status sewa tidak ada responden, status milik+sewa 8 responden dengan total 22 responden, dan luas 20.000 m 2 status milik 8 responden, status sewa tidak ada responden, status milik 6 responden dengan total 22 responden.35 responden dominan memiliki luas lahan 5001 - 10.000 m 2 , sedangkan 9 responden paling sedikit dengan luas lahan 20.000 m 2 . Tabel 12 Profil luas lahan responden menurut status milik, sewa, milik+sewa 87 9 26 71,3 7,3 21,3 20 40 60 80 100 Milik Sewa Milik+Sewa P e r sen Jumlah Responden Persen Luas Lahan Jumlah responden Milik Sewa Milik+sewa total 2.000 19 4 2 25 2.001-5.000 17 5 4 26 5.001-10.000 29 6 35 10.001-20.000 14 8 22 20.000 8 6 14 Total 87 9 26 122 Berdasarkan pada Tabel 13ditampilkan luas lahan 2.000 m 2 Kecamatan Sawang 19 responden, Kecamatan Matangkuli 6 responden, Kecamatan Nibong 3 responden dengan total 28 responden. Luas lahan 2.001 – 5.000 m 2 Kecamatan Sawang 16 responden, Kecamatan Matangkuli 11 responden, Kecamatan Nibong 29 responden dengan total 29 responden. Luas lahan 5.001 – 10.000 m 2 Kecamatan Sawang 23 responden, Kecamatan Matangkuli 9 responden, Kecamatan Nibong 4 responden dengan total 36 responden. Luas lahan 10.001 – 20.000 m 2 Kecamatan Sawang 16 responden, Kecamatan Matangkuli 1 responden, Kecamatan Nibong 3 responden dengan total 20 responden. luas lahan 20.000 m 2 Kecamatan Sawang 4 responden, Kecamatan Matangkuli 2 responden, Kecamatan Nibong 3 responden dengan total 9 responden. 36 responden dominan memiliki luas lahan 5001 - 10.000 m 2 , memiliki jumlah 9 responden paling sedikit dengan luas lahan 20.000 m 2 . Tabel 13Penguasaan lahan berdasarkan kecamatan Luas Lahan Kecamatan Sawang Matangkuli Nibong total 2.000 19 6 3 28 2.001-5.000 16 11 2 29 5.001 – 10.000 23 9 4 36 10.001-20.000 16 1 3 20 20.000 4 2 3 9 Total 78 29 15 122 Pada Tabel 14 responden petani tanpa lahan tunakisma di lokasi penelitian ada sebelas kepala keluarga dengan rata-rata luas lahan sewa 2.600 m 2 , Petani tunakisma ini menyewa rata-rata diatas 2000 m 2 dan dibawah 5000 m 2 , ini menunjukan lahan ekonomis yang harus digarap petani tanpa lahan ini adalah diatas 2000m 2 agar mampu membayar sewa lahan dan mendapatkan laba, rata-rata lahan disewakan 4.720 m 2 , karena berbagai alasan maka ada beberapa petani yang memiliki lahan sawah diatas 5.000 m 2 meyewakan lahannya kepada petani lain, rata-rata lahan gadai 3.800 m 2 , karena alasan kebutuhan uang yang mendesak misalnya untuk menikahkan anak, untuk biaya sekolah maka mereka mengadaikan lahan yang mereka miliki, dan rata-rata lahan bagi hasil 1.600 m 2 . Tabel 14Keragaan rata-rata luas lahan meyewa, diseewakan, gadai, bagi hasil Keragaan Lahan Sewa,gadai, bagi hasil luas lahan m 2 rata rata Sewa tanpa lahan 2.600 rata-rata lahan disewakan 4.720 rata-rata lahan gadai 3.800 Rata-rata bagi hasil 1.600 Pada Tabel 15 komposisi lahan milik yang disewakan menunjukan asal dari lahan yang disewa oleh petani tanpa lahan, dimana berasal dari petani yang memiliki luas lahan rata-rata 11.720 m 2 . Luas lahan yang disewakan rata-rata 4.720 m 2 , ini berarti lahan yang digarap adalah luasan lahan antara 2.000 – 5.000 m 2 termasuk dalam luas lahan sedang, diharapkan dengan menyewa lahan mereka mampu membayar sewa lahan dan kemudian berhasil memperoleh laba atau keuntungan untuk membiayai kehidupan mereka, ada satu responden yang memiliki luas lahan 1.600 m 2 , katagori lahan sempit menyewakan seluruh lahannya kepada orang lain karena pemiliknya seorang ibu janda tua. Tabel 15 Komposisi lahan milik yang disewakan Lahan milik m 2 lahan disewakan m 2 1.600 1.600 6.600 1.600 8.000 8.000 12.400 2.400 30.000 10.000 Rata-rata 11.720 4.720 4.2.7 Gini Ratio Pendapatan dan Gini Ratio Lahan Berdasarkan Tabel 16 gini ratio berdasarkan luas lahan didapat luas lahan 2000 m2 angka Gini ratio pendapatan 0.41, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.22. Luas lahan 2001-5000 m 2 angka Gini ratio pendapatan 0.38, angka Gini ratio penguasaan lahan 0,14. Luas lahan 5001-10.000 m 2 angka Gini ratio pendapatan 0.34, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.12. Luas lahan 10.001- 20.000 m 2 angka Gini ratio pendapatan 0.44, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.11. Luas lahan 20.000 m 2 angka Gini ratio pendapatan 0.42, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.26. Berdasarkan Kecamatan Sawang angka Gini ratio pendapatan 0.43, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.46.Berdasarkan Kecamatan Matangkuli angka Gini ratio pendapatan 0.40, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.42. Berdasarkan Kecamatan Nibong angka Gini ratio pendapatan 0.36, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.47. Berdasarkan status milik angka Gini ratio pendapatan 0.44, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.46.Berdasarkan status sewa angka Gini ratio pendapatan 0.38, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.28. Berdasarkan status milik+sewa angka Gini ratio pendapatan 0.31, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.46. Angka rata-rata Gini ratio pendapatan 0.43, angka Gini ratio pengusaan lahan 0.33. Berdasarkan sumber pendapatan angka Gini ratio pendapatan usahatani 0.47, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.45. Angka Gini ratio berdasar sumber pendapatan total 0.45, angka Gini ratio penguasaan lahan 0.28. Tabel 16 Nilai Gini ratio pendapatan dan Gini ratio lahan dari berbagai kondisi Uraian Sumber Gini Ratio Pendapatan Gini Ratio Pengusaan Lahan 2000 m2 0,41 0,22 2.001 – 5.000 5.001 – 10.000 10.001 – 20.000 20.000 0,38 0,34 0,44 0,42 0,14 0,12 0,11 0,26 Kec Sawang 0,43 0,46 Kec Matangkuli 0,40 0,42 Kec Nibong 0,36 0,47 Status Milik 0,44 0,46 Status Sewa 0,38 0,28 Status Milik + Sewa 0,31 0,36 Usahatani Dari luar usahatani 0,47 0,45 0,45 0.45 Rata-rata 0,40 0,28 4.2.8Pendapatan Rumah Tangga Responden Hasil studi ini menunjukan jika dibandingkan tingkat pendapatan usahatani dalam boxplot yaitu Rp 2.655.000,00 sampai Rp 5.920.000,00 dibandingkan dengan pendapatan total responden di lokasi studi, maka terlihat bahwa pendapatan total memiliki pendapatan yang lebih tinggi yaitu berkisar pada pendapatan Rp 3.380.000,00 sampai dengan Rp 7.880.000,00 Namun jika dilihat sebaran distribusi pendapatan usahatani dan pendapatan total hampir sama yaitu mengumpul pada sebaran pendapatan pertahun antara Rp. 2.650.000,00 sampai dengan Rp. 7.880.000,00 seperti terlihat pada boxplot berikut. Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan pendapatan dari sumber usahatani menyubangkan share yang cukup besar dari pendapatantotal yaitu sebesar 78,5 ini menunjukan bahwa kegiatan usahatani masih merupakan penyumbang penghasilan yang paling besar dibandingkan dengan tambahan pendapatan diluar usahatani. Gejala ini menunjukan bahwa di daerah penelitian masih merupakan wilayah agraris yaitu masyarakat yang hidup dari hasil usahatani. Padahal di wilayah penelitian terdapat banyak pabrik besar seperti PT. ARUN, PT. KRAF ACEH, Pabrik Pupuk Asean, Pabrik Pupuk Iskandar Muda, dan juga banyaknya perusahaan jasa yang mendukung kegiatan perusahaan-perusahaan besar. pendapatan total pendapatan Usahatani 38000000 36000000 34000000 32000000 30000000 28000000 26000000 24000000 22000000 20000000 18000000 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 R p J u t a a n T a h u n Gambar : 20 Boxplot pendapatan usahatani dan pendapatan total Berdasasarkan Pendapatan setara GK BPS Maret 2012 Rp 320.013perkapitabulan. Jika dibandingkan dengan hitungan pendapatan setara garis kemiskinan berdasarkan pendapatan keluarga pada Maret 2012 Rp 15.360.624keluargathn. Dengan mengunakan informasi jumlah produksi perluas lahan dengan pendapatan. Tabel 17 Luas lahan, produksipanen, pendapatan Luas Lahan Produksipanen Pendapatan 10.000 m 2 5200 Kg Rp. 20.800.000 7500 m 2 3900 Kg Rp 15.600.000 5000 m 2 2600 Kg Rp. 10.400.000 2000 m 2 1040 Kg Rp. 416.000 1 Kg Gabah Rp.4.000 Menurut Wiradi 2009 pemilikan dan atau penguasaan lahan yang luas bukanlah merupakan satu-satunya yang menentukan tingkat pendapatan suatu keluarga atau rumahtangga. Lahan yang luas jika tidak dikelola atau diusahakan tidak dapat memberikan hasil yang optimal bagi pemiliknya, apalagi jika dibiarkan terlantar, tidak diusahakan. Suatu lahan dapat memberikan hasil yang optimal bagi suatu keluarga atau rumahtangga jika lahan tersebut milik sendiri dan diusahakan sendiri. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Kerjasama Kelembagaan Lahan Sesuai dengan tujuan pertama studi ini, yaitu Mengeksplorasi dan mendiskripsikan kelembagaan lahan usahatani makaSumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan kelembagaan adalah faktor yang menentukan dalam pembangunan pertanian, keberhasilan pengembangan usahatani tidak cukup dengan hanya meintroduksi teknologi, tetapi diperlukan adanya dukungan melalui pembinaan dan pengembangan kelembagaan sebagai sistem penunjang kegiatan usahatani. Dengan adanya kelembagaan diharapkan mampu mendukung sistem usahatani berikut pemecahan masalah yang dihadapi petani. Dalam hal ini penting diketahui kelembagaan yang eksis saat ini pada suatu masyarakat di lokasi penelitian.Uraian berikut mengambarkan kepada kita beberapa istilah adat Aceh dan aturan dalam pemilikan dan pengusaan lahan yang hidup dan berkemban secara tradisional yang menyelma menjadi kelembagaan adat. Petani pemilik adalah petani yang memiliki tanah dan lahan sendiri. Biasanya mereka menyewakan tanah kepada masyarakat dengan membagi keuntungan ketika panen. Biasanya para pemilik tanah sering disebut urueng po umeng pemilik sawah. Urueng po umeng adalah salah satu masyarakat yang memiliki tanah dan disewakan kepada buruh tani. Kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat di Aceh Utara adalah sewa menyewa. Dalam hal ini cara berlaku dalam masyarakat di Aceh Utara adalah terserah kepada kemauan kedua pihak yang membuat perjanjian sewa menyewa itu misalnya dalam hal sewa menyewa tanah Pertanian Pihak penyewa berkewajiban menyerahkan barang atau uang sejumlah yang disetujui dalam perjanjian. Pihak penyewanya bebas memanfaatkan seluruh hasil dari tanah tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan perjanjian yang sudah dibuatnya. Bila sudah sampai waktunya, tanah tersebut harus dikembalikan kepada yang empunya dalam keadaan seperti semula Mawah adalah suatu praktik ekonomi yang sangat populer dalam masyarakat Aceh yang berdasarkan kepada azas bagi hasil antara pemilik modal dengan pengelola. Mawah merupakan suatu mekanisme di mana seorang pemilik aset menyerahkan hak pengelolaan aset tersebut kepada orang lain dengan hasil yang disepakati. Sistem mawah banyak dipraktikkan pada bidang pertanian sawah, ladang, dsb dan peternakan lembu, kambing, unggas, dsb dimana hasil yang dibagikan sangat tergantung pada kesepakatan antara kedua belah pihak. Bagi hasil yang disepakati tergantung pada biaya pengelolaan, baik yang langsung maupun tidak langsung. Dalam sektor pertanian, misalnya, jika pengelola menanggung segala biaya atas tanaman yang ditanami seperti pupuk, upah pekerja, air, dan lain-lain, maka bagi hasilnya mungkin 23 untuk pengelola dan 13 pemilik modal. Jika lahan tersebut berada jauh dari perkampungan penduduk, bagi hasil yang biasa berlaku dalam masyarakat adalah satu bagian untuk pemilik tanah, tiga bagian untuk penggarap. Karena penggunaan input pertanian yang semakin intensif, bagi hasil dewasa ini dilakukan dari jumlah yang relatif lebih kecil karena hasil bersih adalah jumlah setelah dipotong biaya bibit, pupuk, penyemprotan hama, dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan praktik masa lalu di mana jumlah yang dibagi adalah jumlah setelah dipotong biaya bibit saja. Dengan demikian, hasil yang dibagi menjadi lebih kecil karena biaya penggarapan lahan menjadi lebih besar, yang paling penting juga adalah pembagian hasil itu sendiri sangat tergantung pada kesepakatan antara kedua belah pihak. Malahan, dalam beberapa kasus yang terjadi sistem mawah ini diperuntukkan untuk membantu golongan ekonomi lemah oleh golongan ekonomi yang lebih mapan, sehingga bagi hasil-pun tidak terlalu dipentingkan dalam kasus-kasus yang seperti ini. Gala merupakan praktik ekonomi dengan bentuk gadai yang dipraktikkan oleh masyarakat Aceh sejak berabad-abad yang lalu. Gala adalah suatu mekanisme pinjaman di mana seseorang menggadaikan tanah, emas, atau harta benda berharga lainnya untuk memenuhi kebutuhan uang yang mendesak yang biasanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif harian. Pada dekade di bawah tahun 80- an, bentuk perjanjian yang dibuat tidak berdasarkan “hitam di atas putih”, setelah itu telah mulai menggunakan penjanjian tertulis dengan jangka waktu yang tidak terbatas. Praktik gala ini banyak terjadi dalam bidang pertanian terutama tanah sawah. Hukum adat ekonomi yang dipraktikkan oleh masyarakat Aceh dengan bentuk gadai ini berbeda dengan hukum agraria nasional yang menyebutkan bahwa gadai untuk tanah hanya boleh berlangsung maksimal 7 tahun. Setelah waktu 7 tahun berlalu, tanah yang digadaikan harus dikembalikan kepada pemiliknya. Dalam sistem gala, penggala pemilik harta memberikan hak kepada pemegang gala orang yang memberi pinjaman untuk menggunakan harta galaan yang dijadikan agunan selama pemilik belum menebus harta tersebut. Hasil yang diperoleh pemegang gala dari penggunaan barang galaan tersebut dianggap sebagai balas jasa atas uang yang dipinjamkan. Pengalihan hak milik atas harta gala hanya dapat terjadi jika pemilik harta yang digalakan mengizinkan hal demikian terjadi. Jika peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman, harta galaan tersebut dapat dijual kepada pihak ketiga dan hasilnya dapat digunakan untuk melunasi pinjaman. Dalam masyarakat Aceh dapat juga terjadi pemegang gala menguasai membeli harta galaan tersebut dan membayar sejumlah uang kepada pemilik harta setelah dipotong jumlah pinjaman. Rangkuman dari ketiga sistem kelembagaan lahan diatas dirangkum pada tabel 18. Tabel 18Sistem transaksi penguasaan lahan Sistem Transaksi Definisi Transaksi Lahan Sewa Sewa menyewa tanah pertanian pihak penyewa berkewajiban menyerahkan barang atau uang sejumlah yang disetujui dalam perjanjian. Pihak penyewanya bebas memanfaatkan seluruh hasil dari tanah tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan perjanjian yang sudah dibuatnya. Bila sudah sampai waktunya, tanah tersebut harus dikembalikan kepada yang empunya dalam keadaan seperti semula. Terserah kepada kemauan keduapihak yang membuatperjanjian sewa menyewa. Ada dengan 40 : 60, pembayaran didepan dengan uang. Gadaigala penggala pemilik harta memberikan hak kepada pemegang gala orang yang memberi pinjaman untuk menggunakan harta galaan yang dijadikan agunan selama pemilik belum menebus harta tersebut Hasil yang diperoleh pemegang gala dianggap sebagai balas jasa atas uang yang dipinjamkan Bagi hasilMawah Mawah merupakan suatu mekanisme di mana seorang pemilik tanah menyerahkan hak pengelolaan tanah tersebut kepada orang lain dengan hasil yang disepakati jika pengelola menanggung segala biaya atas tanaman yang ditanami seperti pupuk, upah pekerja, air, dan lain-lain bagi hasilnya 13 pemilik modal dan 23 untuk pengelola. Jika lahan tersebut berada jauh dari perkampungan penduduk, bagi hasil yang biasa berlaku dalam masyarakat adalah satu bagian untuk pemilik tanah, tiga bagian untuk penggarap Berdasarkan Gambar 21 persentase luas penguasaan lahan rata-rata sistem sewa 55,5 persen kemudian bagi hasilmawah 13 persen, serta sistem gadaigala 31 persen. Lahan yang disewakan petani adalah lahan yang rata-rata paling luas yaitu 4.720m 2 , sedang luas lahan menyewa dengan rata-rata luas 2127m 2 , kemudian baru gadai nomor dua terluas dengan luas 3.800 m 2 , gadai dengan luas rata-rata 1.600 m 2 , sistem gadai menunjukan posisi tawar yang rendah dari pemilik lahan karena alasan kebutukan ekonomi yang mendesak. Gambar 21Rata-rata luas lahan menurut sistem sewa, gadai dan, bagi hasil Luas lahan sewa yang ketiga terluas rata-ratanya, dari responden bahwa mereka kebanyakan menyewa karena alasan tidak memiliki lahan sama sekali atau tunakismatidak memiliki tanah. Bagi hasil adalah yang memiliki rata-rata luas lahan paling kecil, dimana ini adalah cara pemilik tanah untuk memaksimalkan nilai guna tanah yang dimiliki. Teori Hanning 1988 bahwa jika penawaran Sewa; 55 Gadai; 31 Bagi hasil; 13 Lanjutan Tabel 18 tenaga kerja tinggi maka pemilik lahan menghendaki lahannya untuk disakapbagi hasil dalam upaya mendapat nilai guna yang lebih tinggi. Pada kasus daerah penelitian karena penawaran tenaga kerja sektor formal yang terus meningkat dan jumlah penganguran yang terus menurun dari tahun 2007 sampai 2010 rata-rata sebesar 1,44 persen artinya banyak dari kaum muda yang mendapat pekerjaan di sektor formal serta usia lanjut para petani dengan rata-rata usia 55 tahun, maka sistem sewa lah yang paling banyak digunakan dalam kelembagaan lahan. Berdasarkan Tabel 19 luas lahan 2.000 m 2 dilihat dari perubahan angka rata-rata luas pemilikan lahan dari 971,4 m 2 menjadi rata-rata luas penguasaan lahan 1.200 m 2 menunjukan adanya penambahan rata-rata luas lahan setelah terjadinya aktivitas sewa,bagi hasil, dan gadai. Penambahan luas lahan rata-rata seluas 345 m 2 penambahan luas lahan ini menunjukan adanya aktivitas sewa lahan dari pemilik lahan kecil . Pada petani dengan luas lahan 2.001 – 5.000 m 2 tidak terdapat perubahan luas lahan dikarenakan tidak ada aktivitas sewa, gadai maupun bagi hasil . Pada petani dengan luas lahan 5.001 – 10.000 m 2 adanya aktivitas menyewakan lahan sehingga luas lahan rata-ratanya berkurang. Pada petani yang memiliki luas lahan 10.001 – 20.000 m 2 jumlah lahan juga bertambah karena adanya aktivitas menyewa lahan dari lahan yang lebih luas.Pada petani dengan luas lahan 20.000 m 2 adanya aktivitas menyewakan lahan dapat dilihat dari berkurangnya luas lahan rata-rata. Tabel 19Rata-rata luas pemilikan dan penguasaan lahan Luas Lahan m 2 Rata-rata Pemilikan lahan m 2 Rata-rata Penguasaan lahan m 2 Sewa menyewa m 2 Keterangan 2000 971,4 1.200 345,3 Sewa 2100 – 5000 3.550 3.550 Tetap 5001 – 10000 7.516,667 7.427,027 -89,63 Disewakan 10001 – 20000 12.787,5 13.372,73 585,22 Sewa 20000 35.072,73 34.563,64 -509,1 Disewakan Terjadinya pengalihan garapan pemilik ke penggarap mengakibatkan adanya renting-out dari sisi pemilik dan renting-in bagi penggarap. Secara umum total garapan merupakan lahan milik dikurangi renting-out ditambah renting-in garapan bukan milik. Adanya pengalihan hak penggarapan lahan dari pemilik ke penggarap akan menyebabkan perbedaan antara luasan pemilikan dan luasan garapan. Menurut Wiradi 2009 yang menyatakan bahwa di daerah pedesaan, terutama Jawa,sedang terjadi proses “diferensiasi kelas”. Proses pemusatan penguasaan lahan, baik melalui sewa-menyewa, gadai-menggadai, maupunmelalui pemilikan dengan pembelian memang sedang berjalan.Sangwa 2000 meneliti kelembagaan lahan di Haryana India, wilayah yang paling banyak kerjasama lahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sewa berkembang menjadi model penting dalam kerjasama lahan.

5.2 Luas Penguasaan Lahan dan Pendapatan Usahatani

Sesuai dengan tujuan kedua studi ini, yaitu Menganalisis pengaruh luas penguasaan lahan terhadap pendapatan usahatani.Hubungan antara penguasaan lahan dengan pendapatan dalampenelitian dikaji melalui analisisPCA Principal Component Analysis dan uji Regresi Linier Berganda pendapatan usahatani dengan luas pengusaan lahan, umur,jumlah keluarga, lama bersekolah, dummystatus lahan dan, interaksi LPL x dummy. Hasil PCA Principal Component Analysis dan analisis regresi berganda dengan menggunakan program Minitab 15 hasilnya sebagai berikut : Analisis PCA dan Regresi Berganda Tabel 20 Hasil analisis regresi berganda terhadap peubah dugaan yang terkait dengan pendapatan usahatani variabel koefisien St dev T hit Keterangan Elastisitas konstanta -3439625 - - Luas 3689604 0.00052267 7059174829 signifikan 8.4532259 Umur -41898 0.00065278 -64184233.8 signifikan -0.22775 J keluarga 1354559 0.00020251 6688809611 signifikan 0.6559639 Lama sekolah 1026889 0.00064237 1598603618 signifikan 0.9121979 Dummy Status Lahan -661625 0.00037234 -1776950160 signifikan -0.072729 LPL x Dummy 3240343 0.0004975 6513221644 signifikan 6.6152693 Keterangan|t-hitung| t-tabel 1.96 artinyasemua variable X luas, umur, jkel, lama sekolah, dummy status lahan, dan LPLx dummy berpengaruhnyataterhadappendapatan usahatani . Berdasarkan Tabel 20 dapat ditunjukan model estimasi fungsi pendapatan usahatani sebagai berikut Yi = −3439625 + 3689604 luas − 41898 umur + 1354559 Jkel + 1026889 lama sekolah − 661625 d + 3240343 d luas + e Secara Parsial Variabel luas penguasaan lahan berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan usahatani dengan koefisien sebesar 3689604. Artinya jika luas lahan bertambah 1 satu hektar centeribus paribus akan meningkatkan pendapatan sebesar Rp. 3.689.604. Berdasarkan uji t variabel luas lahan menunjukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Variabel umur berpengaruh negatif terhadap tingkat pendapatan usahatani dengan koefisien sebesar -41898. Artinya jika umur bertambah 1 satu tahun akan mengurangi pendapatan usahatani sebesar Rp 41.898.Berdasarkan uji t variabel luas lahan menunjukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan usahatani dengan koefisien sebesar 1354559. Artinya jika jumlah anggota keluarga bertambah satu orang dengan menganggap faktor lain tetap, maka akan meningkatkan pendapatan usahatani sebesar Rp. 1.354.559.Berdasarkan uji t variabel luas lahan menunjukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Variabel lama pendidikan kepala keluarga berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan usahatani dengan koefisien sebesar 1026889. Artinya jikalama pendidikan kepala keluarga bertambah satu tahun dengan menganggap faktor lain tetap, maka akan meningkatkan pendapatan usahatani sebesar Rp. 1.026.889.Berdasarkan uji t variabel luas lahan menunjukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Persamaan variabel dummy untuk status lahan milik, milik+sewa Yi = −3439625 + 3689604 luas − 41898 umur + 1354559 Jkel + 1026889 lama sekolah + 3240343 d luas + e Persamaan variabel dummy untuk status lahan sewa Yi = −3439625 − 661625 + 3689604 luas − 41898 umur + 1354559 Jkel + 1026889 lama sekolah + 3240343 d luas + e Sehingga bisa dikatakan bahwa ada dua model regresi dengan perbedaan intersep atau dapat diinterprestasikan bahwa rata-rata pendapatan usahatani status milik,milik +sewa dengan status sewa berbeda. Persamaan interaksi Variabel LPL x dummy status lahan Yi = −3439625 + 3689604 + 3240343 luas − 41898 umur + 1354559 Jkel + 1026889 lama sekolah − 661625 d + e Dari persamaan diatas dapat disimpulkan status lahan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usahatani. Secara serentak Variabel luas penguasaan lahan, umur, lama sekolah, jumlah anggota keluarga, dummy status lahan daninteraksi LPL x dummy berpengaruh terhadap tingkat pendapatan usahatani. Berdasarkan uji F, menunjukan signifikan pada tingkat kepercayaan 95 . Artinya secara bersama-sama variabel luas penguasaan lahan, status milik,milik+sewa, umur, lama sekolah, jumlah anggota keluarga, dummy status lahan dan, interaksi LPL x dummy berpengaruh nyata terhadap tingkat pendapatan. Analisis Elastisitas Berdasarkan Tabel 20 urutan angka elastisitas dari yang paling besar sampai yang paling kecil sebagai berikut : 1. Luas pengusaan lahan dengan elastisitas = 8,453 2. Luas penguasaan lahan x Dummy dengan elastisitas = 6,615 3. Umur dengan elastisitas = - 0,227 4. Lama Sekolah dengan elastisitas = 0,912 5. Jumlah Keluarga dengan elastisitas = 0,655 6. Dummy status lahan dengan elastisitas = - 0,072 Variabel luas penguasaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani sebesar 8,10 persen, kedua variabel interaksi LPL x dummy yang paling besar kedua pengaruh terhadap pendapatan usahatani sebesar 6,615 persen. Kedua variabel diatas memiliki elastisitas diatas 1, artinya perubahan penguasaan lahan dan Interaksi LPL x dummy akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Variabel umur, lama sekolah, jumlah keluarga dan dummy satus lahan memiliki angka elastis dibawah 1, artinya kenaikan pendapatan usahatani tidak terlalu berpengaruh. Variabel luas penguasaan lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan usahatani dengan angka elastisitas 8,1062. Artinya Setiap kenaikan 1 dalam luas