1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia tanpa disadari tidak pernah luput dari keberadaan mikroorganisme yang tidak kasat mata. Mikroorganisme tersebut ada
yang bersifat patogen yang memiliki implikasi pada kesehatan. Adanya aktivitas antioksidan dapat mempengaruhi proses tersebut. Jenis antioksidan maupun
antimikroba yang biasa digunakan berasal dari senyawa sintetik. Penggunaan obat sintetik dalam pengobatan kadang menjadi bumerang karena bersifat
karsinogenik. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan bahwa antioksidan sintetik berpotensi sebagai karsinogen terhadap efek reproduksi dan metabolisme
Hernani dan Raharjo 2005. Zheng et al. 2011 menyatakan saat ini terjadi peningkatan minat yang besar terhadap penemuan antioksidan alami untuk
digunakan dalam makanan ataupun material pengobatan subtitusi antioksidan sintetik yang mungkin dapat bersifat karsinogen.
Menurut Harlis 2011, pemilihan bahan-bahan alami untuk pengobatan didasarkan karena setiap tumbuhan mengandung reseptor, struktur kimia dan
hormon yang sama dengan manusia. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat didominasi tumbuhan darat, sedangkan tumbuhan yang berasal dari laut seperti
rumput laut belum banyak mendapat perhatian. Beberapa jenis rumput laut di Indonesia dapat digunakan sebagai obat, akan tetapi saat ini mengalami kendala
karena penelitian mengenai pengolahannya belum berkembang, maka pemanfaatannya sampai saat ini sangat terbatas. Salah satu tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai tumbuhan obat adalah rumput laut cokelat jenis Sargassum polycystum.
Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization FAO 2008, produksi rumput laut dunia pada tahun 2007 sudah mencapai 14,8 juta ton.
Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar ketiga di dunia setelah China dan Filipina. Maka rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan
penting di Indonesia. Kedudukan rumput laut sebagai komoditas sektor perikanan kelautan berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS 2006 menunjukkan
perkembangan produksi budidaya rumput laut. Rumput laut mengalami kenaikan
dari tahun 2002-2006 yaitu sekitar 62,01 per tahun dari 223.080 ton meningkat menjadi 1.341.141 ton pada tahun 2006.
Selama ini Indonesia masih merupakan penghasil bahan baku berupa rumput laut kering yang diekspor ke berbagai negara. Oleh karena itu Indonesia
memiliki potensi yang dapat dikembangkan dengan meningkatkan pemanfaatan rumput laut salah satunya adalah sebagai penghasil antioksidan dan antimikroba
terhadap pertumbuhan mikroba patogen. S. polycystum merupakan salah satu jenis rumput laut cokelat yang banyak
terdapat di perairan Indonesia, khususnya di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Rumput laut S. polycystum digunakan secara komersil di Indonesia sebagai
sumber penghasil alginat, pemanis agar, bahan obat penyakit kantung kemih, bahan obat penyakit gondok, sayuran, dan kosmetik Anggadiredja 2006.
Sekarang ini, hanya sedikit yang mempelajari secara detail aktivitas antimikroba dari rumput laut cokelat. Hasil studi Kim dan Lee 2008 dalam
Wei et al. 2011 menunjukkan Sargassum berpotensi memiliki aktivitas antibakteri. Komponen fenolik yang berperan penting dalam aktivitas antibakteri
dan antifungi yang terdapat pada rumput laut cokelat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rumput laut merah dan hijau. Rumput laut ini juga
mengandung protein, vitamin C, fenol dan memproduksi beberapa jenis senyawa sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol. Penelitian yang dilakukan oleh
Thangaraju et al. 2012 menunjukkan aktivitas antibakteri, antikanker dan nano partikel perak yang dapat membunuh mikroba dari ekstrak kasar S. polycystum.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian mengenai analisis aktivitas antioksidan dan antimikroba dari rumput laut S. polycystum dengan
menggunakan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis karena bakteri ini merupakan bakteri yang paling sering mengkontaminasi
makanan Frazier dan Westhoff 1978 dan masing-masing mewakili bakteri Gram-negatif dan Gram-positif. Pada penelitian ini dilakukan uji pada khamir
Candida maltosa. Penelitian ini mencakup ekstraksi senyawa S. polycystum menggunakan tiga pelarut, yaitu metanol, etil asetat dan n-heksana dengan metode
ekstraksi tunggal. Selanjutnya masing-masing fraksi dilakukan perhitungan rendeman, analisis fitokimia, total fenol, uji aktivitas antioksidan dan antimikroba.
1.2 Tujuan