Uji Statistik F Batasan Operasional

45

d. Uji Statistik F

Nilai F-hitung digunakan untuk melihat berpengaruh nyata atau tidaknya parameter bebas yang digunakan secara bersama-sama terhadap parameter tidak bebas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel Xi secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya Yi. Prosedur pengujiannya Ramanathan, 1998 antara lain: Ho : β 1 = β 2 = ... = β k = 0 atau variabel bebas Xi secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas Yi Ho : β 1 ≠ β 2 ≠... ≠ β k ≠ 0 atau variabel bebas Xi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas Yi F hit = JKKk-1 JKGkn-1 dimana : JKK : Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom JKG : Jumlah Kuadrat Galat n : Jumlah sampel k : Jumlah peubah Apabila F hitung lebih besar daripada F tabel , maka parameter bebas berpengaruh nyata secara bersama-sama terhadap parameter tidak bebasnya ataupun sebaliknya. Jika F hit F tabel , maka Ho diterima, artinya variabel Xi secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap Yi Jika F hit F tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel Xi secara serentak berpengaruh nyata terhadap Yi Berdasarkan perhitungan komputer, maka dapat dilihat nilai P dari statistik F α apabila nilai P-Value α maka berarti secara bersama-sama variabel X bebas berpengaruh nyata terhadap variabel Y tidak bebas. 46

e. Uji terhadap Autokorelasi

Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term terdapat autokorelasi murni dan autokorelasi tidak murni. Autokorelasi murni terjadi apabila asumsi klasik yang terjadi asumsi klasik yang menyatakan bahwa tidak ada korelasi atau error term pada periode pengamatan-pengamatan yang berbeda yang diperlonggar dalam sebuah persamaan yang telah terspesifikasi dengan benar. Asumsi itu adalah sebagai berikut : E R uiuj =0 atau Cov u i u j = 0 i ≠j Apabila nilai yang diharapkan dari koefisien korelasi sederhana antara setiap dua pengamatan error term adalah tidak sama dengan nol, maka error term tersebut dikatakan memiliki autokorelasi yang disebabkan oleh kesalahan spesifikasi menghilangkan variabel yang penting atau bentuk fungsi yang salah. Sementara autokorelasi murni disebabkan oleh alasan pokok distribusi error term pada persamaan yang spesifikasinya sudah benar, autokorelasi tidak murni disebabkan oleh kesalahan spesifikasi yang masih dapat diperbaiki oleh peneliti. Galat yang berkorelasi mungkin disebabkan karena beberapa hal. Data yang dikumpulkan berdasar urutan waktu tertentu seringkali memiliki sisaan yang saling berkorelasi. Jika data seperti itu, sisaan dari pengamatan pada waktu tertentu cenderung untuk berkorelasi dengan sisaan yang berdekatan. Ada tidaknya masalah autokorelasi dapat diuji dengan pengujian Breusch Godfrey Serial Corelation LM test , dengan pengujian sebagai berikut : H o : tidak ada masalah autokorelasi H 1 : ada masalah autokorelasi 47 Tolak H o jika obsR-square X 2 df-2 atau probabilitasnya obsR-square α. f Uji Heterokedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heterokedastisitas. Untuk mendeteksi adanya masalah heterokedastisitas maka dilakukan uji heterokedastisitas seperti yang di sarankan oleh Goldfeld dan Quandt dalam Ramanathan 1998. Langkah- langkah pengujian heterokedastisitas dengan uji White heteroskedasticity sebagai berikut : H o : tidak ada heterokedastisitas H 1 : ada heterokedastisitas Tolak H o jika obs R 2 X 2 df-2 atau probability obs R 2 α Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari grafik hubungan antara residual dengan fits-nya. Jika pada gambar residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heterokedastisitas atau ragam error sama.

4.3.5 Analisis Fungsi Biaya Produksi Air PDAM

Tujuan penelitian ketiga dilakukan dengan mengestimasi fungsi biaya produksi terhadap jenis instalasi pengolahan air sesuai level kapasitas produksinya dengan menggunakan regresi linier berganda yakni metode regresi komponen utama PCA yakni mentransformasi fungsi Cobb Douglas menjadi fungsi linier terhadap pengamatan dan perlakuan dari unit instalasi pengolahan air yakni level kapasitas produksi rendah, sedang dan tinggi. 48 Analisis fungsi biaya produksi air PDAM adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara jumlah biaya produksi air dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya produksi tersebut. Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis biaya produksi air ini adalah jumlah air bersih yang diproduksi, biaya langsung dan biaya tidak langsung. Komponen biaya langsung dan tidak langsung yakni biaya instalasi sumber air, biaya instalasi pengolahan air, biaya pegawai. Setelah itu, disusun suatu model fungsi biaya produksi air. Fungsi biaya produksi air berdasarkan fungsi Cobb-Douglass yang diturunkan sebagai berikut : TC = co BIt cl BPt c2 Qt c3 Kemudian dengan mentransformasikan fungsi biaya tersebut ke dalam bentuk logaritma linier, maka model fungsinya menjadi : ln TC = co + c 1 In BIt + c 2 In BVt + c 3 In Qt dengan keterangan sebagai berikut : TC = biaya total pengeluaran air PDAM BIt = biaya instalasi Rp BPt = biaya pegawai Rp Qt = jumlah air bersih yang diproduksi PDAM m 3 t = tahun ke t Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah : c 1 ,c 2 ,c 3 Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab akibat faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi air PDAM adalah regresi linier dengan metode regresi komponen utama Principal Component Regression

4.4 Batasan Operasional

Dalam rangka memperjelas dan mempersempit ruang lingkup penelitian ini, digunakan batasan operasional sebagai berikut : 49 1 Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah mengkaji tentang tingkat ekstraksi sumberdaya air oleh PDAM Bekasi yang terdefinisikan dari tingkat produksi air bersih PDAM Bekasi, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi air, estimasi fungsi biaya produksi terhadap jenis instalasi pengolahan air dan menghitung harga pokok produksi air. 2 Air bersih adalah air dengan karakteristik bersih, jernih tidak berbau dan tidak mempunyai rasa tertentu tawar berdasarkan UU RI No 11 tahun 1974. 3 Air bersih PDAM adalah air yang telah diproses menjadi air jernih sebelum dialirkan kepada konsumen melalui instalasi berupa saluran air. 4 Air baku adalah air yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan air PDAM, diperoleh dari air permukaan maupun air sungai. 5 Air produksi PDAM adalah air yang telah diproses menjadi air bersih dan siap untuk didistribusikan kepada pelanggan. 6 Perusahaan daerah air minum adalah badan usaha milik daerah yang melakukan kegiatan pengadaan, pengolahan, distribusi air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. 7 Debit air adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur permukaan air sungai yang dipengaruhi curah hujan. 8 Kapasitas produksi air minum adalah keluaran maksimum, kemampuan berproduksi suatu perusahaan air minum dalam waktu tertentu. Kapasitas produksi merupakan volume air hasil olahan per satuan waktu. 9 Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai danatau pulau-pulau kecil yang luasnya 50 kurang atau sama dengan 2.000 km 2 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air. 10 Harga pokok air PDAM adalah harga air yang digunakan sebagai dasar dalam penentuan tarif air minum. 11 Tarif air minum adalah harga air minum setiap satu meter kubik yang dibayar oleh seorang pelanggan sesuai pemakainya yang ditetapkan oleh pihak PDAM bersama Pemerintah Daerah sesuai kelompok pelanggan. 12 Konsumen PDAM adalah setiap orang atau badan yang menggunakan air produksi dari Perusahaan Daerah Air Minum PDAM. 13 Instalasi Pengolahan Air merupakan suatu IPA yang dapat mengolah air baku melalui proses tertentu dalam bentuk yang kompak sehingga menghasilkan air minum yang memenuhi baku mutu yang berlaku. 51

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1

Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55’ BT dan 6º7’- 6º15’ LS dengan ketinggian 19 meter diatas permukaan laut. Kota Bekasi merupakan daerah beriklim panas dengan suhu berkisar antara 28-32ºC, kelembaban antara 80-90, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari yaitu masing-masing tercatat 311 mm dan 302 mm sedangkan jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 0 mm. Total curah hujan yang tercatat sepanjang tahun 2009 adalah 1.518 mm. Mengingat kedudukan yang berada di daerah sekitar khatulistiwa, Kota Bekasi dipengaruhi angin muson yaitu muson timur pada bulan Mei sampai bulan Oktober dan muson barat pada bulan November sampai April. Letak Kota Bekasi yang sangat strategis merupakan keuntungan bagi Kota Bekasi terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi di Kota Bekasi menjadikan Kota Bekasi menjadi salah satu daerah penyeimbang DKI Jakarta. Sesuai dengan Perda Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2004 dalam BPS 2011 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 56 kelurahan. Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,48 km 2 , dengan Kecamatan Mustika Jaya sebagai wilayah terluas 24,73 km 2 sedangkan Kecamatan Bekasi Timur sebagai wilayah terkecil 13,38 km 2 . Batas-batas wilayah administrasi yang mengelilingi wilayah Kota Bekasi adalah : Sebelah Utara : Kabupaten Bekasi