Teori Sastra dan Masyarakat Rene Wellek dan Austin Warren
Lembaga estetik tidak berdasarkan lembaga sosial, bahkan bukan bagian dari lembaga sosial. Lembaga estetik adalah lembaga sosial dari satu tipe tertentu, dan
sangat erat berkaitan dengan tipe-tipe lainnya.
18
Tetapi penelitian yang menyangkut sastra dan masyarakat biasanya terlalu sempit dan menyentuh permasalahan dari luar sastra. Sastra dikaitkan dengan
situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial tertentu. Penelitian dilakukan untuk menjabarkan perngaruh masyarakat terhadap sastra
dan kedudukan sastra dalam masyarakat. Pendekatan sosiologis ini terutama dipakai oleh pendukung filsafat sosial tertentu. Kritikus aliran marxisme tidak
hanya mempelajari kaitan sastra dengan masyarakat, tetapi juga memberi batasan bagaimana seharusnya hubungan itu dalam masyarakat zaman sekarang dan
masyarakat di masa mendatang yang tidak mengenal kelas. Para kritikus marxisme melakukan kritik yang memberikan penilaian dan menghakimi,
didasarkan pada kriteria politik dan etika yang nonsastra. Mereka tidak hanya menunjukkan apa kaitan dan dampak sebuah karya terhadap masyarakat, tetapi
mendikte kaitan dan dampak apa yang seharusnya ada. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frase
De Bonald bahwa “sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat” literature is an expression of society
. Tapi apa makna aksoma ini? Jika yang dimaksud bahwa sastra secara tepat mencerminkan situasi sosial pada kurun waktu tertentu
pengertian ini keliru. Kalau hanya menyampaikan bahwa sastra menunjukkan beberapa aspek sosial, ungkapan itu terlalu dangkal dan samar. Lebih jelas lagi
18
Adolph Siegfried Tomars. Introduction to the sociology of Art, Mexico City. 1994 dalam Rene Wellek dan Austin Waren. Teori Kesusastraan Edisi Terjemahan Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,
2009 H. 109
kalau dikatakan bahwa sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Pengarang tidak bisa tidak mengekspresikan pengalaman dan pandangannya
tentang hidup. Tetapi tidak benar kalau dikatakan bahwa pengarang mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan, atau kehidupan zaman tertentu
secara kongkret dan menyuruh. Dengan mengatakan bahwa pengarang harus mengekspresikan kehidupan sepenuhnya – mewakili masyarakat dan zamannya –
kita sudah memaksakan suatu kriteria penilaian tertentu. Lagi pula, istilah “sepenuhnya” dan “mewakili” bisa diinterpretasikan secara berlainan: untuk
sebagian besar aliran kritik sosial, berarti pengarang harus peka terhadap situasi sosial dan nasib kaum protelar. Kritik sosial yang lain bahkan menuntut
pengarang untuk menganut sikap atau ideologi yang sama dengan yang dianut oleh kritikusnya.
Dalam kritik aliran Hegel dan Taine, kebesaran sejarah dan sosial disamakan dengan kehebatan artistik. Seniman menyampaikan kebenaran yang
sekaligus juga merupakan kebenaran sejarah dan sosial. Karya sastra merupakan “dokumen karena merupakan monument document because they are
monuments”. Dibuat postulat antara kejeniusan sastra dengan zamannya. “sifat mewakili zaman” dan “kebenarian sosial” dianggap sebagai sebab dan hasil
kehebatan nilai artistik suatu karya sastra. Karya sastra yang jelek atau yang biasa saja – walaupun dianggap sebagai dokumen sosial yang lebih baik oleh ahli
sosiologi modern – dinilai tidak ekspresif oleh Traine; jadi, tidak mewakili zamannya. Sastra bagi aliran ini bukan cerminan proses sosial, melainkan intisari
dan ringkasan dari semua sejarah.
Tapi sebaiknya masalah kritik yang berbau penilaian kita tangguhkan dulu sampai kita menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat.
Hubungan yang bersifat deskriptif bukan normatif dapat kita klarifikasikan sebagai berikut.
Pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra. Masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar
belakang sosial, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. Yang kedua adalah isi karya
sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Yang terakhir adalah permasalahan
pembaca dan dampak sosial karya sastra. Sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial, dari latar sosial,
perubahan dan perkembangan sosial adalah pertanyaan yang termasuk dalam ketiga jenis permasalahan di atas: sosiologi pengarang, isi karya sastra yang
bersifat sosial, dan dampak sastra terhadap masyarakat. Sebelum kira sampai kepada masalah lebih lanjut, yaitu integrasi budaya, kita harus menjelaskan
terlebih dahulu apa yang kita maksudkan dengan ketergantungan atau hubungan sebab-akibat antara sastra dan masyarakat.
Karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumbe utama, tetapi studi ini
juga dapat meluas ke lingkungan tempat pengarang tinggal dan berasal. Kita
dapat mengumpulkan informasi tetang latar belakang sosial, latar belakang keluarga dan posisi ekonomi pengarang.
19
Asal-usul sosial seorang pengarang hanya sedikit sekali berperan dalam menjawab masalah status sosial, keterlibatan, dan ideologi, sebab sering
pengarang melayani kebutuhan kelas lain. keterlibatan sosial, sikap, dan ideologi pengarang dapat dipelajari tidak hanya melalui karya-karya mereka, tetapi juga
dari dokumen biografi. Pengarang adalah seorang warga masyarakat yang tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik dan sosial yang
penting, serta mengikuti isu-isu zamannya. Jika disusun secara sistematis, masalah asal, keterlibatan dan ideology sosial akan mengarah pada sosiologi
pengarang berbagai tipe atau suatu tipe pada waktu dan tempat tertentu. Kita dapat membedakan pengarang menurut kedar integrasi mereka dalam proses
sosial.
20
Sosiologi sastra bertugas menelusuri status sosial kelas ini, meneliti ketergantungannya pada kelas penguasa, serta mempelajari sumber ekonomi dan
prestisnya dalam masyarakat. Studi dasar ekonomi sastra dan status sosal pengarang mau tak mau harus memperhitungkan pembaca yang menjadi sasaran
pengarang dan menjadi sumber rezekinya. Pada masa-masa selanjutnya, agak lebih sulit untuk menelusuri hubungan
khusus antara pengarang dan publiknya, karena khalayak pembaca semakin meluas dan heterogen. Lagi pula, hubungan antara pengarang dan publik semakin
19
Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Susastraan Edisi Terjemahan Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009 H. 109-112
20
Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Susastraan Edisi Terjemahan. H. 114
tidak langsung. Jumlah perantara yang menjadi penghubung antara pengarang dan publik semakin banyak. Kita dapat melihat peran kembaga-lembaga sosial dan
badan-badan seperti akademi, universitas bahkan klub, salon dan restoran; kita dapat menelusuri sejarah majalah, jurnal dan lembaga-lembaga penerbitan.
Kritikus merupakan perantara antara pengarang dan publik; sedangkan kolektor, ahli-ahli tentang seni, pencipta buku, menunjang kehidupan jenis-jenis sastra
tertentu. Perkumpulan pengarang juga membantu menciptakan opublik untuk pengarang atau calon pengarang.
Grafik naik turunnya reputasi dan kemasyhuran pengarang, sukses dan bertahannya buku adalah fenomena sosial. Sebagian dari permasalahan ini
termasuk wilayah sejarah sasta, karena reputasi dan ketenaran diukur dari pengaruh seseorang pengarang terhadap pengarang lain, serta kekuatannya dalam
mengubah tradisi sastra. Tetapi reputasi juga berkaitan dengan masalah tanggapan pembaca. Sampai saat ini, tanggapan pembaca dari satu priode diselidiki melalui
sejumlah pernyataan resmi yang dianggap mewakili pendapat umum. Jadi masalah “selera yang berubah-ubah” whirligigof taste bersifat “sosial”, dan
dapat diletakkan pada dasar sosiologi yang jelas. Hubungan karya dan publik tertentu dapat ditelusuri melalui jumlah edisi dan jumlah buku yang terjual.
21
Sastrawan dipengaruhi dan memengaruhi masyarakat: seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentunya. Banyak orang meniru gaya hidup
tokoh-tokoh dunia rekaan. Mereka bercinta, melakukan tidak kejahatan atau bunuh diri seperti cerita-cerita dalam novel. Kita dapat membuat hipotesis bahwa
21
Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Susastraan Edisi Terjemahan. H. 119
anak-anak muda lebih langsung dan lebih mudah terpengaruh bacaan daripada orang tua dan bahwa pembaca yang kurang berpengalaman memperlakukan sastra
secara lebih naïf – menganggapnya bukan sebagai suatu interpretasi tentang kehidupan, melainkan sebagai transkrip kehidupan – dan menanggapi terlalu
serius. “bagaimana sastra memengaruhi masyarakat?” adalah pertanyaan empiris
yang mengacu pada pengalaman. Dan karena kita mempunyai batasan sastra dan batasan masyarakat yang luas, kita perlu mengacu bukan pada pengalaman
sejumlah ahli seni saja, melainkan pada pengalaman seluruh umat manusia. Pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan sastra dan
masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan sosial. Memang ada semacam potret sosial yang bisa ditarik dari karya
sastra. Ini adalah pendekatan sistematis yang paling tua. Thomas Warton penyusun sejarah puisi inggris yang pertama berusaha membuktikan bahwa
sastra mempunyai kemapuan merekam ciri-ciri zamannya, peculiar merit of faithfully recording the features of the times, and of preserving the most
picturesque and expressive representation of manners
22
. Bagi Warton dan
pengikut-pengikutnya, sastra adalah gudang adat istiadat, buku sumber peradaban, terutama sejarah bangkit dan runtuuhnya semangat kesatriaan. Pembaca modern
dapat memperoleh pengetahuan tentang kebudayaan asing melalui novel-novel Sinclair Lewis, Galsworthy, Balzac, dan Turgenev.
22
Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Susastraan Edisi Terjemahan. H. 122
Sebagai dokumen sosial, sastra sering dipakai untuk menguraikan ikhtisar sejarah sosial. Contoh-contoh seperti itu tidak akan ada habisnya. Setiap orang
meneliti berbagi “dunia” dalam sebuah karya sastra. Tetapi penelitian semacam ini kurang bermanfaat jika memukul rata bahwa sastra adalah cerminan
kehidupan, sebuah reproduksi, atau sebuah dokumen sosial. Penelitian semacam ini baru berarti jika kita meneliti metode artistic yang digunakan novelis. Kita
perlu menjawab secara konkret, bagaimana hubungan potret yang muncul dari karya sastra dengan kenyataan sosial. Apakah karya itu dimaksudkan sebagai
gambaran yang realistis? Ataukah merupakan satire, karikatur, atau idealisasi romantis?
“Hanya seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang struktur sebuah masyarakat dari sumber lain di luar sastra, yang dapat menyelidiki apakah dan
sejauh mana tipe sosial tertentu dan prilakunya direproduksi di dalam novel.only a person who gas a knowledge of the structure of a society from other source
than purely literary ones is able to find out if, and how far, certain social types and their behavior are reproduced in the novel… what is pure fancy, what
realistic observation, and what only an expression of the desires of the author must be separated in each case in a subtle manner”
23
Para pahlawan, tokoh jahat dan wanita petualang dari dunia rekaan sering merupakan indikasi adanya sikap sosial yang serupa dengan sifat-sifat tokoh
tersebut pada masyarakat zamanya. Penelitian mengenai sikap sosial seperti ini mengarah pada sejarah etika dan norma keagamaan. Kalau diselidiki dengan teliti
dan dengan cara yang benar, keterangan tentang masyarakat pada kurun waktu tertentu memang dapat diperoleh dari karya-karya sastra yang secara sepintas
23
Ernest Bramstedt Kohn. Aristocracy and the Middle Classes in Germany: Social Types in German Literature 1830-
1900. London 1937 dalam Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Susastraan Edisi Terjemahan
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009 halaman halaman 124
nampaknya tidak mirip dengan kenyataan. Misalnya, dari alegori-alegori yang aneh, atau gmabaran kehidupan gembala dan alam perdesaan yang terlalu
diidealisasi ayaupun dalam dagelan yang terlalu kasar sekalipun. Sastra menjadi konteks sosial dalam sebuah milieu
24
. Jika semboyan tiga serangkai Taine yang terkenal ras, milieu, dan momen diterapkan, akan
menghasilkan studi kasus khusus tentang milieu. Taine memakai istilah ras secara longgar. Kadang-kadang yang dimaksud adalah ‘karakter nasional’, atau dalam
kata bahasa Inggris dan Prancis ‘spirit’ atau semangat. Istilah momen berbaur dengan konsep milieu. Perbedaan waktu berarti perbedaan latar, dan
permasalahan dalam analisis baru muncul bila kita mulai memisah-misahkan milieu
. Latar karya sastra yang paling dekat adalah tradisi linguistik dan sastranya. Tradisi ini dibentuk oleh iklim budaya yang bersangkutan. Sastra hanya
berkaitan secara tidak langsungdengan situasi ekonomi, politik, dan sosial yang konkret. Tentu saja semua segi aktivitas manusia saling berkaitan. Pada akhirnya,
kita dapat melihat hubungan antara cara produksi dengan sastra karena sistem ekonomi menyiratkan sistem kekuasaan yang pada akhirnya mengontrol bentuk
kehidupan keluarga. Keluarga berperan dalam pendidikan, dalam bentuk konsep seksualitas, cintam dan konvensi, tradisi serta penataan perasaan manusia.
Masalah sastra dan masyarakat dapat diletakkan pada suatu hubungan yang lebih bersifat simbolik dan bermakna. Kita dapat memakai istilah-istilah
yang mengacu kepada integrasi sistem budaya, dan keterkaitan antara berbagai aktivitas manusia. Sosrokin mencoba mengembangkan kemungkinan-
24
Milieu memiliki arti lingkungan tempat pengarang tinggal dan berasal
kemungkinan ini, dan menyimpulkan bahwa kadar integrasi-integrasi budaya berbeda pada setiap kelompok masyarakat.
25
Kita bisa meperdebatkan apakah kebenaran sosial mendukung kompleksitas dan koherensi karya sastra sehingga menaikkan nilai instrinsiknya.
Tetapi banyak karya sastra yang sediri sekali atau bahkan tidak mempunyai relevansi sosial sama sekali. Sastra yang bersifat sosial hanya merupakan satu
ragam sastra dari banyak ragam lainnya. Sifat sosial bukan merupakan intik teori sastra, kecuali kalau kita beranggapan bahwa sastra pada dasarnya adalah ‘tiruan’
hidup dan kehidupan sosial. Tetapi sastra jelas bukan pengganti sosiologi atau politik. Sastra mempunyai tujuan dan alasan keberadaannya sendiri.
26