3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Perlakuan pada penelitian ini adalah dengan penggunaan jenis pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu metanol, etil asetat dan
n-heksana. Semua perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Model rancangan yang digunakan untuk menganalisis data rendemen hasil ekstrak, total
fenol dan aktivitas antioksidan adalah rancangan acak lengkap RAL dengan model dan hipotesis sebagai berikut:
Y
ij
= µ + αi + є
Keterangan:
ij
Y
ij
µ = rataan umum
= hasil pengamatan rendemen ekstrak, total fenol, aktivitas antioksidan dan jenis pelarut i pada ulangan ke-j
αi = pengaruh jenis pelarut є
ij
Analisis ragam digunakan untuk menganalisis data. Uji lanjut Duncan digunakan jika analisis ragam menunjukkan hasil berbeda nyata.
= sisaan akibat jenis pelarut taraf ke-I pada ulangan ke-j
Sy =
�
KTS r
Rp = qa ′ x Sy
Keterangan: Sy = significant range
KTS = kuadran tengah sisa r
= ulangan qa
′ = significant stidientized range Rp = wilayah nyata terkecil dari nilai rata-rata
H0 : Jenis pelarut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan αi = 0
H1 : Jenis pelarut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen, total fenol dan aktivitas antioksidan αi ≠ 0
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Perairan Ekosistem S. polycystum di Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu merupakan daerah yang terletak di lepas pantai Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau
kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. Kepulauan Seribu terdiri atas 110 pulau dan 11 diantaranya dihuni penduduk. Kawasan ini memiliki tofografi datar
hingga landai dengan ketinggian sekitar 0-2 meter dan luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1-1,5 meter. Dengan demikian,
morfologi Kepulauan Seribu merupakan dataran rendah pantai dengan perairan laut ditumbuhi karang. Sebagai salah satu ekosistem laut di perairan Utara Jakarta,
wilayah ini didominasi oleh ekosistem terumbu karang, padang lamun dan daratan pulau-pulau karang yang menjadi habitat penting berbagai jenis biota perairan laut
Noor 2003. Kondisi perairan ekosistem S. polycystum di Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kondisi perairan ekosistem S. polycystum di Kepulauan Seribu Rumput laut Sargassum umumnya merupakan tanaman perairan yang
berukuran relatif besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar yang kuat. Bagian atas tanaman menyerupai semak yang berbentuk simetris bilateral atau
radial serta dilengkapi bagian sisi pertumbuhan. Umumnya rumput laut tumbuh secara liar dan masih belum dimanfaatkan secara baik. Sargassum merupakan
alga cokelat yang tersebar luas di Indonesia dan tumbuh di perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu. Pada umumnya
Sargassum tumbuh di daerah terumbu karang coral reef seperti di Kepulauan
Seribu, terutama di daerah rataan pasir sand flat. Daerah ini kering pada saat surut rendah, mempunyai dasar berpasir dan terdapat pula pada karang hidup atau
mati. Pada batu-batu ini tumbuh dan melekat rumput laut cokelat Atmadja dan Soelistijo 1998.
4.2 Rendemen Ekstrak
S. polycystum
Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut solut di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur Nur dan Adijuwana 1989. Proses ekstraksi
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif Harborne 1987.
Metode ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu maserasi tunggal menggunakan pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda,
yaitu metanol polar, etil asetat semipolar, dan n-heksana nonpolar. Tujuan dari penggunaan ketiga pelarut tersebut adalah untuk mengetahui rendemen dan
mendapatkan senyawa aktif dari S. polycystum berdasarkan tingkat kepolarannya. rendemen ekstrak kasar S. polycystum disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Rendemen ekstrak kasar S. polycystum
Diagram batang pelarut metanol a yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata p0.05 terhadap etil asetat dan n-heksana b dalam menghasilkan rendemen
Pada proses maserasi, ekstrak kasar masing-masing pelarut dari hasil evaporasi menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda. Ekstrak dari ketiga jenis
pelarut ini berbentuk pasta dengan aroma yang khas. Pada karakteristik warna
menunjukkan warna yang relatif sama pada tiap pelarut yaitu hijau kecokelatan. Rendemen yang dihasilkan pada ekstraksi dengan tiga pelarut menunjukkan nilai
yang berbeda. Rendemen ekstrak adalah perbandingan jumlah ektrak dan hasilnya dinyatakan dalam persen.
Data nilai rendemen ekstrak kasar S. polycystum pada Gambar 6 menunjukkan bahwa jenis pelarut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai
rendemen. Rendemen ekstrak tertinggi terdapat pada ekstrak metanol sebesar 17,93, diikuti dengan etil asetat sebesar 1, dan terakhir n-heksana sebesar
0,57. Data tersebut menunjukkan bahwa komponen senyawa aktif yang bersifat polar banyak terdapat dalam jaringan S. polycystum karena banyaknya ekstrak
dari pelarut metanol yang dihasilkan. Sebaliknya, komponen senyawa aktif yang bersifat semipolar dan nonpolar terdapat dalam jumlah kecil dalam jaringan
S. polycystum karena sedikitnya ekstrak yang dihasilkan dari pelarut etil asetat dan n-heksana. Berdasarkan data tersebut, dapat diidentifikasi bahwa S. polycystum
mengandung senyawa-senyawa aktif yang relatif larut dalam pelarut polar. Wijayanto 2010 melaporkan bahwa penggunaan pelarut metanol lebih
efektif dalam ekstraksi alga merah Kappaphycus
alvarezii dan
Euchema denticullatum dibandingkan dengan etanol yang memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah. Hal ini dapat mempertegas adanya sifat kelarutan
senyawa-senyawa aktif pada rumput laut yang relatif larut pada pelarut yang bersifat polar.
Ekstrak dengan pelarut etil asetat dan n-heksana menghasilkan rendemen yang lebih kecil dibandingkan dengan metanol. Hal ini dapat dikarenakan adanya
senyawa flavonoid yang merupakan salah satu metabolit sekunder terbanyak di alam yang umumnya terikat pada glukosa. Proses glikosilasi ini menyebabkan
flavonoid menjadi kurang reaktif dan relatif larut dalam pelarut polar Markham 1988.
4.3 Kandungan Komponen Fitokimia S. polycystum