Uji Heteroskedastisitas Kriteria Ekonometrika

55 Dengan mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya multikolinearitas dalam persamaan regresi maka dibutuhkan uji untuk mendeteksi multikolinearitas tersebut. Pengujian atas kemungkinan terjadinya multikolinearitas dapat dilihat dengan menggunakan metode pengujian Variance Inflation Factor VIF. Pedoman regresi yang bebas dari multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF di bawah 10. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 mengindikasikan terjadinya multikolinearitas Juanda, 2009. Jika terdapat multikolinearitas dapat diatasi dengan metode Best Subsets. Metode ini dilakukan dengan memilih best k subset berdasarkan nilai C p yaitu dengan menentukan k model yang mempunyai nilai C p Mallows terkecil dan membandingkan derajat bebas serta nilai dari uji rasio likelihood dengan model penuh atau model yang mengandung semua variabel yang mungkin. Dengan nilai k yang digunakan adalah 5 Draper, 1992. Dalam penelitian ini terdapat multikolinearitas secara teroritis yaitu variabel laju pertumbuhan penduduk dengan laju pertumbuhan luas lahan pemukiman serta variabel harga GKP dengan Nilai Tukar Petani.

4.5.3.4. Uji Heteroskedastisitas

Jika ragam sisa an tidak sama atau Varε i =Eε i 2 =σ i 2 untuk setiap pengamatan dari variabel bebas dalam model regresi, maka terjadi masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas pada umumnya terjadi pada data cross-section atau data deret waktu. Untuk mendeteksi adanya heteroskedatisitas adalah dengan melihat plot antara sisaan dengan dugaan respon. Jika ragam sisaan homogen, maka seharusnya plot antara sisaan tersebut tidak memiliki pola apapun. Cara mengatasi heteroskedastisitas adalah dengan transformasi peubah respon atau metode kuadrat 56 terkecil terboboti weight least square dan dengan cara transformasi terhadap peubah respon dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogeny pada peubah respon hasil transformasi tersebut. Atau dapat juga dengan melakukan uji White Heteroscedasticity. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini yaitu: H : Tidak terdapat heteroskedastisitas H 1 : Terdapat heteroskedastisitas Kaidah pengujian: Probabilitas observasi R- Squared α maka tolak H Probabilitas observasi R- Squared α maka terima H Kesimpulannya jika menolak H maka terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model, dan jika menerima H maka dalam model persamaan tidak terjadi heteroskedastisitas. 57

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT 5.1.

Kondisi Geografis Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50’ - 7 o 50’ Lintang Selatan dan 104 o 48’-108 o 48’ Bujur Timur, dengan batas wilayah yaitu: a. Sebelah utara : Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta b. Sebelah timur : Provinsi Jawa Tengah c. Sebelah selatan : Samudra Indonesia d. Sebelah barat : Provinsi Banten Tabel 2. Luas Wilayah per Kabupaten di Jawa Barat No KabupatenKota Luas Wilayah Km 2 1 Kab. Bogor 2997.13 8.07 2 Kab. Sukabumi 4160.75 11.21 3 Kab. Cianjur 3594.65 9.68 4 Kab. Bandung 1756.65 4.73 5 Kab. Garut 3094.4 8.34 6 Kab. Tasikmalaya 2702.85 7.28 7 Kab. Ciamis 2740.76 7.38 8 Kab. Kuningan 1189.6 3.21 9 Kab. Cirebon 1071.05 2.89 10 Kab. Majalengka 1343.93 3.62 11 Kab. Sumedang 1560.49 4.20 12 Kab. Indramayu 2092.1 5.64 13 Kab. Subang 2164.48 5.83 14 Kab. Purwakarta 989.89 2.67 15 Kab. Karawang 1914.16 5.16 16 Kab. Bekasi 1269.51 3.42 17 Kab. Bandung Barat 1335.6 3.60 18 Kota Bogor 111.73 0.30 19 Kota Sukabumi 48.96 0.13 20 Kota Bandung 168.23 0.45 21 Kota Cirebon 40.16 0.11 22 Kota Bekasi 213.58 0.58 23 Kota Depok 199.44 0.54 24 Kota Cimahi 41.2 0.11 25 Kota Tasikmalaya 184.38 0.50 26 Kota Banjar 130.86 0.35 Jawa Barat 37116.54 Sumber: Bappeda Jawa Barat 2011 diolah