INTENSI 1. Defenisi Intensi LANDASAN TEORI

17

BAB II LANDASAN TEORI

A. INTENSI 1. Defenisi Intensi

Intensi menurut Ajzen Fishbein 1980 adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Selanjutnya Bandura 1986 mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu dimasa yang akan datang. Intensi merupakan indikasi kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perilaku dan menjadi anteseden langsung dari perilaku tersebut. Intensi dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu maka semakin berhasil melakukan perilaku tersebut. Intensi adalah fungsi dari kepercayaan dan informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi dapat berubah karena waktu Ajzen, 2005. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka intensi adalah komponen yang ada pada diri individu mengacu pada keinginan untuk dapat menampilkan perilaku tertentu serta dipengaruhi oleh kepercayaan atau informasi penting mengenai perilaku yang ditampilkan dan perilaku tersebut dapat berubah sejalan berjalannya waktu. Universitas Sumatera Utara 18

2. Aspek Intensi

Adapun aspek intensi yang diungkapkan oleh Fishbein Ajzen dalam Ajzen, 2005 adalah sebagai berikut: a. Tindakan: perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan b. Sasaran: objek yang menjadi sasaran perilaku c. Situasi: Situasi yang mendukung perilaku tersebut di wujudkan d. Waktu: waktu terjadinya perilaku meliputi waktu tertentu, dalam suatu periode atau tidak terbatas dalam satu periode. Misalnya waktu yang spesifik hari tertentu, jam tertentu, periode tertentu bulan tertentu. Waktu yang tidak terbatas waktu masa yang akan datang.

3. Organizational Citizenship Behavior a.

Definisi Organizational Citizenship Behavior Organizational Citizenship Behavior OCB dapat didefinisikan sebagai perilaku menguntungkan yang dilakukan oleh karyawan secara bebas dari ketentuan atau kewajiban dengan tujuan untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi Garg Rastogi, 2006. Selanjutnya ditambahkan lagi oleh Organ dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie, 2006. Organizational Citizenship Behavior OCB adalah perilaku individu yang bebas, tidak secara langsung atau eksplisit diakui dalam sistem pemberian penghargaan dan dalam mempromosikan fungsi efektif organisasi. Dengan kata lain, OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi pengaruh yang diwajibkan, yang tidak secara langsung mendapat hadiah. Bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan kewajiban dan tuntutan dari perusahaan akan tetapi kerelaan dari karyawan untuk Universitas Sumatera Utara 19 melakukan dan tindakan tersebut dapat menguntungkan bagi pihak perusahaan Podsakoff, dalam Organ, Podsakoff, MacKenzie, 2006. Robbins Judge 2009 mengemukakan bahwa OCB adalah perilaku yang merupakan pilihan pribadi karyawan diluar dari kewajiban formal dari perusahaan, namun perilaku tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan Daft 2003 juga menyatakan bahwa Organizational Citizenship Behavior OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi persyaratan kerja dari perusahaan dan memberikan kesuksesan organisasi. Seorang karyawan dapat menampilkan perilaku OCB dengan cara membantu rekan sekerja dan pelanggan, melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu memecahkan masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur. OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas di luar kewajibannya, mematuhi aturan- aturan dan prosedur-prosedur ditempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu Aldag Resckhe, 1997 Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior OCB merupakan perilaku yang menguntungkan ditampilkan oleh karyawan yang tidak hanya melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya saja namun karyawan juga melakukan lebih daripada apa yang menjadi tanggung jawabnya tanpa secara langsung mendapat hadiah dari organisasi dan tindakannya tersebut semata-mata hanya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya. Universitas Sumatera Utara 20

4. Intensi Organizational Citizenship Behavior

Berdasarkan pemahaman tentang makna intensi melalui perspektif theory of planned behavior dan makna dari Organizational Citizenship Behavior OCB literatur yang ada maka dapat dirumuskan definisi dari intensi. Intensi Organizational Citizenship Behavior OCB berdasarkan planned behavior dan dimensi organizational citizenship behavior dari Organ, Podsakoff Mackenzie 2006 sehingga mempunyai pemahaman yang jelas dalam pengukurannya. Intensi OCB diartikan sebagai keinginan untuk menampilkan perilaku diluar dari kewajiban dan tanggung jawabnya pada perusahaan dan merupakan pilihan pribadi serta tidak mengharapkan hadiah yang diberikan perusahaan padanya. Keinginan ini merupakan pilihan sendiri tanpa adanya perintah atau paksaan dari perusahaan untuk melakukannya. Hal ini semata-mata dilakukan merupakan tindakan pilihan pribadi demi meningkatkan keuntungan perusahaan. Berdasarkan penjabaran diatas maka intensi OCB dapat disimpulkan adalah perilaku sukarela yang dilakukan individu di luar tanggung jawabnya terhadap perusahaan akan tetapi perilaku tersebut dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan tempai ia bekerja.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi OCB, yaitu: a Budaya dan Iklim Organisasi Menurut Organ; Podsakoff; Mackenzie 2006 terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi yang dapat memunculkan organizational Citizenship Behavior di kalangan karyawan. Iklim organisasi diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap Universitas Sumatera Utara 21 keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan karyawanannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan sejauh mana jumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya. b Motivasi Intrinsik OCB muncul sebagai suatu bentuk perwujudan dari motivasi intrinsik yang ada dalam diri seseorang meliputi kepribadian serta minat tertentu. Selanjutnya motivasi didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Motivasi merupakan kondisi yang mengerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu perbuatan yang berlangsung secara sadar Robbins, 2001. Selanjutnya Konovsky Organ 1995 mengatakan bahwa faktor bawaan atau karakteristik psikologis individu seperti kepribadian, kebutuhan psikologis dan sikap merupakan prediktor OCB. Diketahui bahwa yang sadar, optimis, empatik dan berorientasi pada tim lebih cenderung menunjukkan perilaku OCB. c Gaya Kepemimpinan Menurut Organ, Podsakoff Mackenzie 2006 bahwa gaya kepemimpinan berpotensi untuk memunculkan OCB dengan mengubah struktur tugas karyawan, kondisi yang menekan untuk melakukan kerja, dan atau bawahan dapat mengembangkan kemampuannya. Ketika gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pemimpin dipersepsikan baik atau positif Universitas Sumatera Utara 22 hal ini dapat meningkatkan rasa percaya dan hormat dari bawahannya terhadap atasannya sehingga mereka menjadi termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan oleh atasannya. Gaya kepemimpinan ini dapat disimpulkan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pemimpin untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi bawahannya sehingga menciptakan rasa percaya bawahan serta dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan. Menurut Graham dalam Gibson, 2003 menyatakan proses modeling yang dilakukan oleh atasan dapat menginspirasi para karyawan untuk melakukan OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahanpun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih dari yang diharapkan oleh perusahaan. d Jenis Kelamin Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya OCB. Adat perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria Lovell, Kahn, Anton, Davidson, Dowling, Post Mason, 1999. e Kepuasan Kerja Spector Robbins Judge, 2009, mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Kepuasan bisa berupa perasaan positif mengenai hasil sebuah karyawanan dari sebuah evaluasi Universitas Sumatera Utara 23 dengan karakteristiknya. Seorang karyawan yang merasa puas terhadap karyawan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap karyawanan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counter productive karyawan Robbins Judge, 2009. Tokoh lain yaitu Organ, Podsakoff, dan MacKenzie 2006 mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, ketika karyawan telah puas dengan karyawanannya maka mereka akan membalasnya. Pembalasan tersebut merupakan perasaan saling memiliki sense of belonging yang kuat terhadap organisasi dan akan memunculkan perilaku seperti organizational citizenship Behavior. f Keadilan Karyawan merasa diperlukan secara adil oleh organisasi baru ia akan menunjukkan perilaku OCB. Hal ini termasuk juga bahwa karyawan dapat merasakan prosedur kerja dan hasil kerja yang diperoleh secara adil. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara keadilan dengan OCB. Keadilan sangat berpengaruh terhadap karyawan, yaitu mempengaruhi dukungan organisasi yang mereka rasakan dan selajutnya mendorong mereka untuk membalas dengan OCB, yakni melakukan tugas diluar persyaratan kerja tertentu Luthans, 2006. g Masa Kerja Karyawan yang telah lama bekerja disuatu organisasi akan memiliki keterikatan yang lebih mendalam, baik dengan organisasi Universitas Sumatera Utara 24 maupun dengan rekan kerjanya sehingga individu memiliki orientasi kolektif dalam bekerja. Dengan kata lain, mereka akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadinya sehingga mereka lebih cenderung bersedia menolong rekan kerjanya dan berbuat lebih terhadap pencapaian organisasi Konovsky Organ, 1995.

B. BIG-FIVE PERSONALITY 1. Definisi Big-five personality

Teori big five personality merupakan salah satu adaptasi dari trait theory yang dikemukakan oleh Eysenck, Cattel dan tokoh-tokoh lainnya. Big five disusun bukan untuk menggolongkan individu kedalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari Pervin,Cervone John, 2005. Big five personality adalah lima trait yang menjadi gagasan utama dalam menggambarkan kepribadian seseorang Morris Maisto, 2005. Selanjutnya Howard Howard 2004 menjelaskan bahwa masing-masing dimensi big five personality seperti sebuah paket yang mencakup sepengaruhgkat trait yang kemudian cenderung terjadi bersamaan. Trait adalah pola perilaku tertentu pikiran, tindakan dan perasaan yang relatif menetap pada berbagai situasi Lahey, 2005 . Universitas Sumatera Utara 25

2. Dimensi Big Five

McCrae dan Costa 1992 menyebutkan bahwa dimensi big five personality terdiri dari 5 dimensi yaitu neuroticism, extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness. Masing-masing dari 5 dimensi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a Neuroticism: cemas, gugup, emosional, tidak aman, kurang penyesuaian, kesedihan yang tidak beralasan. b Extraversion: dapat bersosialisasi, senang berbicara, berorintasi pada orang lain, optimis, menyenangkan, lembut. c Openness: ingin tahu, minat yang luas, kreatif, orisinal, imajinatif, tidak tradisional. d Agreeableness: lembut, dapat dipercaya, suka membantu, memaafkan, mudah percaya, apa adanya. e Conscientiousness: teratur, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, cermat, rapi, ambisious, keras hati. Dalam penelitian ini peneliti memilih salah satu dimensi big five yaitu agreeableness. Hal tersebut dikarenakan banyak penelitian yang mengatakan bahwa dimensi agreeableness memiliki hubungan dengan OCB. Agreeableness yaitu karakter ini mengacu pada kecenderungan individu untuk tunduk kepada orang lain Robbins, 2001. Selanjutnya Costa McCrae dalam Vovianti, Ruya Aktas 2010 menyatakan bahwa agreeableness yaitu individual yang mengindikasikan sebagai seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, seseorang yang sangat peka, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Universitas Sumatera Utara 26 Demikian halnya juga Pervin, Cervone John 2005 mengungkapkan mengenai kepribadian agreeableness yaitu mengukur sejauh mana seseorang berperilaku antagonis ataupun memiliki kedekatan dalam hubungan interpersonal. Variabel agreeableness ini diukur berdasarkan sifat karakterististik. Skor tinggi: berhati lembut, memiliki keinginan bekerja sama, mudah percaya, suka menolong, pemaaf, jujur. Berdasarkan beberapa peneliti diatas maka agreeableness adalah karakter kepribadian mulai dari kecenderungannya untuk berperilaku berlawanan pada orang lain hingga sejalan atau bahkan tunduk pada orang lain.

C. SIKAP

Selanjutnya Ajzen 2005, sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi atau perilaku dan minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut yang dapat diistilahkan dengan keyakinan terhadap perilaku. Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu atau beberapa atribut lainnya. Selanjutnya, seorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan hasil yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif begitu juga sebaliknya tingkah laku dapat menghasilkan hasil yang negatif maka individu tersebut memiliki sikap yang negatif. Universitas Sumatera Utara 27

D. NORMA SUBJEKTIF

Norma subjektif dapat dijelaskan sebagai dorongan sosial yang menentukan seseorang melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu Ajzen, 1988. Sedangkan Schiffman Kanuk 2000 menyatakan bahwa norma subjektif dapat mempengaruhi individu dalam bertindak dan berperilaku tertentu, yang dapat diukur secara langsung dengan menilai perasaan individu sebagaimana ada sangkut-pautnya dengan bagaimana orang lain keluarga dan teman berpikir tentang keputusan yang akan diambil oleh individu tersebut, apakah keputusan tersebut menguntungkan atau tidak bagi semua pihak. Norma subjektif dalam hal ini merupakan antesenden ke dua dalam konstruk theory of planned behavior yang menentukan seberapa besar intensi seseorang terhadap sebuah perilaku. Norma subjektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya kepercayaan normatif. Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Ajzen Fishbein 1980 menggunakan istilah keinginan untuk mmengikuti untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak. Menurut Ajzen 2005 norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak terhadap suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila Universitas Sumatera Utara 28 individu meyakini apa yang telah menjadi norma kelompok, maka individu mematuhi dan dapat membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif dan keinginan untuk mengikuti. Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari orang lain atau kelompok yang berpengaruh bagi individu seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Norma subjektif tidak hanya dapat ditentukan oleh orang acuan akan tetapi juga dapat ditentukan oleh motivasi untuk menuruti. Secara umum, individu yakin bahwa kebanyakan orang acuan akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya individu yang yakin bahwa kebanyakan kelompok yang berpengaruh pada individu akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang dapat menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut.

E. KONTROL PERILAKU YANG DIPERSEPSIKAN

Kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku tersebut, selanjutnya individu dapat melakukan perkiraan atas kemampuan dirinya apakah subjek mempunyai kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan Universitas Sumatera Utara 29 perilaku tersebut Ajzen, 1988. Selanjutnya dalam Engel, Blackwell Miniard 1995 menyatakan kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat mempresentasikan kepercayaan orang tentang seberapa mudah individu menunjukkan perilaku. Ketika individu percaya bahwa dirinya kekurangan sumber atau tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan suatu perilaku, individu tidak memiliki intensi yang kuat untuk menunjukkan perilaku tersebut. Kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki pengaruhan penting dalam menghubungkan pengaruh masa lalu dengan perilaku. Selanjutnya pengalaman masa lalu dan perilaku adalah sumber paling penting dari informasi kontrol perilaku Ajzen, 2001. Selanjutnya menurut Ajzen 2005, kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah suatu fungsi dari keyakinan yaitu keyakinan mengenai ada dan tidaknya faktor yang mendukung atau menghambat dirinya untuk menampilkan perilaku. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman masa lalu dari perilaku tersebut, akan tetapi juga dipengaruhi oleh informasi pendukung mengenai perilaku tersebut melalui observasi ataupun faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan dalam menampilkan perilaku tersebut. kontrol perilaku yang dipersepsikan terdiri dari dua komponen yaitu keyakinan mengontrol dan kekuatan mengontrol. Keyakinan mengontrol adalah keyakinan seseorang memiliki atau tidak memiliki kapasitas untuk melakukan perilaku tersebut. Selanjutnya kekuatan mengontrol adalah seberapa besar kapasitas tersebut untuk mengontrol agar perilaku tersebut ditampilkan. Dalam Ismail Zain 2008 kontrol perilaku yang dipersepsikan menggambarkan tentang perasaan self efficacy atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan Universitas Sumatera Utara 30 persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu sehubungan dengan perilaku tertentu. Selanjutnya Ajzen dalam Ismail Zain 2008 menjelaskan bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri akan tetapi akan tetapi individu tersebut membutuhkan kontrol terhadap diri subjek.

F. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL 1. Pengaruh Agreeableness terhadap Intensi OCB

Setiap orang berbeda-beda dalam menunjukkan OCB dalam bekerja. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh kepribadiannya Organ, 1990. Kepribadian mengacu pada pola abadi dari pikiran, emosi dan perilaku yang tidak mungkin berubah dari waktu-kewaktu dan dapat menjelaskan perilaku individu dalam situasi yang berbeda Costa McCrae dalam Singh Sigh 2009. Banyak studi yang melakukan penelitian tentang hubungan OCB dengan kepribadian agreeableness. Kepribadian agreeablessnes menurut Bariick Mount, 1996, Witt, Burke, Barrick Mount 2002 yaitu orang yang sangat ramah, baik hati, kooperatif, membantu, sopan dan fleksibel. Kemudian Barrick, Stewart Piotrowski 2002 menyatakan bahwa individu yang memiliki sifat agreeablesness memiliki keinginan untuk bergaul. Karakter agreeableness yang ramah, baik hati, keinginan bergaul serta penolong dapat meningkatkan intensi OCB. Kepribadian agreeableness digambarkan individu yang memiliki sifat yang sopan, fleksibel, percaya, baik hati, kooperatif, pemaaf berhati lembut dan toleran Barrick dan Mount 1991 dalam Aykler 2010. Konsekuensi dari sifat ramah dan menyenangkan terhadap orang lain berkolerasi positif Universitas Sumatera Utara 31 dengan dimensi OCB yaitu menolong, sopan, sportif sebagai orang-orang yang menawarkan bantuan secara sukarela untuk bereaksi terhadap kebutuhan orang lain tanpa menyinggung orang yang diberi bantuan Organ, Padsakoff dan Mackenzie 2006 dalam Aykler 2010 . Sejalan oleh penelitian Organ Konovsky 1996 dalam Aykler 2010 yang menyatakan bahwa kepribadian agreeableness memiliki hubungan dengan OCB. Hubungannya signifikan antara agreeableness dengan dimensi OCB yaitu menolong, sopan, sportif. Menolong adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini sangat sesuai dengan karakter kepribadian agreeableness yang memiliki sifat berkeinginan untuk memberikan pertolongan bagi rekan kerja yang membutuhkan. Selanjutnya untuk dimensi sopan, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja akan terhindar dari masalah-masalah interpersonal. Dimensi ini juga berhubungan dengan karakter agreeableness yang memiliki keinginan untuk bergaul, kerjasama, pemaaf pada rekan kerja sehingga meminimalkan atau menghindari konflik interpersonal. Dan terakhir sportif, perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang memiliki sportif yang tinggi akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan. Karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan Organ, Dennis, Philip, Podsakoff Scott, 2006. Universitas Sumatera Utara 32 Sejalan dengan penelitian Borman Motowidlo 1993 dalam Kottke, 2009 yang menyatakan kepribadian dapat mengukur perilaku menolong yang merupakan salah satu aspek OCB. Perilaku menolong memiliki hubungan yang konsisten secara positif terhadap kepribadian agreeableness. Oleh sebab itu maka semakin tinggi karakter agreeableness yang dimiliki individu maka intensi perilaku menolong akan ditampilkan. Perilaku membantu tersebut merupakan bagian dari perilaku OCB.

2. Pengaruh Sikap terhadap Intensi OCB

Sikap adalah penilaian positif dan negatif yang dimiliki individu terhadap perilaku yang ditampilkan Ajzen, 2005. Sikap ini dapat dihubungkan dengan perilaku, semakin favorable perilaku tersebut maka kecenderungan untuk berperilaku juga semakin tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa perilaku yang dianggap baik dan keuntungan yang diperoleh lebih banyaklebih baik maka intensi untuk melakukan perilaku akan semakin lebih tinggi. Dalam intensi OCB, Sumaiya Samaya 2013 menyatakan bahwa semakin positif sikap seorang individu terhadap organisasi maka perilaku menolong akan semakin meningkat pula. Demikian sebaliknya semakin negatif sikap terhadap organisasi maka perilaku menolong semakin rendah. Sikap positif terhadap organisasi ini merupakan penilaian individu bahwa perilaku menolong yang ia lakukan akan memberikan dampak positif terhadap dirinya. Hal inilah yang selanjutnya meningkatkan intensi untuk melakukan perilaku menolong sebagai salah satu dimensi OCB. Universitas Sumatera Utara 33

3. Pengaruh Norma subjektif terhadap Intensi OCB

Norma subjektif adalah sebuah fungsi keyakinan mengenai dukunganpenerimaan suatu perilaku oleh kelompok tertentu Ajzen, 2005. Norma subjektif melibatkan kepercayaan individu tentang anggapan diterima atau tidaknya perilaku yang ditampilkan. Pada saat seorang individu percaya bahwa perilaku yang ia tampilkan akan diterima atau didukung oleh orang lain atau kelompok maka intensi berperilaku akan semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya jika perilaku yang ditampilkan akan tidak diterima atau didukung oleh orang lain atau kelompok maka intensi dia untuk berperilaku semakin rendah. Ajzen 2005 menjabarkan bahwa semakin seorang individu mempersepsikan bahwa perilakunya akan diterima atau didukung maka akan semakin besar intensinya untuk melakukan perilaku. Dalam hal ini intensi perilaku yang ditampilkan adalah intensi perilaku OCB. Sumaiya 2013 menyatakan bahwa seorang karyawan yang mempersepsikan bahwa perilaku menolong yang dia lakukan didukung oleh organisasi maka ia akan meningkatkan perilaku menolong. Persepsi bahwa adanya dukungan organisasi bagi individu untuk melakukan suatu perilaku merupakan bentuk Norma subjektif yang meningkatkan intensi perilaku menolong sebagai salah satu dimensi OCB. Perilaku menolong merupakan perilaku karyawan untuk menolong rekan kerja yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi. Dimensi ini berfokus pada perilaku menolong yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. Universitas Sumatera Utara 34

4. Pengaruh Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap Intensi OCB

Kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan mengenai ada dan tidaknya faktor yang mendukung atau menghambat dirinya untuk menampilkan suatu perilaku. Keyakinan ini didasari oleh pengalaman masa lalu dari perilaku tersebut akan tetapi juga dipengaruhi oleh informasi pendukung mengenai perilaku tersebut, melalui observasi ataupun faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan dalam menampilkan perilaku tersebut. Kontrol perilaku yang dipersepsikan berkaitan dengan seberapa besar individu mampu untuk mengontrol perilakunya dan seberapa yakin individu mampu menampilkan perilaku tersebut. Ketika individu merasa ia mampu dan yakin dapat menampilkan perilaku tersebut maka intensinya melakukan perilaku tersebut semakin besar Ajzen, 2005 Dalam penelitiannya, Kenneth Meikiory 2005 menjelaskan bahwa semakin besar keyakinan bahwa ia mampu untuk melakukan perilaku menolong maka intensinya untuk melakukan perilaku menolong akan semakin meningkat. Perilaku menolong merupakan salah satu dimensi OCB. Dalam hal ini maka ketika individu yakin kapasitasnya untuk menampilkan perilaku menolong besar, maka intensi perilaku menolong segera terwujud. 5. Pengaruh antara Agreeableness, Sikap, Norma subjektif dan Kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap intensi OCB. Beberapa literatur penelitian yang mengatakan tentang perilaku yang telah mendukung faktor kepribadian dengan komponen sikap dan norma subjektif. Universitas Sumatera Utara 35 personality dan sikap merupakan kajian empiris individu yang dapat dikombinasikan untuk memprediksi keinginan seseorang berperilaku ketika dihadapkan pada sebuah objek perilaku tertentu. Parkeas Razavi 2004 dalam penelitian “Personality and attitudinal variables as predictors of voluntary union membership” merupakan salah satu contohnya. Penelitian Parkeas Razavi ini menemukan adanya hubungan erat antara tipe kepribadian seseorang dan sikap yang dimiliki terhadap kelompok kerja sukarela terhadap keinginan bergabung di dalamnya. Selanjutnya didukung oleh penelitian Purnamasari, Endang Avin 2004 yang menyatakan bahwa intensi perilaku menolong akan menunjukkan intensinya kedalam bentuk perubahan nyata yaitu salah satunya adalah altruism yang merupakan salah satu dimensi dari OCB. Perilaku menolong ini dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial yang telah terinternalisasi dalam diri subjek dapat terwujud dalam perilaku menolong. Kepribadian disejajarkan dengan variabel lain seperti sikap, norma subjektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh pada OCB. kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi OCB Konovsky Organ, 1995. Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepribadian agreeableness. Kepribadian agreeableness yaitu ramah, baik hati, mudah bekerja sama, penuh toleransi dan suka menolong orang lain cenderung mampu menjaga keharmonisan dalam hubungan yang kurang nyaman dalam bekerja dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya Mulder dalam Elfina Nina, 2004. Selajutnya Moorman Blakely 1995 mengatakan bahwa sifat kepribadian Universitas Sumatera Utara 36 agreeableness mencerminkan perilaku kolektivisme yang berpengaruh pada OCB. Selanjutnya kepribadian agreeableness berpengaruh positif dan signifikan pada OCB. Hal ini berarti karyawan yang memiliki trait agreeableness tinggi adalah karyawan yang bersedia menolong rekan kerja dan atasannya serta bawahannya. Individu yang memiliki sifat agreeableness tinggi memiliki sifat yang baik hati dan penuh toleransi serta mentoleransi situasi yang kurang menyenangkan Elfina Nina, 2004. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Barrick Mount 2002 menyatakan sifat agreeableness yang tinggi akan cenderung melakukan OCB karena tipe ini memiliki karakter yang ramah, baik hati, kerjasama, membantu, sopan dan fleksibel. G.Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Utama Kepribadian agreeableness, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan secara bersama-sama memiliki pengaruh positif terhadap intensi OCB. Kepribadian agreeableness, sikap, norma subjektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki sumbangsih terhadap peningkatan intensi OCB

2. Hipotesis Tambahan

a. Kepribadian agreeableness memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap intensi OCB. b. Sikap memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap intensi OCB. c. Norma subjektif memiliki pengaruh positif yang signifikan intensi OCB. d. Kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki pengaruh positif terhadap intensi OCB. Universitas Sumatera Utara 37

BAB III METODE PENELITIAN