Deskripsi Novel Ayahku Bukan Pembohong

diceritakan ayahnya datang ke pemakaman. Bahkan bukan hanya pemain nomor sepuluh saja yang datang, tetapi semua tokoh yang Ayah Dam ceritakan, benar- benar datang ke pusara ayahnya, dan berkata bahwa mereka mengenal ayahnya. Saat itu akhirnya Dam mendapatkan kebenaran, bahwa sang ayah bukanlah seorang pembohong.

B. Bagian Inti Novel

Pada novel ini banyak sekali bagian yang dapat diambil pelajaran. Mulai dari kederhanaan, kebahagiaan, kesabaran hingga kerja keras. Dalam novel Ayahku Bukan Pembohong ini mengandung lima cerita inti yang dapat kita ambil pelajaran, yaitu cerita Pemain Nomor Sepuluh, Suku Penguasa Angin, Apel Emas dari Lembah Bukhara, Si Raja Tidur dan Danau Para Sufi. Peneliti akan membahasnya satu per satu sebagai berikut. Cerita pertama mengenai Pemain Nomer Sepuluh yang diceritakan mengenai klub sepak bola kesayangan Dam dengan kapten tim bernomor punggung sepuluh dengan slogannya El Capitano El Prince Ayah Dam bercerita bahwa beliau kenal dekat dengan sang kapten. Saat Ayah Dam sednag menimba ilmu di salah satu universitas terkenal di Eropa, Ayah Dam tinggal di apartemen yang tidak jauh dari flat milik keluarga sang kapten. Ayah Dam kenal baik sang kapten. Ayah Dam mengenalnya saat sang kapten masih berusia delapan tahun. Keluarga mereka miskin, imigran dari negeri jauh. Papa sang kapten meninggal saat terjadi perang saudara di negeri asal mereka. Sang kapten pekerja keras dari kecil, dia membantu mamanya untuk bertahan hidup. Aha Dam mengenal sang kaptem saat memesan sup hangat melalui telepon di salah satu restoran di kota itu. Sudah lama memesan, sup itu tidak kunjung datang. Akhirnya setelah satu jam menunggu, pintu di ketuk. Ayah Dam mendapati seorang anak petugas pengantar sup itu denga terbata-bata menejaskan alasannya ia terlambat. Dia bilang, ban sepedahnya bocor, terbenam di tumpukan salju enam blok dari apartemen Ayah Dam. Dia sudah berusaha lari secapat mungkin membawa sup yang dipesan. Sialnya, lift apartemen mati. Anak itu terpaksa menaiki tangga hingga lantai delapan. Dia meminta maaf karena sudah membuat Ayah Dam menunggu sangat lama. Dia sudah berusaha sebaik mungkin. Anak itu tidak bohong. Mulai dari rambut ikalnya hingga sepatu bututnya basah karena salju. Nafas anak itu masih tersengal. Dia menyeka keringat yang mengalir deras. Seragam restorannya lembab. Alasannya datang terlambat bisa dibuktikan dari tampilannya. Dan anak pengantar sup itulah si kapten bernomor punggung sepuluh. Dialah El Capitano El Prince, pemain sepak bola yang diidamkan Dam saat ini. Malam itu Ayah Dam bertanya apakah ia harus mengantaran pesanan berikutnya. Dia menggeleng, bilang itu pesanan terakhirnya hari ini sebelum berganti jadwal dengan yang lain. Ayah Dam menawarinya masuk untuk menghangatkan badan dan menikmati sup jamur. Malam itu Ayah Dam dan sang kapten cilik menikmati sup jamur yang sudah mendingin. Sang Kapten dari kecil tidak pernah berhenti bekerja keras. Dia menyukai sepak bola dari kecil, namun karena miskin, dia tidak mampu membeli bola kaki, dia berlatih menggunakan bola kasti yang dia temukan di tempat sampah. Sang kapten cilik akan menghabiskan waktunya berlatih menggunakan bola kasti tiu di samping restoran. Membuat sasaran tembak dan pion-pion penghalang untuk berlatih sembari menunggu pesanan yang akan diantar. Beberapa tahun kemudian, sang kapten cilik mengikuti audisi pemain sepak bola klub besar, namun dia ditolak mentah-mentah karena tidak memiliki uang yang cukup. Tetapi sang kapten tidak menyerah, dia bekerja keras dan mengumpulkan uang untuk audisi di tahun berikutnya. Namun pada tahun berikutnya, panitia menolaknya karena kurang tinggi 1 inci. Hal itu membuat sang kapten patah semangat. Ayah Dam yang saat itu masih sering memesan sup mendengar hal itu, Ayah Dam mendatangi panitia dan meminta agar sang kapten diloloskan. Tetapi panitia tetap bersikeras menolaknya. Ayah Dam akhirnya menyarankan sang kapten untuk masuk ke klub kecil dulu. Mengembangkan diri di klub kecil dan kemudian masuk ke klub besar. Sang kapten menyetujuinya. Pertandingan demi pertandingan ia lalui, hingga akhirnya klub pencari bakat klub besar melihat betapa berbakatnya sag kapten. Sang kapeten pun akhirnya diterima di klub besar impiannya bahkan menjadi kapten klub itu. Walaupun sang kapten sudah di klub besar, sang kapten tetap bekerja keras. Dia selalu berlatih berjam-jam setiap hari, dua kali lebih banyak dibandingkan dengan pemain lain. Dia terus berjuang untuk memenangkan