Konversi Lahan Sawah TINJAUAN PUSTAKA 2. 1

25 sungguh-sungguh membantu usaha peningkatan kesejahteraan rakyat dalam mewujudkan keadaan sosial. Meningkatnya kebutuhan akan lahan bagi pembangunan menyebabkan tanah semakin mempunyai nilai dalam kehidupan masyarakat, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Pembangunan desa di negara agraris umumnya bertujuan memajukan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani Jayadinata, 1986. Pembangunan pertanian di Indonesia harus memanfaatkan secara efisien sumberdaya yang ada dan dikembangkan secara seimbang dengan peningkatan usaha- usaha lain. Peningkatan produksi pangan perlu dilanjutkan untuk memantapkan swasembada pangan. Menurut Barlowe 1986 faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat dilaksanakan.

2.3 Konversi Lahan Sawah

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah Utomo, 1992. 26 Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian periode 1990-1995 di Jawa secara keseluruhan paling besar terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat, masing- masing mengalami konversi lahan sekitar 23.448 dan 21.447 hektar. Konversi lahan sawah yang terjadi di Jawa Barat, sekitar 66 lahan sawah dialihkan fungsinya untuk kebutuhan penggunaan perumahan dan industri. Konsekuensi logis yang terjadi di Jawa Barat karena daerah tersebut merupakan daerah tujuan untuk berimigrasi dan pusat-pusat pertumbuhan industri. Akibatnya alokasi lahan untuk kepentingan tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun Sumaryanto, 1994. Hasil sensus pertanian 2003 mengungkapkan bahwa selama tahun 2000-2002 total luas lahan sawah di Indonesia yang dikonversi ke penggunaan lain rata-rata 187,7 ribu hektar per tahun, sedangkan luas percetakan sawah baru hanya 46,4 ribu hektar per tahun, sehingga luas lahan sawah rata-rata berkurang 141,3 ribu hektar per tahun Sihaloho, 2004. Sihaloho 2004 membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, antara lain: 1 Konversi gradual berpola sporadik; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurangtidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku konversi. 2 Konversi sistematik berpola ‘enclave’; dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah. 3 Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk population growth driven land conversion; lebih lanjut disebut konversi adaptasi 27 demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal. 4 Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial social problem driven land conversion; disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan. 5 Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung. 6 Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian. 7 Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi. Sumaryanto 1994 memaparkan bahwa jika suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian maka lahan-lahan di sekitarnya akan terkonversi juga dan sifatnya cenderung progresif. Irawan 2005 mengemukakan bahwa konversi lahan lebih besar terjadi pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non-pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka 28 infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah