1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
SDM Sumber Daya Manusia merupakan aset utama perusahaan yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi Malayu,
2011. Sumber daya manusia yang unggul merupakan modal perusahaan agar mampu bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain yang lebih maju.
Sumber daya manusia memiliki pengaruh yang penting bagi sumber daya lainnya sehingga dengan tidak adanya sumber daya manusia, maka sumber daya
lainnya yang dimiliki oleh organisasi tidak dapat dimanfaatkan. Keberhasilan suatu organisasi dalam menjalankan fungsinya tergantung pada kualitas sumber
daya manusia yang ada didalamnya Luthans, 2006. Oleh sebab itu maka dalam sebuah perusahaan sangat diperlukan pembenahan SDM demi terciptanya sumber
daya manusia yang unggul yang dapat meningkatkan keberhasilan suatu perusahaan.
Keberhasilan suatu perusahaan dapat terlihat ketika karyawan tidak hanya memiliki keinginan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai tugas yang telah
ditetapkan, akan tetapi mereka juga bersedia untuk melakukan pekerjaan tambahan diluar dari uraian tugas yang telah ditetapkan demi tercapainya
efektivitas organisasi Organ, Podsakoff Mackenzie, 2006. Tuntutan perusahaan tersebut dapat disebut juga sebagai organizational citizenship
behavior.
Universitas Sumatera Utara
2
Organizational citizenship behavior OCB merupakan perilaku yang bermanfaat yang dilakukan oleh karyawan secara bebas dari ketentuan atau
kewajibannya dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan Bateman, Organ Dennis, 2006. Hal tersebut meliputi menolong rekan kerja
yang tidak hadir, menolong rekan kerja yang mendapat tugas ekstra serta patuh terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Garg Rastogi
2006 menyatakan OCB memacu organisasi untuk lebih inovatif, fleksibel, produktif dan responsif demi kelangsungan serta kesuksesan organisasi.
Selanjutnya terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa OCB mengarahkan karyawan kepada sejumlah perilaku sukarela serta peningkatan hasil
kerja. Begitu juga dengan Sweeny McFarlin 2002 yang menambahkan bahwa OCB yang terlihat sederhana, apabila terus dilakukan oleh banyak karyawan maka
akan sangat membantu organisasi dalam meningkatkan produktivitas serta melebihi target kinerja perusahaan yang dapat bersaing dengan perusahaan
kompetitor lainnya. Perilaku seseorang dalam melakukan OCB dapat dilihat dari intensi individu
tersebut. Intensi merupakan keputusan yang dibuat manusia untuk berperilaku secara tertentu Craighead Nemerof, 2002. Oleh sebab itu, dapat dijabarkan
bahwa ketika seseorang hendak melakukan sesuatu, ada niat ataupun sesuatu hal yang mendasarinya untuk melakukan. Hal yang dijabarkan tersebut dapat
dikatakan sebagai intensi Ajzen, 2005. Begitu pula halnya dengan OCB, intensi seseorang untuk melakukan OCB berpengaruh sebagai antesenden munculnya
OCB. Semakin kuat intensi untuk menampilkan OCB maka semakin besar peluang untuk melakukan perilaku tersebut. Selanjutnya didukung oleh penelitian
Universitas Sumatera Utara
3
dari Khan Stanton 2010 yang menyatakan bahwa dalam menentukan suatu perilaku maka sebelumnya harus ditentukan intensinya terlebih dahulu. Dalam
penelitiannya untuk menentukan perilaku OCB maka harus melalui intensi OCB terlebih dahulu.
Intensi adalah prediktor terbaik dari munculnya suatu perilaku sehingga apabila kita ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang maka cara
terbaik untuk memprediksinya adalah dengan mengetahui intensinya Ajzen, 1991. Intensi dapat berubah karena waktu. Intensi ini dapat dijabarkan dalam
theory of planned behavior yang mengemukakan bahwa seseorang akan memunculkan perilaku apabila ia menilai bahwa perilaku itu baik atau bernilai
positif, ketika orang-orang sekitar individu mengharapkan perilaku itu terjadi dan ketika individu memiliki kontrol diri berupa kesempatan serta kepercayaan diri
untuk menampilkan perilaku tersebut Ajzen, 2005 Theory planned behavior dapat digunakan untuk melihat bagaimana suatu
perilaku akan ditampilkan oleh seseorang maka terlebih dahulu individu tersebut harus mengetahui alasan perlunya perilaku tersebut ditampilkan. Dalam theory
planned behavior, intensi dapat dipengaruhi oleh tiga faktor penentu yaitu sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Maka penelitian ini juga
mencoba menggunakan sudut pandang theory planned behavior untuk memprediksi kemauan para individu yang dalam konteks penelitian ini adalah
para karyawan dalam perilaku OCB. Ajzen 2005 mengatakan bahwa sikap adalah penilaian positif dan negatif
yang dimiliki individu terhadap perilaku yang ditampilkan. Oleh sebab itu pada penelitian ini maka intensi OCB dalam bentuk penilaian positif suka dan negatif
Universitas Sumatera Utara
4
tidak suka. Sikap ini terdiri dari dua aspek yaitu keyakinan perilaku dan keyakinan hasil. Keyakinan perilaku adalah keyakinan individu akan konsekuensi
perilaku yang akan dimunculkan. Dalam hal ini, sikap karyawan terhadap intensi OCB ditentukan dari konsekuensi yang diterima baik positif ataupun negatif.
Selanjutnya keyakinan hasil adalah penilaian individu akan konsekuensi yang dihasilkan perilaku tersebut. Dalam hal ini, ketika individu melakukan intensi
OCB maka individu percaya hasil yang ia dapat berupa positif dan negatif. Selanjutnya Wahyu, Fausiah Masyitha 2013 menyatakan bahwa sikap
berpengaruh positif terhadap intensi karyawan. Hal ini berarti semakin positif hubungannya maka semakin besar perilaku tersebut ditampilkan.
Selain sikap, norma subjektif juga menjelaskan individu untuk berperilaku. Norma subjektif adalah kepercayaan seseorang terhadap harapan orang lain untuk
ia lakukan dan keinginannya untuk mengikuti harapan tersebut. Norma subjektif ini terdiri dari dua aspek yaitu keyakinan normatif dan motivasi untuk menuruti.
Keyakinan normatif adalah keyakinan individu mengenai diterima atau tidaknya perilaku tersebut sesuai dengan orang-orang acuannya atau tekanan sosial.
Motivasi untuk menuruti adalah seberapa kuat individu menuruti dorongan dari para acuan atau tekanan sosial Ajzen, 2005.
Keyakinan karyawan mengenai diterima atau tidaknya OCB ditentukan oleh orang-orang acuan yang ada ditempat kerjanya serta seberapa kuat karyawan
tersebut mematuhi OCB tersebut yang dapat mempengaruhi intensi OCB yang ditampilkan. Oleh sebab itu ketika OCB itu sering ditampilkan dan diterima oleh
kelompok kerjanya maka kemungkinan besar intensi tersebut akan ditampilkan oleh subjek. Akan tetapi ketika OCB tersebut tidak ditampilkan dan tidak diterima
Universitas Sumatera Utara
5
oleh kelompok kerjanya maka kecenderungan subjek tidak melakukan intensi OCB tersebut. Selanjutnya Wahyu, Fausiah Masyitha 2013 menyatakan
dalam penelitiannya bahwa norma subjektif memiliki hubungan yang positif dengan intensi berperilaku yang berarti semakin tinggi rujukan sosial ditempat
kerja maka diharapkan semakin tinggi intensi berperilakunya. Selanjutnya kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah persepsi seseorang
tentang seberapa mudah atau seberapa sulit individu tersebut memunculkan perilaku. Semakin individu merasa perlu mampu atau mudah dalam melakukan
perilaku tersebut maka semakin besar juga intensinya memunculkan perilaku tersebut. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman masa lalu dari perilaku tersebut
akan tetapi juga dipengaruhi oleh informasi pendukung mengenai perilaku tersebut, melalui observasi ataupun faktor lain yang dapat meningkatkan atau
mengurangi kesulitan dalam menampilkan perilaku tersebut Ajzen, 2005. Kontrol perilaku yang dipersepsikan terdiri dari dua aspek yaitu keyakinan
mengontrol dan kekuatan untuk mengontrol. Keyakinan mengontrol adalah persepsi seseorang memiliki atau tidak memiliki kapasitas untuk melakukan
perilaku tersebut. Selanjutnya kekuatan untuk mengontrol adalah seberapa besar kapasitas tersebut untuk mengontrol agar perilaku tersebut ditampilkan. Dalam
penelitian ini, ketika karyawan memiliki kemampuan untuk melakukan OCB serta dorongan yang kuat dalam dirinya untuk melakukan OCB maka perilaku tersebut
cenderung ditampilkan Ajzen, 2005. Semakin banyak sumber daya dan kesempatan individu yang dimiliki dan semakin sedikit hambatan serta rintangan
yang diantisipasi maka semakin besar intensi tersebut dapat ditampilkan. Begitu juga sebaliknya ketika semakin sedikit sumber daya yang dihadapi serta
Universitas Sumatera Utara
6
banyaknya hambatan ketika perilaku tersebut ditampilkan maka kecil kemungkinan intensi tersebut dapat ditampilkan.
OCB dapat ditampilkan oleh karyawan ketika karyawan tersebut memiliki kesempatan serta mampu memberikan bantuan kepada karyawan lain sehingga
intensi OCB tersebut kemungkinan besar akan ditampilkan oleh karyawan. Akan tetapi ketika kesempatannya untuk berintensi OCB juga kurang, ditambah lagi
juga ketidakmampuannya dalam hal keahlian untuk berintensi OCB maka kemungkinan intensi OCB tidak dimunculkan. Selanjutnya Wahyu dkk. 2013
memaparkan penelitiannya bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif dengan intensi, yang berarti jika tidak adanya hambatan dan
adanya dukungan yang tinggi untuk berperilaku dari segala pihak dilingkungan kerja maka diharapkan semakin tinggi pula intensi karyawan untuk berperilaku.
George dalam Emanuel, Ariek 2011 mengatakan bahwa OCB dapat ditentukan oleh kepribadian seseorang. Sejalan dengan penelitian dari George,
Jones Brief 1992 yang berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk dapat membantu rekan kerjanya dapat dipengaruhi oleh faktor kepribadiannya.
Kepribadian merupakan hal yang unik dan relatif menetap pada karakter seseorang yang mempengaruhi tingkah laku dalam situasi yang berbeda. Terdapat
beberapa bukti empiris menyatakan bahwa kepribadian akan mempengaruhi kinerja individual setelah mereka bekerja Barrick Mount, 1991. Sejalan
dengan penelitian di atas Organ 1990 berpendapat bahwa perbedaan individu merupakan prediktor yang memainkan pengaruh penting pada seorang karyawan
sehingga karyawan tersebut akan menunjukkan OCB mereka. Dengan demikian, diyakini bahwa beberapa orang yang memperlihatkan siapa mereka atau
Universitas Sumatera Utara
7
bagaimana mereka memperlihatkan kepribadian mereka akan lebih memungkinkan untuk mereka menampilkan OCB.
Dalam kepribadian terdapat beberapa jenis kepribadian dan dalam penelitian ini peneiliti menggunakan teori kepribadian big five. Hal tersebut dikarenakan
terdapat banyak peneliti yang menggunakan teori big five dihubungkan dengan OCB. Raad 2000 mengemukakan bahwa teori big five dapat digunakan untuk
penelitian lintas budaya dan berbagai situasi, dengan hasil yang relatif stabil. Selanjutnya didukung McCrae Costa 2003, kelima dimensi dari teori big five
bersifat universal dan telah digunakan dalam penelitian di berbagai negara. Sejalan yang diungkapkan oleh beberapa tokoh di atas maka Londsbury,
Saudargas Gibson 2004 mengungkapkan kepribadian big-five sering digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan organisasi. Selanjutnya
Selama tiga dekade para trainer dan konsultan pada umumnya mengikuti asumsi Myers-Briggs Type Indicator MBTI namun sekarang model kepribadian yang
lebih diterima dan digunakan adalah Big Five Howard Howard, 2004. Model ini sangat didasarkan dari penelitian-penelitian cross-sectional, longitudinal, dan
penelitian selanjutnya Costa McCrae dalam Cavanaugh, 2006. Big Five adalah lima trait yang menjadi gagasan penting dalam
menggambarkan kepribadian seseorang Morris Maisto, 2005. Howard Howard 2004 menjelaskan bahwa masing-masing dimensi dari Big Five
Personality merupakan sebuah paket yang mencakup sepengaruhgkat trait selanjutnya cenderung terjadi bersamaan. Definisi kelima faktor tersebut
menunjukkan bahwa usaha untuk menggambarkan elemen umum dari sejumlah trait atau sub-faktor, di dalam masing-masing “paket”. Paket trait yang paling
Universitas Sumatera Utara
8
umum diterima adalah yang dikembangkan oleh Costa McCrae 1992. Tatanamanya dibentuk untuk populasi akademik dan klinis. Trait adalah pola
perilaku tertentu pikiran, tindakan, dan perasaan yang relatif menetap pada berbagai situasi Lahey, 2005.
Kepribadian big-five terdiri dari 5 tipe yang diungkapkan oleh McCrae Costa 1992 yaitu neuroticm, extraversion, openess, agreeableness, dan
conscientiousness. Berdasarkan dari teori big-five yang terdiri dari 5 tipe yang telah disebutkan diatas maka peneliti memilih satu tipe kepribadian yaitu tipe
kepribadian agreeableness. Hal tersebut dikarenakan banyak penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa agreeableness memiliki hubungan yang signifikan
dengan OCB. Sampath 2008 yang menyatakan bahwa OCB memiliki hubungan yang positif dengan kepribadian agreeableness. Dimana semakin tinggi ciri
agreeableness yang dimiliki oleh karyawan maka kecenderungannya untuk berperilaku OCB semakin besar.
Hal ini juga sejalan dengan yang dikatakan oleh Moorman Blakely dalam Seniati, 2004 menyatakan bahwa karakter sifat agreeableness sangat kuat
korelasinya dengan OCB. Hal ini berarti orang yang memiliki kepribadian ini mempunyai cara untuk menciptakan ikatan-ikatan keluarga dengan orang lain
yang tidak memiliki hubungan darah tetapi secara sosial dekat. Karyawan yang sifat agreeableness cenderung menjaga keharmonisan dalam hubungan yang
kurang nyaman dalam bekerja dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompok.
Mc Crae Costa 1992 menjelaskan kepribadian agreeableness adalah karakter kepribadian yang memiliki ciri-ciri individu lembut, dapat dipercaya,
Universitas Sumatera Utara
9
suka membantu, memaafkan, mudah percaya, apa-adanya. Individu yang memiliki sifat agreeableness dapat dikatakan individu yang suka membantu. Individu yang
memiliki sifat ini memiliki keinginan untuk membantu teman sekerja yang membutuhkan meskipun itu diluar dari tanggung jawabnya di organisasi tempat
dia bekerja. Selanjutnya Organ dalam Brahmana Sofyandi, 2007 mengatakan perilaku menolong orang lain tanpa adanya paksaan merupakan salah satu dimensi
OCB. Selain sifat yang penolong, agreeableness memiliki sifat apa adanya tanpa
ada niat untuk tidak jujur yang dapat menimbulkan konflik antara karyawan. Dengan begitu banyak alasan dalam penyelesaian tugas yang dapat menghambat
aktivitas organisasi. Selanjutnya didukung sifat yang pemaaf, dimana ketika terjadi konflik di dalam organisasi individu yang memiliki sifat agreeableness
yaitu mudah memaafkan demi terjalinnya hubungan yang baik antar karyawan di dalam organisasi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Seniati
2004 mengatakan bahwa individu yang memiliki sifat atau karakter agreeableness cenderung mampu menjaga keharmonisan dalam hubungan yang
kurang nyaman dalam bekerja dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompok.
Sifat dapat dipercaya, dimana dalam menyelesaikan pekerjaan individu ini bertanggung jawab untuk menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya dan dapat
dipercaya dalam menyimpan rahasia perusahaan, rahasia pribadi rekan kerja yang membuat individu ini dapat diandalkan dalam pekerjaan maupun sebagai teman
yang baik buat rekan kerjanya. Selain sifatnya yang dapat dipercaya Ia juga
Universitas Sumatera Utara
10
memiliki sifat yang lembut dalam bergaul sehingga individu mudah menjalin hubungan yang akrab dengan rekan kerjanya.
Dengan mengetahui pentingnya pengaruh OCB terhadap keberhasilan suatu perusahaan maka sangat dibutuhkan penelitian yang mengangkat kajian OCB
khususnya di dunia organisasi. Kajian ini dapat membantu khususnya bagi Universitas Sari Mutiara Indonesia yang baru berdiri pada tahun 2013. Kondisi ini
membuat Universitas ini harus mampu bersaing dengan Universitas lain yang ada di Sumatera Utara. Universitas Sari Mutiara Indonesia mampu mengembangkan
mutunya dan supaya dapat bersaing dengan Universitas lainnya maka organisasi ini melakukan pengembangan dari segi eksternal dari luar organisasi dan
internal dari dalam organisasi. Pengembangan dari segi eksternal adalah dengan membangun jaringan kerja sama dengan asosiasi profesi di Sumatera Utara yang
telah terjalin dengan sangat harmonis antara lain dengan Aptisi, IBI, PPNI, IAKMI, Perbarindo, Apindo, PUM dan beberapa asosiasi profesi lain Harian
Sumut Pos, 2013 Pengembangan dari segi internal terdiri dari fisik dan nonfisik. Dari segi fisik
mengembangkan kampus yang representatif, membangun gedung baru dan merenovasi gedung lama dengan menambah kelas dan ruang laboratorium,
ruangan perpustakaan, serta berbagai ruangan yang dibutuhkan serta sarana olah raga. Selanjutnya dari segi non fisik, USMI juga telah melakukan pembenahan
SDM Harian Sumut Pos, 2013. Dengan adanya perubahan dari Sekolah Tinggi menjadi Universitas membuat
jurusan bertambah yang dulunya bergerak di dunia kesehatan, kini telah bertambah keranah sosial Harian Sumut Pos, 2013. Dengan penambahan
Universitas Sumatera Utara
11
tersebut membuat tugas masing-masing karyawan bertambah, meskipun untuk penambahan jurusan pihak Universitas telah menambah karyawan sesuai dengan
pendidikan masing-masing akan tetapi jumlah karyawan masih tergolong kurang. Hal ini terlihat dari wawancara personal dibawah ini.
Disini sih kerjanya saling membantu, soalnya SDM yang masih kurang memadai sehingga harus membantu unit lain yang membutuhkan.
Wawancara Personal, J, 5 Mei 2014
Berdasarkan hasil wawancara pada karyawan USMI, didapat bahwa perusahaan mengharapkan masing-masing karyawan untuk dapat saling
membantu serta mengerjakan tugas melebihi dari tugas pokoknya sebagai bentuk sikap mendukung kemajuan pada perusahaan USMI. Hal ini terjadi karena jumlah
SDM yang kurang memadai sehingga sangat dibutuhkan masing-masing unit untuk saling membantu. Hal tersebut didukung oleh teori Robbins 2007 bahwa
organisasi yang sukses akan membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas yang biasa mereka lakukan, memberikan kinerja yang melebihi
harapan perusahaan dengan bersedia mengajukan diri untuk kerja ekstra, patuh pada aturan, dan fleksibel dalam bekerja.
Harapan USMI sejalan dengan tindakan yang dilakukan oleh para karyawan, hal tersebut terlihat dari hasil observasi bahwa ketika mengerjakan laporan terlihat
oleh peneliti para karyawan tersebut pulang hingga larut malam melebihi dari jam kerja dan ditambah lagi peneliti mewawancarai beberapa karyawan di program
studi X yang ada di USMI. Berikut kutipan wawancara:
Universitas Sumatera Utara
12
Saya merasa tidak keberatan jika pulang harus larut malam, yang penting tugas kami tidak terkendala. Kadang kalau saya tidak bisa
pulang larut malam karena rumah saya jauh biasanya tugas saya bawa pulang. Jadi tugas saya tetap berjalan dan yang lain tidak terkendala.
Wawancara Personal B, 5 Mei 2014
Berdasarkan wawancara di atas, karyawan B mengerjakan tugas melebihi dari tuntutan perusahaan padanya. Tindakan yang dilakukan oleh karyawan demi
kemajuan perusahaan. Selanjutnya terdapat juga karyawan lain yang memiliki sikap menolong pada rekan kerjanya. Berikut kutipan wawancara:
Saya sempat tiga hari menjadi tenaga administrasi karena karyawan administrasinya sedang cuti dan saya senang-senang aja tanpa ada
merasa keberatan, lagian tugas saya juga masih bisa dibagilah. Jika tidak ada yang menggantikan jadi susah apalagi saat ini program studi
kami lagi sibuk-sibuknya Wawancara Personal, A, 5 Mei 2014.
Berdasarkan wawancara diatas karyawan A memiliki keinginan sendiri tanpa adanya paksaan dalam membantu rekan kerja. Kondisi tersebut membuat proses
administrasi diprogram studinya tidak mengalami kendala karena adanya karyawan yang menggantikan karyawan administrasi yang sedang cuti.
Berdasarkan wawancara dari beberapa karyawan di USMI terlihat bahwa karyawan tersebut dengan sukarela membantu rekan kerja, bekerja melebihi
tuntutan dari perusahaan tanpa adanya mengharapkan hadiah atau imbalan dari
Universitas Sumatera Utara
13
perusahaan tersebut. Hal ini dilakukan mereka demi kemajuan perusahaan ditempat mereka bekerja. Keadaan yang ditunjukkan oleh perilaku karyawan
USMI menampakkan bentuk dari Organizational Citizenship Behavior OCB. Hal tersebut didukung oleh Organ 1997 dalam Ehtiyar, Alan Omuris 2010
yang mengatakan tindakan sukarela dari individu dan dilakukan demi kepentingan dalam membantu produktivitas organisasi dapat disebut OCB.
Dengan mengetahui pentingnya pengaruh OCB terhadap kemajuan dari perusahaan sehingga dirasa perlu untuk meningkatkannya. Oleh sebab itu maka
peneliti mencoba menerapkan teory plainned behavior dan kepribadian dapat diterapkan pada intensi OCB. Pada penelitian ini ingin melihat bagaimana
pengaruh kepribadian agreeableness, sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap OCB.
B. RUMUSAN MASALAH