28
malik dan meski demikian pendapat ini juga diikuti oleh pengikut Al- Syafi‟i
dan pengikut Imam Ahmad bin Hambal.
43
2. Pra Perkawinan
a. Memilih Jodoh
Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukanlah hanya urusan perdata semata, bukan pula sekadar urusan keluarga dan masalah budaya,
tetapi masalah dan peristiwa agama, oleh karena perkawinan itu dilakukan untuk memenuhi sunnah Allah dan sunnah Nabi dan dilaksanakan sesuai
dengan petunjuk Allah dan petunjuk Nabi.
44
Ada beberapa motivasi yang mendorong seorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan dan
demikian pula dorongan seorang perempuan waktu memilih laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Yang pokok di antaranya adalah: karena
kecantikan seorang wanita atau kegagahan seorang laki-laki atau kesuburan keduanya dalam mengharapkan anak keturunan; karena
kekayaannya; karena kebangsawanannya, dan karena keberagamaannya. Di antara alasan yang banyak itu, maka yang paling utama dijadikan
motivasi adalah karena keberagamaannya.
45
Hal ini dijelaskan Nabi dalam
43
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Madzhab, h. 13
44
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, Jakarta: Prenada Media, 2007, cet. ke-2, h. 48
45
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 48
29
hadisnya yang muttafaq „alaih berasal dari Abu Hurairah, sebagai
berikut:
46
“Seorang perempuan dinikahi dijadikan istri atas dasar empat pertimbangan yaitu: karena kecantikannya; karena hartanya; karena
keturunannya; dan karena agamanya. Maka menangkanlah pilihan
agama dan engkau akan beuntung.” b.
Peminangan Khitbah Kata khitbah adalah bahasa Arab yang secara sederhana diartikan
dengan: penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan atau dalam bahasa Melayu disebut “peminangan”.
47
Lafaz al-khitbah menurut kamus Al-Munawwir berasal dari kata
بوطخلا و طخلا artinya adalah pinangan, lamaran.
48
Peminangan dilksanakan sebelum dilangsungkan akad perkawinan, seorang laki-laki dianjurkan untuk melakukan peminangan terlebih dahulu
kepada perempuan yang akan dinikahinya sebelum terjadinya akad perkawinan dengan tujuan agar kedua calon pasangan suami istri dapat
saling mengenal ber ta‟arruf keadaan dan pribadi masing-masing calon
pasangan suami istri. Baik mengenal keadaan ataupun sifat dan karakter masing-masing sebelum melangkah pada proses perkawinan selanjutnya
yakni proses akad nikah.
46
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 48
47
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 49
48
A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 2007, h. 349
30
Melihat seseorang yang hendak dijadikan pasangan hidup memiliki dasar hukum dari Al-
Qur‟an dan hadis. Firman Allah swt. tersebut adalah sebagai berikut:
“Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh pula mengganti mereka dengan isteri-isteri yang
lain, meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan hamba sahaya yang kamu miliki. dan adalah Allah
Maha mengawasi segala sesuatu.”
Kata نسحلا yang berarti “kecantikan”, tidak dapat diungkap
sebagai bentuk penilaian sebelum diadakan penelitian dengan cara “melihat”. Sebab nuzul ayat secara spesifik membicarakan khitab yang
ditujukan kepada Nabi saw. Khitab itu berisi ketentuan bagi beliau agar tidak melakukan pernikahan terhadap wanitaa lain. Dengan turunnya ayat
tersebut penambahan jumlah istri bagi Nabi saw sudah terhenti.
49
Dalam sitiran ayat terdapat pula sebuah statement yang mengandung pengertian “melihat”. “Melihat”, pada tataran real pada
sebuah perbincangan dengan tema pernikahan akan mengantarkan penilaian terhadap objek pria dan wanita. Penilaian itu dapat berarti
positif berupa pujian karena kecantikan dan atau ketampanan. Sebaliknya
49
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Madzhab, h. 138-139
31
dapat juga negatif berupa celaan karena ketidakcantikan dan atau ketidaktampanan.
50
Dasar hukum melihat pinangan yang bersumber dari hadis diantaranya:
51
“Abu Hurairah berkata: “Pernah aku bersama Nabi saw, lalu beliau didatangi seorang laki-laki memberitahukan perihal dirinya yang
telah menikahi seorang perempuan Anshar. Rasulullah saw berkata
kepadanya: “Sudahkah engkau melihatnya?” Lelaki itu menjawab: belum, Rasulpun menyahut: “Jika demiikian pergi dan lihatlah ia,
karena sesungguhnya di bahagian mata kaum Anshar terdapat sesuatu.”
“Jabir berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: apabila salah seorang di antara kalian mengkhitbah atau melamar seorang
perempuan dan memungkinkan melihatnya terlebih dahulu kepada beberapa hal yang membuat dirinya tertarik kepadanya, maka
hendaknya ia melakukan.”
3. Prosesi Perkawinan
a. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah
: “penyerahan dari pihak pertama”, sedangkan qabul adalah: ” penerimaan dari pihak kedua”. Ijab dari pihak wali perempuan dengan ucapannya :
50
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Madzhab, h. 139
51
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Madzhab, h. 139