Karakteristik karaginan terpilih Penelitian optimasi proses
Penggunaan konsentrasi KCl 2 yang digunakan pada penelitian Basmal. et al tersebut diduga memberi pengaruh terhadap mutu karaginan yang dihasilkan
khususnya pada viskositas karaginan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purnama 2003 yang menyatakan bahwa konsentrasi KCl memberikan pengaruh terhadap
nilai viskositas yang dihasilkan. Adanya ion K
+
yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini
menyebabkan gaya tolakan repulsion antar gugus-gugus sulfat juga menurun. sehingga sifat hidrofilik polimernya semakin lemah dan menyebabkan viskositas
larutan menurun. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi KCl yang tinggi menyebabkan nilai viskositas larutan semakin menurun.
Karaginan dengan proses presipitasi KCl terpilih yang diperoleh dibandingkan dengan karaginan presipitasi IPA hasilnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan gel Tabel 8, terlihat bahwa kekuatan gel karaginan presipitasi KCl sebesar 1897.14 gcm
2
lebih besar dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 1219.24 gcm
2
. Nilai kekuatan gel yang diperoleh pada penelitian optimasi proses ini cukup tinggi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa penggunaan air 1:20, konsentrasi KCl 1 dan suhu presipitasi 30
o
C cukup efektif untuk meningkatkan kekuatan gel karaginan. Tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya
ion K
+
pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K
+
pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya
penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan Basmal et al, 2009.
Nilai viskositas pada Tabel 8, terlihat bahwa karaginan presipitasi KCl sebesar 145 cPs lebih kecil dan berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA
sebesar 278.33 cPs. Hal ini disebabkan karena adanya ion K
+
yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Nilai
viskositas yang dihasilkan penelitian ini cukup tinggi dibandingkan nilai viskositas yang diperoleh pada beberapa penelitian sebelumnya yang biasanya dibawah 100
cP, misalnya Syamsuar 2006 melaporkan nilai viskositas yang diperoleh yaitu 54 cP atau Basmal et al 2009 memperoleh nilai viskositas sebesar 33 cP.
Hasil pengukuran kadar air Tabel 8. diperoleh nilai karaginan presipitasi KCl 9.73 dan tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar
9.02. Kadar air karaginan keduanya memenuhi kisaran yang ditetapkan oleh FAO, FCC maupun ECC yaitu maksimum 12. Tinggi rendahnya kadar air
karaginan diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air karaginan yang dikandungnya juga
tinggi. Kadar abu karaginan presipitasi KCl Tabel 8 sebesar 27.88 dan berbeda
nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 20.91. Tingginya kadar abu pada karaginan presipitasi KCl diduga karena pengaruh kondisi bahan baku. umur panen
dan metode ekstraksi. yaitu pada proses presipitasi dengan menggunakan KCl. Hal ini sesuai yang dinyatakan Winarno 1997, bahwa ion kalium merupakan unsur
mineral yang tidak terbakar abu. Namun kadar abu karaginan baik presipitasi KCl maupun presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh FAO
sebesar 15-40 sedangkan FCC menetapkan maksimum 35. Kadar abu tidak larut asam karaginan presipitasi KCl sebesar 0.83 dan
karaginan presipitasi IPA sebesar 0.52. Tabel 8, menunjukkan bahwa karaginan presipitasi KCl tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA. Tingginya
kadar abu tidak larut asam pada kedua karaginan diduga karena mineral atau logam tidak larut asam yang terdapat dalam karaginan tidak tereduksi secara optimal pada
saat pengolahan. Selain itu, teknik penyaringan yang memungkinkan adanya filter aid yang lolos ke dalam filtrat yang akan teranalisis sebagai kadar abu tidak larut
asam. Nilai kadar sulfat Tabel 8 karaginan presipitasi KCl sebesar 18.55 dan
tidak berbeda nyata dengan karaginan presipitasi IPA sebesar 18.25 . Kandungan sulfat menyebabkan gaya tolak menolak antar gugus sulfat yang bermuatan negatif,
sehingga rantai polimer kaku dan tertarik kencang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Kadar sulfat yang dihasilkan dari karaginan presipitasi KCl maupun
presipitasi IPA masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh EEC dan FAO sebesar 15-40 sedangkan FCC menetapkan 18 - 40.
Hasil pengukuran derajat putih karaginan presipitasi KCl sebesar 51.57 sedangkan karaginan presipitasi IPA sebesar 44.07 Tabel 8, menunjukkan
derajat putih karaginan presipitasi KCl lebih besar dan berbeda nyata dengan, karaginan presipitasi IPA. Tingginya nilai derajat putih pada karaginan presipitasi
KCl disebabkan karena selama proses berlangsung suasana basa dari KOH dapat mengoksidasi pigmen menjadi senyawa lain yang tidak berwarna sehingga produk
yang dihasilkan berwarna lebih cerah. Selain itu, teknik pengeringan juga mempengaruhi kualitas derajat putih.
4.3 Aplikasi karaginan pada sirup markisa 4.3.1 Sifat fisika-kimia sirup markisa
Tahapan aplikasi merupakan tahapan penambahan karaginan hasil ekstraksi dalam proses pembuatan sirup markisa. Proses pembuatan sirup, buah
markisa yang telah dipotong dan dikeruk isinya, kemudian diblender untuk memudahkan proses pemisahan biji dengan sari buahnya sehingga diperoleh sari
buah markisa. Penyaringan dilakukan dengan cara sederhana yaitu menggunakan kain saring sehingga ada kemungkinan sari buah belum benar-benar bebas dari
serat kasar. Sari buah yang diperoleh, kemudian dilakukan pasteurisasi dengan penambahan bahan tambahan makanan BTM dan karaginan sesuai konsentrasi.
Pengawet yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan sehingga aman dan tidak membahayakan konsumen. Selama
proses pasteurisasi dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan sari buah markisa dengan bahan tambahan yang telah dicampurkan sebelumnya.
Komposisi penyusun sirup markisa diharapkan menyamai komposisi sirup markisa komersial sehingga dapat diterima oleh konsumen. Penentuan konsentrasi
karaginan dalam pembuatan sirup markisa berdasarkan pada penelitian pendahuluan dan coba-coba trial and error sehingga diperoleh sirup markisa
yang baik dalam hal warna, aroma, rasa dan kenampakan. Analisa fisika-kimia yang dilakukan pada sirup markisa karaginan bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana perbedaan antara sirup markisa karaginan dan sirup markisa komersial. Mutu fisik dan kimia ini sangat penting karena dapat
mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen dan juga keuntungan yang akan dihasilkan. Hasil pengujian terhadap mutu fisik dan kimia sirup markisa dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil analisa sifat fisika-kimia sirup markisa karaginan dan komersil
Formula Nilai pH
Viskositas cPs
Kekeruhan NTU
Total gula A
3.25
a
168.00
a
5610.000
a
70.7
a
B
3.23
a
603.33
b
5996.667
ab
54.7
b
C
3.30
b
613.33
b
6056.667
b
42.0
c
D
3.39
c
2966.66
c
6166.667
b
42.3
c
Markisa Komersil
3.28
b
401.66
ab
6033.333
b
89.5
d
Ket: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbedaa,b,c dan d menunjukkan berbeda nyata p0.05
Nilai pH Derajat keasaman sangat erat kaitannya dengan perkembangan mikroba
sehingga memegang peranan penting dalam pangan khususnya pada proses penyimpanan. Disamping itu pH berpengaruh terhadap cita rasa dari suatu produk
Winarno, 1993. Sirup markisa mempunyai pH asam kisaran 2.6 – 3.2 Pruthi dan Lal, 1959 dalam Siregar 2009. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam,
penambahan konsentrasi karaginan yang berbeda memberi pengaruh terhadap derajat keasaman dari sirup markisa. Uji lanjut yang diperoleh menunjukkan
bahwa variasi konsentrasi penambahan karaginan memberi pengaruh yang nyata terhadap nilai pH sirup markisa.
Uji lanjut juga menunjukkan bahwa penambahan karaginan 3.3 dan 3.9 formula A dan B pada sirup markisa tidak berbeda nyata. Perlakuan C tidak
berbeda nyata dengan pH markisa komersil tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Namun secara umum, nilai pH pada produk sari buah markisa adalah
asam. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh penambahan asam sitrat pada saat pengolahan. Menurut Winarno 1997, asam sitrat dapat berfungsi sebagai
asidulan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Penambahan asam sitrat terutama
bertujuan untuk mempertegas rasa dan warna produk akhir, melindungi flavor seperti menyelubungi aftertaste yang tidak disukai, dan mencegah kristalisasi
sukrosa.