74 Hal tersebut bergantung ada berbagai macam faktor dan salah satunya adalah
jumlah air yang diproduksi. Dummy 1 memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi
air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata skala usaha Rawa Tembaga naik sebesar 1 maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air
sebesar 0,309. Dummy 2 memiliki pengaruh positif dan signifikan pada biaya produksi air dimana interpretasinya adalah apabila rata-rata skala usaha Cabang
Kota naik sebesar 1 maka akan meningkatkan rata-rata biaya total produksi air sebesar 0,629.
Jika perusahaan berencana meningkatkan produksinya, maka biaya pengelolaan juga akan mengalami peningkatan. Namun terkadang jika perusahaan
berupaya untuk menurunkan produksi airnya, biaya pengelolaan air tidak tentu mengalami penurunan, bahkan yang terjadi adalah biaya pengelolaan air
cenderung akan tetap atau justru mengalami peningkatan. Biaya pengelolaan air PDAM Bekasi tersebut bersifat kaku sehingga apabila telah mengalami
peningkatan maka akan sulit untuk diturunkan kembali walaupun faktor pemicu kenaikannya telah diturunkan sehingga untuk dapat meminimalisasi biaya
produksi, PDAM Bekasi harus mampu memproduksi air secara efisien. Scatter plot
untuk uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
6.4 Penentuan Harga Pokok Air Bersih dengan
Marginal Cost Pricing
Penentuan Harga Pokok Air Bersih dengan marginal cost pricing yakni dimana air bersih diproduksi dan dialokasikan pada suatu titik dimana keuntungan
marjinal marginal benefit sama dengan biaya marjinalnya marginal cost,
75 sehingga efisiensi ekonomi terjadi pada saat harga air ditetapkan sama dengan
biaya marjinal yang bertujuan memaksimumkan keuntungan bersih sosial Net Social Benefits
. Kenyataannya PDAM Bekasi telah memberlakukan tarif yang sesuai kemampuan pelanggan, yakni sesuai dengan kelompok golongan pelanggan
air. Harga pokok air PDAM diperoleh dari perhitungan penjumlahan biaya
seluruhnya meliputi total biaya yakni biaya langsung maupun biaya tidak langsung usaha dibagi dengan jumlah air yang didistribusi. Data harga pokok air
yang berhasil diolah menunjukkan jumlah yang berfluktuasi disebabkan karena biaya langsung usaha, biaya tidak langsung usaha dan distribusi air yang turut
mengalami fluktuasi, pada dasarnya walaupun harga pokok air menunjukkan jumlah yang berfluktuasi harga pokok air cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Rata-rata harga pokok air bersih PDAM Bekasi dari tahun 2007- 2009 masing-masing Cabang terdapat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rata-rata Harga Pokok Air Bersih PDAM Bekasi dari Tahun 2007-2009 Masing-masing Cabang
Tahun Cabang Tambun
Rpm
3
Cabang Rawa Tembaga Rpm
3
Cabang Kota Rpm
3
2007 981 1.041
914 2008
1.308 1.136 1.260
2009 1.231 1.765
1.555 Rata-rata 1.174
1.337 1.244
Sumber : PDAM Bekasi 2011, diolah
Tabel 13 menunjukkan bahwa pada tahun 2007 dan 2009 Cabang Rawa Tembaga memperoleh harga pokok air yang lebih besar yakni Rp 1.041 m
3
dan Rp 1.765 m
3
, pada tahun 2008 Cabang Tambun memperoleh harga pokok air
76 yang lebih besar yakni Rp 1.308m
3
. Dengan demikian didapatkan rataan harga pokok air bersih masing-masing cabang dari tahun 2007-2009 yaitu Cabang
Tambun sebesar Rp 1.174m
3
, Cabang Rawa Tembaga sebesar Rp 1.337m
3
dan Cabang Kota sebesar Rp 1.244m
3
. Adanya ketidakefisienan karena kebocoran air dan penurunan kapasitas produksi menyebabkan harga pokok sebagai tarif dasar
untuk Cabang Rawa Tembaga lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar kapasitas produksi maka akan menekan biaya produksi menjadi lebih murah
jika tidak banyak kesalahan teknis maupun non teknis yang dilakukan. Peningkatan harga pokok yang terjadi bisa diakibatkan oleh kenaikan
biaya-biaya yang dikeluarkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kenaikan jumlah air bersih yang diproduksi serta adanya peningkatan jumlah pelanggan,
sehingga membutuhkan biaya sambungan baru yang lebih banyak. Perubahan harga pokok sangat dipengaruhi oleh perubahan besarnya biaya operasional dan
jumlah air bersih yang diproduksi maupun yang didistribusi kepada konsumen. Berdasarkan teori-teori ekonomi baku, penetapan harga air PDAM Bekasi
berdasarkan marginal cost MC akan mendatangkan keuntungan bagi pengelola air apabila nilai MC lebih besar dibandingkan dengan nilai average cost nya AC.
Hal tersebut harus diperhitungkan dikarenakan besarnya jumlah biaya tetap dan variabel yang digunakan oleh PDAM Bekasi. Penetapan harga air harus mampu
menutupi seluruh pengeluaran dan biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi dan mendistribusikan air PDAM Bekasi full cost recovery. Hasil perhitungan
harga pokok produksi versi PDAM dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14 menunjukan harga pokok produksi yang cenderung meningkat tiap tahunnya.
Secara umum peningkatan harga pokok produksi disebabkan oleh peningkatan
77 biaya-biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kenaikan
air yang terjual. Air PDAM yang terjual memiliki kecenderungan yang meningkat akibat dari meningkatnya jumlah pelanggan PDAM tiap tahunnya, sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah air yang dikonsumsi.
Tabel 14. Harga Pokok Produksi Air PDAM Bekasi berdasarkan jumlah air produksi tahun 2007-2009
Tahun Air Produksi m
3
Total Biaya Rp HPP Rpm
3
2007 32.002.980 56.005.215.000
2.188 2008
39.090.201 87.210.238.431 2.789
2009 51.799.167 113.479.002.978
2.738 Sumber: PDAM Bekasi 2011, diolah
Hal ini dapat dilihat yakni apabila terjadi peningkatan biaya yang sangat tinggi, walaupun jumlah produksi dan distribusi air lebih rendah atau meningkat
maka nilai marginal cost pun akan cenderung mengikuti perubahan tersebut. Peningkatan harga pokok produksi setiap tahunnya yakni dari tahun 2007
dihasilkan Rp 2.188m
3
kemudian tahun 2008 sebesar Rp 2.789m
3
, dan pada tahun 2009 sebesar Rp 2.738m
3
. Pembentukan nilai harga pokok produksi tersebut dapat menutupi seluruh total biaya pengeluaran PDAM full cost
recovery. Tabel 15-17 akan menunjukkan perbandingan marginal cost dan average
cost struktur biaya pengelolaan air PDAM Bekasi Cabang Tambun, Rawa
Tembaga dan Kota dari tahun 2007 hingga 2009, pembentukan nilai marginal cost dipengaruhi oleh banyaknya jumlah air PDAM yang diproduksi artinya perubahan
jumlah produksi air diikuti perubahan marginal cost yang menurun atau meningkat. Besar kecilnya nilai marginal cost itu sendiri juga sangat dipengaruhi
oleh tinggi atau rendahnya biaya pengelolaan air. Apabila terjadi peningkatan
78 biaya yang sangat tinggi, walaupun jumlah produksi air lebih sedikit ataupun lebih
banyak, maka nilai marginal cost akan ikut meningkat sedangkan untuk biaya rata-rata average cost kenaikan produksi air menyebabkan meningkatnya nilai
average cost , namun ada kalanya jika komponen biaya mengalami kenaikan yang
sangat tinggi dibandingkan dengan kenaikan produksi air, maka nilai average cost akan tetap meningkat, jadi dapat dikatakan dalam pembentukan marginal cost
maupun average cost, komponen biaya lebih berpengaruh dibandingkan jumlah produksi air.
Tabel 15. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya
Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Tambun Tahun 2007- 2009
Sumber : PDAM Bekasi, 2011 diolah
Tabel 16. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya
Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Rawa Tembaga Tahun 2007-2009
Sumber : PDAM Bekasi, 2011 diolah
Tahun Produksi Air
PDAM m
3
Marginal Cost
Rpm
3
Average Cost
Rpm
3
HPP Rpm
3
2007 2.366.757
2.666 981 2.188 2008
2.454.270 3.184 1.309 2.789
2009 2.664.499
4.356 1.231 2.738 Laju Pertumbuhan 2007-2009
37,15 47,72
39,58 39,89
Tahun Produksi Air
PDAM m
3
Marginal Cost
Rpm
3
Average Cost
Rpm
3
HPP Rpm
3
2007 4.451.464 2.631 1.041 2.188
2008 4.129.176 1.607 1.137 2.789
2009 3.722.869 5.267 1.765 2.738
Laju Pertumbuhan 2007-2009 27,09
35,28 48,01
39,89
79
Tabel 17. Perbandingan Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya
Pengelolaan Air PDAM Bekasi Cabang Kota Tahun 2007-2009
Sumber : PDAM Bekasi, 2011 diolah
Berdasarkan Tabel 15-17 dapat dilihat selama kurun waktu 2007 hingga 2009 laju pertumbuhan marginal cost pada masing-masing cabang dengan level
kapasitas produksi air yang berbeda-beda memiliki angka laju pertumbuhan yang positif, yaitu pada level rendah Cabang Tambun sebesar 47,72 sedangkan pada
level sedang Cabang Rawa Tembaga sebesar 35,28 dan pada level tinggi Cabang Kota sebesar 29,37, artinya selama kurun waktu tersebut terdapat
peningkatan nilai marginal cost tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan semakin rendah kapasitas produksi mempengaruhi laju pertumbuhan marginal cost yang
semakin besar Hal ini dipengaruhi karena perubahan peningkatan total biaya pengelolaan air yang lebih besar yang dialami oleh Cabang Tambun dalam
meningkatkan produksi airnya. Kondisi marginal cost tersebut terjadi pula pada average cost. Laju
pertumbuhan average cost secara keseluruhan dari tahun 2007 hingga 2009 memiliki angka laju pertumbuhan yang positif, yaitu pada level rendah Cabang
Tambun sebesar sebesar 39,58 pada level sedang Rawa Tembaga sebesar 48,01 dan pada level tinggi Cabang Kota sebesar 48,79, artinya selama
kurun waktu tersebut terdapat peningkatan nilai average cost tiap tahunnya. Hal
Tahun Produksi Air
PDAM m
3
Marginal Cost
Rpm
3
Average Cost
Rpm
3
HPP Rpm
3
2007 10.614.422 2.166 914 2.188
2008 10.835.585 3.287 1.260 2.789
2009 11.354.668 2.252 1.555 2.738
Laju pertumbuhan 2007-2009 35,54
29,37 48,79
39,89
80 ini menunjukan bahwa semakin besar kapasitas air produksi yang digunakan oleh
masing-masing cabang di PDAM Bekasi mempengaruhi laju pertumbuhan average cost-
nya. Perubahan serta kondisi nilai marginal cost dan average cost periode 2007-2009 pada masing-masing cabang dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 8 Rpm3
Sumber : PDAM Bekasi 2011
Gambar 8 . Perbandingan Nilai Marginal Cost dan Average Cost Struktur Biaya Pengelolaan Air PDAM Bekasi Tahun 2007-2009
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada masing-masing cabang dalam periode 2007-2009, pembentukan tarif air berdasarkan marginal cost tidak
menyebabkan terjadinya masalah kerugian karena nilai marginal cost lebih besar daripada nilai average cost, meskipun nilai average cost tersebut mengalami
peningkatan. Hal ini diduga karena biaya pengelolaan air cukup stabil dari tahun ke tahun tanpa adanya peningkatan biaya yang melonjak tajam.
Tambun Rawa
Tembaga Kota
81 Peningkatan biaya pengelolaan air yang terjadi pada PDAM Bekasi
mampu diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi air sehingga tidak terjadi kerugian usaha, dapat dilihat pula bahwa tidak terjadi masalah kerugian pada
keseluruhan jumlah produksi dimana nilai marginal cost lebih besar dibandingkan dengan average cost-nya. Kondisi yang terjadi menunjukan adanya increasing
return to scale pada pengelolaan air PDAM Bekasi. Perusahaan dapat mencapai
laba maksimum karena PDAM menetapkan harga maksimum yang lebih tinggi dari average cost-nya untuk barang publik tersebut. Nilai marginal cost yang
lebih tinggi dibandingkan average cost-nya akan memberikan keuntungan bagi PDAM sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan harga berdasarkan marginal
cost pricing akan lebih menguntungkan PDAM dan dapat menutup seluruh biaya
pengelolaan air. Analisis finansial dalam menerapkan metode full cost recovery membentuk variasi tarif air PDAM berdasarkan kelompok pelanggan, sehingga
minimal PDAM dapat menutupi seluruh biaya pengelolaan air. Analisis finansial penetapan harga air yang diberlakukan oleh PDAM Bekasi pada tahun 2007-2009
bersifat tetap dengan berpedoman kepada perhitungan berdasarkan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 tahun 2006 tentang pedoman teknis dan tata cara pengaturan
tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum, penetapan tarif didasarkan atas biaya dasar yang diperoleh dari perhitungan harga pokok produksi, hasil
perhitungan tarif dapat dilihat pada Tabel 18.
82
Tabel 18. Tarif Air Minum PDAM Bekasi Berdasarkan Konsumsi Pemakaian
No Kelompok
harga air per harga air per
harga air per harga air
0-10 m3 11-20 m3
21-30m3 per 30m3
1 Sosial
Umum 1.190
1.190 1.190
1.190 Khusus
1.190 1.323
1.567 1.750
2 Rumah Tangga
1 1.587
2.248 2.910
3.571 2
1.750 2.645
3.439 4.232
3 2.248
3.174 4.100
5.026 4
2.777 3.835
4.893 6.348
5 3.439
4.629 5.819
7.009 3 Non
Niaga 1.587
2.645 3.958
5.553 4
Niaga Kecil
3.439 4.100
5.290 5.819
Sedang 4.100
4.761 5.422
6.048 Besar
4.893 5.555
6.216 6.877
5 Industri 6.216
6.877 7.538
8.200 Sumber : PDAM Bekasi 2011
Berdasarkan Tabel 18, pemberlakuan tarif air minum PDAM Bekasi berdasarkan konsumsi pemakaian yang dibagi menjadi 5 kelompok yakni
kelompok sosial, rumah tangga, non niaga, niaga dan industri didasarkan pada penentuan skor hasil kuesionerblanko yang dilakukan PDAM Bekasi yang
kemudian hasil musyawarah bersama anggota rapat bagian penelitian dan pengembangan LITBANG dengan indikator standar penetapan golongan
langganan, untuk menentukan besarnya rekening air minum yang harus dibayarkan oleh masing-masing golongan pelanggan per bulannya dengan cara
menjumlahkan biaya pemakaian air dengan biaya administrasi sebesar Rp 4.000 dan biaya dana meter sebesar Rp 4.000. Biaya pemakaian air merupakan hasil
perkalian dari banyaknya air PDAM yang dikonsumsi dalam sebulan dengan besarnya tarif air per meter kubik berdasarkan struktur tarif masing-masing
golongan.
83 Harga pokok dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan tarif air minum,
namun hal ini tidak dilakukan sepenuhnya melainkan juga didasarkan pada kombinasi antara konsep increasing block tariff yaitu konsep dimana tingkat
harga yang dibayarkan akan meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah air yang dikonsumsi dengan tujuan meningkatkan subsidi silang dari golongan
masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penetapan tarif air
oleh PDAM Bekasi didasarkan pada kombinasi antara sistem diskriminasi harga yang didasarkan kemampuan membayar dan struktur tarif increasing block rate
structure yang memicu konsumen agar membatasi pemakaian karena semakin
tinggi konsumsi air PDAM maka semakin besar tarif air minum per m
3
yang akan dibayar, dapat dilihat pula meskipun harga pokok produksi mengalami
peningkatan tetapi PDAM Bekasi tetap memberlakukan tarif air minum ke konsumen sesuai kesepakatan dan pertimbangan tingkat keuntungan yang wajar.
Tabel 19. Perbandingan Jumlah Air Distribusi dengan Jumlah Air Terjual serta Persentase Kehilangan Air
Tahun Volume Air
PDAM Distribusi
m3 Volume Air
PDAM yang
Terjual m
3
HPP
Rpm
3
Jumlah Kehilangan
Air m
3
Persentase kehilangan
air Nilai.Air
PDAM yang
Hilang Milyar
Total Pendapatan
air PDAM Milyar
2007 32.002.980 27.655.438 2.188 4.347.542 13,58
9,51 60,51
2008 39.090.201 28.557.889 2.789 10.532.312 26,94 29,37 79,65 2009 51.799.167 32.442.900 2.738 19.356.267 37,77 53,00 88.83
Rata- rata
40.964.116 29.552.076 2.572 11.412.040 26 30,63 76,33 Sumber : PDAM Bekasi 2011, diolah
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 tingkat persentase kehilangan air hanya sekitar 13,58 dari total produksi, tingkat
84 kebocoran lebih rendah bila dibandingkan dua tahun setelahnya yakni tahun 2008
dan 2009 yakni 26,94 dan 37,77. Hal ini menunjukan instalasi pengolahan dan jaringan perpipaan masih dalam kondisi yang cukup baik, pada tahun 2008
PDAM mendistribusi air sebesar 39.090.201 m
3
dengan tingkat kehilangan air sebesar 26,94 dan jumlah air terjual sebesar 28.557.889 m
3
. Tahun 2009 PDAM mendistribusi air sebesar 51.799.167 m
3
dengan tingkat kehilangan air sebesar 37,77 dan jumlah air terjual sebesar 32.442.900 m
3
. Rata-rata nilai air PDAM yang hilang dari tahun 2007 sampai 2009 adalah 30,63 milyar dengan persentase
tingkat kehilangan air sebesar 26. Berdasarkan data produksi dan kehilangan air diatas, dapat terlihat bahwa semakin banyak jumlah sambungan maka akan
semakin tinggi tingkat kehilangan air, semakin banyak air yang diproduksi maka akan semakin banyak pula pembuangan lumpur, pencucian, jaringan pipa yang
bocor dan berbagai kesalahan lainnya baik teknis maupun non teknis. Kesalahan teknis antara lain terjadi karena rusaknya meter air, jaringan
pipa baik pipa dinas, pipa distribusi maupun pipa tersier PDAM. Kehilangan air non teknis terjadi karena kemampuan manajerial dari PDAM Bekasi yang kurang
ahli dalam kesalahan pembacaan meter air, pemasukan data air dan personel yang tidak terampil
.
Penetapan harga air PDAM berdasarkan marginal cost pricing sudah dapat mencapai kondisi tertutupinya seluruh biaya pengelolaan sehingga hal ini juga
akan mempengaruhi jumlah penerimaan PDAM dari hasil penjualan air. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 20
85
Tabel 20. Perkiraan Penerimaan PDAM dan LabaRugi PDAM Bekasi Jika diberlakukan
Marginal Cost Pricing
Tahun Volume Air
PDAM yang
Terjual m
3
Marginal Cost
Rpm
3
Penerimaan PDAM
berdasarkan Harga MC
Milyar Biaya Total
Milyar Perkiraan
LabaRugi Milyar
Riil LabaRugi
Milyar
2007 27.655.438
2.488 68,80 56,00 12,79
11,24 2008
28.557.889 2.693 76,90 87,21
-10,31 2,23
2009 32.442.900 3.958 128,42
113,48 14,94
9,80 Sumber : PDAM Bekasi 2011, diolah
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat penetapan harga air atas marginal cost pricing
mempengaruhi besarnya penerimaan PDAM, selain dipengaruhi oleh metode penetapan harga, penerimaan PDAM juga dipengaruhi oleh jumlah air
terjual atau jumlah air yang tercatat dalam rekening air pelanggan. Jumlah air terjual ini dipengaruhi oleh jumlah produksi air bersih yang hilang pada saat
pendistribusian kepada para pelanggan. Semakin tinggi tingkat kehilangan air, maka penerimaan PDAM akan semakin berkurang. Jika pada tahun 2008
penetapan harga air atas marginal cost pricing akan mengakibatkan kerugian bagi PDAM Bekasi diakibatkan peningkatan total biaya yang tidak sebanding dengan
jumlah produksi yang dihasilkan maka penetapan harga air berdasarkan marginal cost pricing
tidak cocok ditetapkan pada tahun 2008, sementara pada tahun 2007 dan 2009, peningkatan biaya cenderung stabil sehingga mendapatkan laba sebesar
12,79 milyar dan 14,99 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan pemberlakuan harga air dengan marginal cost pricing dapat diterapkan PDAM Bekasi karena
memberikan keuntungan yang cukup besar dibandingkan keuntungan riilnya tetapi hanya dapat dijadikan alternatif dalam metode penentuan harga,
dikarenakan pada marginal cost pricing tidak memasukkan biaya tetap yang digunakan dalam pengelolaan air PDAM Bekasi.
86
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1