20
4. Intensi Organizational Citizenship Behavior
Berdasarkan pemahaman tentang makna intensi melalui perspektif theory of planned behavior dan makna dari Organizational Citizenship Behavior OCB
literatur yang ada maka dapat dirumuskan definisi dari intensi. Intensi Organizational Citizenship Behavior OCB berdasarkan planned behavior dan
dimensi organizational citizenship behavior dari Organ, Podsakoff Mackenzie 2006 sehingga mempunyai pemahaman yang jelas dalam pengukurannya.
Intensi OCB diartikan sebagai keinginan untuk menampilkan perilaku diluar dari kewajiban dan tanggung jawabnya pada perusahaan dan merupakan pilihan
pribadi serta tidak mengharapkan hadiah yang diberikan perusahaan padanya. Keinginan ini merupakan pilihan sendiri tanpa adanya perintah atau paksaan dari
perusahaan untuk melakukannya. Hal ini semata-mata dilakukan merupakan tindakan pilihan pribadi demi meningkatkan keuntungan perusahaan. Berdasarkan
penjabaran diatas maka intensi OCB dapat disimpulkan adalah perilaku sukarela yang dilakukan individu di luar tanggung jawabnya terhadap perusahaan akan
tetapi perilaku tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan tempai ia bekerja.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu: a Budaya dan Iklim Organisasi
Menurut Organ; Podsakoff; Mackenzie 2006 terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi yang
dapat memunculkan organizational Citizenship Behavior di kalangan karyawan. Iklim organisasi diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap
Universitas Sumatera Utara
21
keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan
karyawanannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan sejauh mana jumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi
serta lingkungan eksternalnya. b Motivasi Intrinsik
OCB muncul sebagai suatu bentuk perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang meliputi kepribadian serta minat tertentu.
Selanjutnya motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian
diri. Motivasi merupakan kondisi yang mengerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, motivasi berarti
suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan yang berlangsung secara sadar Robbins, 2001. Selanjutnya
Konovsky Organ 1995 mengatakan bahwa faktor bawaan atau karakteristik psikologis individu seperti kepribadian, kebutuhan psikologis dan sikap
merupakan prediktor OCB. Diketahui bahwa yang sadar, optimis, empatik dan berorientasi pada tim lebih cenderung menunjukkan perilaku OCB.
c Gaya Kepemimpinan Menurut Organ, Podsakoff Mackenzie 2006 bahwa gaya
kepemimpinan berpotensi untuk memunculkan OCB dengan mengubah struktur tugas karyawan, kondisi yang menekan untuk melakukan kerja, dan
atau bawahan dapat mengembangkan kemampuannya. Ketika gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pemimpin dipersepsikan baik atau positif
Universitas Sumatera Utara
22
hal ini dapat meningkatkan rasa percaya dan hormat dari bawahannya terhadap atasannya sehingga mereka menjadi termotivasi untuk melakukan lebih
daripada yang diharapkan oleh atasannya. Gaya kepemimpinan ini dapat disimpulkan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pemimpin untuk
menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi bawahannya sehingga menciptakan rasa percaya bawahan serta dapat meningkatkan motivasi kerja
bawahan. Menurut Graham dalam Gibson, 2003 menyatakan proses modeling yang
dilakukan oleh atasan dapat menginspirasi para karyawan untuk melakukan OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus
didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap
bawahan, sebaliknya bawahanpun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan
berusaha berbuat lebih dari yang diharapkan oleh perusahaan. d Jenis Kelamin
Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya OCB. Adat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan
OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria Lovell, Kahn, Anton, Davidson, Dowling, Post Mason, 1999.
e Kepuasan Kerja Spector Robbins Judge, 2009, mengemukakan bahwa kepuasan kerja
adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Kepuasan bisa berupa perasaan positif mengenai hasil sebuah karyawanan dari sebuah evaluasi
Universitas Sumatera Utara
23
dengan karakteristiknya. Seorang karyawan yang merasa puas terhadap karyawan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan
cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap karyawanan dan organisasinya.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counter productive karyawan Robbins Judge, 2009. Tokoh
lain yaitu Organ, Podsakoff, dan MacKenzie 2006 mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, ketika karyawan telah puas
dengan karyawanannya maka mereka akan membalasnya. Pembalasan tersebut merupakan perasaan saling memiliki sense of belonging yang kuat terhadap
organisasi dan akan memunculkan perilaku seperti organizational citizenship Behavior.
f Keadilan Karyawan merasa diperlukan secara adil oleh organisasi baru ia akan
menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperoleh secara adil. Sejumlah
studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara keadilan dengan OCB. Keadilan sangat berpengaruh terhadap karyawan, yaitu mempengaruhi
dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selajutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas diluar persyaratan kerja
tertentu Luthans, 2006. g Masa Kerja
Karyawan yang telah lama bekerja disuatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi
Universitas Sumatera Utara
24
maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih
mengutamakan kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan
berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi Konovsky Organ, 1995.
B. BIG-FIVE PERSONALITY 1. Definisi Big-five personality
Teori big five personality merupakan salah satu adaptasi dari trait theory yang dikemukakan oleh Eysenck, Cattel dan tokoh-tokoh lainnya. Big five
disusun bukan untuk menggolongkan individu kedalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang
disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari
Pervin,Cervone John, 2005.
Big five personality adalah lima trait yang menjadi gagasan utama dalam menggambarkan kepribadian seseorang Morris Maisto, 2005. Selanjutnya
Howard Howard 2004 menjelaskan bahwa masing-masing dimensi big five personality seperti sebuah paket yang mencakup sepengaruhgkat trait
yang kemudian cenderung terjadi bersamaan. Trait adalah pola perilaku tertentu pikiran, tindakan dan perasaan yang relatif menetap pada berbagai
situasi Lahey, 2005
.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Dimensi Big Five
McCrae dan Costa 1992 menyebutkan bahwa dimensi big five personality terdiri dari 5 dimensi yaitu neuroticism, extraversion, openness,
agreeableness, dan conscientiousness. Masing-masing dari 5 dimensi ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a Neuroticism: cemas, gugup, emosional, tidak aman, kurang penyesuaian, kesedihan yang tidak beralasan.
b Extraversion: dapat bersosialisasi, senang berbicara, berorintasi pada orang lain, optimis, menyenangkan, lembut.
c Openness: ingin tahu, minat yang luas, kreatif, orisinal, imajinatif, tidak tradisional.
d Agreeableness: lembut, dapat dipercaya, suka membantu, memaafkan, mudah percaya, apa adanya.
e Conscientiousness: teratur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, cermat, rapi, ambisious, keras hati.
Dalam penelitian ini peneliti memilih salah satu dimensi big five yaitu agreeableness. Hal tersebut dikarenakan banyak penelitian yang mengatakan
bahwa dimensi agreeableness memiliki hubungan dengan OCB. Agreeableness yaitu karakter ini mengacu pada kecenderungan individu untuk tunduk kepada
orang lain Robbins, 2001. Selanjutnya Costa McCrae dalam Vovianti, Ruya Aktas 2010 menyatakan bahwa agreeableness yaitu individual yang
mengindikasikan sebagai seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, seseorang yang sangat peka, menghindari konflik dan memiliki
kecenderungan untuk mengikuti orang lain.
Universitas Sumatera Utara
26
Demikian halnya juga Pervin, Cervone John 2005 mengungkapkan mengenai kepribadian agreeableness yaitu mengukur sejauh mana seseorang
berperilaku antagonis ataupun memiliki kedekatan dalam hubungan interpersonal. Variabel agreeableness ini diukur berdasarkan sifat karakterististik. Skor tinggi:
berhati lembut, memiliki keinginan bekerja sama, mudah percaya, suka menolong, pemaaf, jujur.
Berdasarkan beberapa peneliti diatas maka agreeableness adalah karakter kepribadian mulai dari kecenderungannya untuk berperilaku berlawanan pada
orang lain hingga sejalan atau bahkan tunduk pada orang lain.
C. SIKAP
Selanjutnya Ajzen 2005, sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi atau perilaku dan minat tertentu.
Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut yang
dapat diistilahkan dengan keyakinan terhadap perilaku. Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu atau beberapa atribut
lainnya. Selanjutnya, seorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat
menghasilkan hasil yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif begitu juga sebaliknya tingkah laku dapat menghasilkan hasil yang negatif
maka individu tersebut memiliki sikap yang negatif.
Universitas Sumatera Utara
27
D. NORMA SUBJEKTIF
Norma subjektif dapat dijelaskan sebagai dorongan sosial yang menentukan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu Ajzen, 1988.
Sedangkan Schiffman Kanuk 2000 menyatakan bahwa norma subjektif dapat mempengaruhi individu dalam bertindak dan berperilaku tertentu, yang dapat
diukur secara langsung dengan menilai perasaan individu sebagaimana ada sangkut-pautnya dengan bagaimana orang lain keluarga dan teman berpikir
tentang keputusan yang akan diambil oleh individu tersebut, apakah keputusan
tersebut menguntungkan atau tidak bagi semua pihak.
Norma subjektif dalam hal ini merupakan antesenden ke dua dalam konstruk theory of planned behavior yang menentukan seberapa besar intensi seseorang
terhadap sebuah perilaku. Norma subjektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan
dilakukannya kepercayaan normatif. Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh
orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Ajzen Fishbein 1980 menggunakan istilah
keinginan untuk mmengikuti untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau
tidak. Menurut Ajzen 2005 norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi
individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak terhadap suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok
tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila
Universitas Sumatera Utara
28
individu meyakini apa yang telah menjadi norma kelompok, maka individu mematuhi dan dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya.
Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif dan keinginan untuk mengikuti. Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal
dari orang lain atau kelompok yang berpengaruh bagi individu seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang
terlibat. Norma subjektif tidak hanya dapat ditentukan oleh orang acuan akan tetapi
juga dapat ditentukan oleh motivasi untuk menuruti. Secara umum, individu yakin bahwa kebanyakan orang acuan akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku
tertentu dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya individu yang yakin bahwa
kebanyakan kelompok yang berpengaruh pada individu akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti
perilaku tertentu, maka hal ini menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang dapat menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan
perilaku tersebut.
E. KONTROL PERILAKU YANG DIPERSEPSIKAN
Kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu
memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku tersebut, selanjutnya individu dapat melakukan perkiraan atas kemampuan dirinya apakah subjek
mempunyai kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
29
perilaku tersebut Ajzen, 1988. Selanjutnya dalam Engel, Blackwell Miniard 1995 menyatakan kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat mempresentasikan
kepercayaan orang tentang seberapa mudah individu menunjukkan perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki
kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku, individu tidak memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut.
Kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki pengaruhan penting dalam menghubungkan pengaruh masa lalu dengan perilaku. Selanjutnya pengalaman
masa lalu dan perilaku adalah sumber paling penting dari informasi kontrol perilaku Ajzen, 2001. Selanjutnya menurut Ajzen 2005, kontrol perilaku yang
dipersepsikan adalah suatu fungsi dari keyakinan yaitu keyakinan mengenai ada dan tidaknya faktor yang mendukung atau menghambat dirinya untuk
menampilkan perilaku. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman masa lalu dari perilaku tersebut, akan tetapi juga dipengaruhi oleh informasi pendukung
mengenai perilaku tersebut melalui observasi ataupun faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan dalam menampilkan perilaku tersebut.
kontrol perilaku yang dipersepsikan terdiri dari dua komponen yaitu keyakinan mengontrol dan kekuatan mengontrol. Keyakinan mengontrol adalah keyakinan
seseorang memiliki atau tidak memiliki kapasitas untuk melakukan perilaku tersebut. Selanjutnya kekuatan mengontrol adalah seberapa besar kapasitas
tersebut untuk mengontrol agar perilaku tersebut ditampilkan. Dalam Ismail Zain 2008 kontrol perilaku yang dipersepsikan
menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan
Universitas Sumatera Utara
30
persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu sehubungan dengan perilaku tertentu. Selanjutnya Ajzen dalam Ismail Zain 2008 menjelaskan
bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri akan tetapi akan tetapi individu tersebut membutuhkan kontrol terhadap diri subjek.
F. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL 1. Pengaruh Agreeableness terhadap Intensi OCB
Setiap orang berbeda-beda dalam menunjukkan OCB dalam bekerja. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh kepribadiannya Organ, 1990. Kepribadian
mengacu pada pola abadi dari pikiran, emosi dan perilaku yang tidak mungkin berubah dari waktu-kewaktu dan dapat menjelaskan perilaku individu dalam
situasi yang berbeda Costa McCrae dalam Singh Sigh 2009. Banyak studi yang melakukan penelitian tentang hubungan OCB dengan kepribadian
agreeableness. Kepribadian agreeablessnes menurut Bariick Mount, 1996, Witt, Burke, Barrick Mount 2002 yaitu orang yang sangat ramah, baik
hati, kooperatif, membantu, sopan dan fleksibel. Kemudian Barrick, Stewart Piotrowski 2002 menyatakan bahwa individu yang memiliki sifat
agreeablesness memiliki keinginan untuk bergaul. Karakter agreeableness yang ramah, baik hati, keinginan bergaul serta penolong dapat meningkatkan
intensi OCB. Kepribadian agreeableness digambarkan individu yang memiliki sifat
yang sopan, fleksibel, percaya, baik hati, kooperatif, pemaaf berhati lembut dan toleran Barrick dan Mount 1991 dalam Aykler 2010. Konsekuensi
dari sifat ramah dan menyenangkan terhadap orang lain berkolerasi positif
Universitas Sumatera Utara
31
dengan dimensi OCB yaitu menolong, sopan, sportif sebagai orang-orang yang menawarkan bantuan secara sukarela untuk bereaksi terhadap kebutuhan
orang lain tanpa menyinggung orang yang diberi bantuan Organ, Padsakoff dan Mackenzie 2006 dalam Aykler 2010 . Sejalan oleh penelitian Organ
Konovsky 1996 dalam Aykler 2010 yang menyatakan bahwa kepribadian agreeableness memiliki hubungan dengan OCB. Hubungannya
signifikan antara agreeableness dengan dimensi OCB yaitu menolong, sopan, sportif.
Menolong adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai
tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini sangat sesuai dengan karakter kepribadian agreeableness yang memiliki sifat
berkeinginan untuk memberikan pertolongan bagi rekan kerja yang membutuhkan. Selanjutnya untuk dimensi sopan, menjaga hubungan baik
dengan rekan kerja akan terhindar dari masalah-masalah interpersonal. Dimensi ini juga berhubungan dengan karakter agreeableness yang memiliki
keinginan untuk bergaul, kerjasama, pemaaf pada rekan kerja sehingga meminimalkan atau menghindari konflik interpersonal. Dan terakhir sportif,
perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang
memiliki sportif yang tinggi akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan. Karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain
sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan Organ, Dennis, Philip, Podsakoff Scott, 2006.
Universitas Sumatera Utara
32
Sejalan dengan penelitian Borman Motowidlo 1993 dalam Kottke, 2009 yang menyatakan kepribadian dapat mengukur perilaku menolong
yang merupakan salah satu aspek OCB. Perilaku menolong memiliki hubungan yang konsisten secara positif terhadap kepribadian agreeableness.
Oleh sebab itu maka semakin tinggi karakter agreeableness yang dimiliki individu maka intensi perilaku menolong akan ditampilkan. Perilaku
membantu tersebut merupakan bagian dari perilaku OCB.
2. Pengaruh Sikap terhadap Intensi OCB
Sikap adalah penilaian positif dan negatif yang dimiliki individu terhadap perilaku yang ditampilkan Ajzen, 2005. Sikap ini dapat dihubungkan dengan
perilaku, semakin favorable perilaku tersebut maka kecenderungan untuk berperilaku juga semakin tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa perilaku yang
dianggap baik dan keuntungan yang diperoleh lebih banyaklebih baik maka intensi untuk melakukan perilaku akan semakin lebih tinggi. Dalam intensi
OCB, Sumaiya Samaya 2013 menyatakan bahwa semakin positif sikap seorang individu terhadap organisasi maka perilaku menolong akan semakin
meningkat pula. Demikian sebaliknya semakin negatif sikap terhadap organisasi maka perilaku menolong semakin rendah. Sikap positif terhadap
organisasi ini merupakan penilaian individu bahwa perilaku menolong yang ia lakukan akan memberikan dampak positif terhadap dirinya. Hal inilah yang
selanjutnya meningkatkan intensi untuk melakukan perilaku menolong sebagai salah satu dimensi OCB.
Universitas Sumatera Utara
33
3. Pengaruh Norma subjektif terhadap Intensi OCB