1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah yang mengalami peningkatan secara terus
– menerus. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90
mmHg WHO, 2013. Hipertensi juga sering disebut sebagai Sillent Killer karena tidak menimbulkan gejala yang spesifik Kemenkes, 2014.
Pada tahun 1980 penderita hipertensi berjumlah 600 juta orang dan meningkat menjadi 1 miliar orang pada tahun 2008 dan 40 diantaranya
merupakan orang dewasa berusia 25 tahun keatas WHO, 2013. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 25,8 Kemenkes, 2013b. Apabila jumlah penduduk di Indonesia saat ini berjumlah 252.124.458 jiwa, maka terdapat
65.048.110 jiwa diantaranya mengalami hipertensi di Indonesia Kemenkes, 2014.
Saat pengobatan yang dilakukan terhadap hipertensi tidak memadai, hipertensi dapat menyebabkan serangan jantung, pembengkakan
jantung, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, pecahnya pembuluh darah dan kerusakan kognitif WHO, 2013; Kemenkes, 2014. Secara
global, kematian akibat penyakit kardiovaskular mencapai 17 juta dengan
9,4 juta merupakan akibat dari komplikasi hipertensi setiap tahunnya WHO, 2013.
Terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, merokok, ras, obesitas,
konsumsi alkohol berlebih, tingginya asupan natrium, rendahnya asupan kalium, kalsium dan magnesium, serta intoleransi glukosa penyakit ginjal
dan obat – obatan Huether dan McCance, 2012. Sebagai salah satu faktor
risiko hipertensi, obesitas perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan tambahan beberapa kilogram berat badan akan membuat jantung bekerja lebih keras
dan kelebihan lemak di atas pinggul lemak viseral lebih berisiko terhadap kejadian hipertensi Casey dan Benson, 2006; Pausova, 2014.
Risiko dari peningkatan jumlah lemak viseral dalam tubuh mengakibatkan terjadinya obesitas sentral. Berdasarkan laporan Riskesdas
tahun 2013, diketahui terjadi peningkatan proporsi obesitas sentral pada penduduk berusia ≥15 tahun, dari 18,8 pada tahun 2007 menjadi 26,6
pada tahun 2013 Kemenkes, 2013b. Hasil penelitian Sulastri, dkk 2012 terkait hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada
penduduk etnis minangkabau menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara obesitas p0,05; OR = 1,82 dan obesitas sentral p0,05; OR =
2,72 dengan kejadian hipertensi. Status obesitas dapat diketahui melalui pengukuran IMT Indeks
Massa Tubuh dan untuk obesitas sentral dapat diketahui melalui pengukuran LP Lingkar Pinggang dan RLPTB Rasio Lingkar Pinggang
Tinggi Badan. Selain untuk mengukur status obesitas dan obesitas sentral, IMT, LP dan RLPTB juga dapat digunakan sebagai alat skrining dari
hipertensi. Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan RLPTB merupakan nilai dari ukuran Lingkar Pinggang dibagi dengan tinggi badan Meilani,
2012. Titik potong 0,5 dari RLPTB dianggap sebagai alat skrining hipertensi yang paling baik melalui hasil analisis ROC Receiver
Operating Characteristic dibandingkan dengan IMT AUC Area Under Curve 0,68 untuk perempuan dan 0,73 untuk laki-laki Lee dkk, 2008
dan LP AUC = 0,704 untuk laki-laki dan perempuan Browning dkk, 2010.
RLPTB memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan IMT dan LP. Dibandingkan IMT, RLPTB dianggap lebih sensitif sebagai
peringatan awal dari risiko penyakit seperti obesitas dan sindrom metabolik karena secara signifikan berhubungan secara langsung dengan
obesitas sentral serta dapat memprediksi morbiditas dan mortalitas yang lebih baik dibandingkan dengan IMT pada studi longitudinal. Selain itu,
RLPTB dianggap lebih sensitif dari LP pada populasi yang memiliki tinggi berbeda
– beda karena terdapat hubungan negatif yang nyata antara tinggi badan dengan faktor risiko metabolik Ashwell dan Hsieh, 2005; Ashwell
dan Gibson, 2009; Browning dkk, 2010; Ashwell dkk, 2012. Selain itu, RLPTB juga dianggap lebih murah daripada IMT karena
harga alat yang digunakan untuk mengukur RLPTB lebih murah dibandingkan dengan harga timbangan berat badan. Selain itu, Pengukuran
tinggi serta lingkar pinggang dapat dilakukan sendiri dan hasil ukurnya mudah untuk dihitung sehingga lebih mudah untuk digunakan
dibandingkan dengan IMT. Titik potong 0,5 dari RLPTB dapat digunakan oleh anak
– anak 5 tahun hingga orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan dari berbagai etnis Ashwell dan Hsieh, 2005; Ashwell dan
Gibson, 2009; Browning dkk, 2010; Ashwell dkk, 2012. Penelitian terkait RLPTB juga telah dilakukan di berbagai negara seperti Bangladesh
Sayeed dkk, 2003, Turki Meseri dkk, 2013, Korea Park dkk, 2009, Jepang Hsieh dkk, 2003, Inggris Ashwell dan Gibson, 2009 dengan
hasil penelitian yang menyatakan RLPTB sebagai alat skrining terbaik untuk memprediksi kejadian hipertensi dibandingkan dengan IMT dengan
titik potong optimal yang berkisar antara 0,50 - 0,55. Ashwell dkk 2012 menetapkan titik potong 0,5 dari RLPTB
sebagai prediktor dari kejadian hipertensi yang paling baik dan dapat digunakan baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun berdasarkan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan di Indonesia oleh Meilani 2012 terkait pendekatan indeks antropometri sebagai alat skrining
hipertensi pada orang dewasa di daerah urban menghasilkan nilai titik potong optimal RLPTB yang berbeda, titik potong optimal untuk
perempuan adalah 0,51 sensitivitas 61,82; spesifisitas 60,98 dan 0,47 untuk laki-laki sensitivitas 62,10; spesifisitas 56,99. Selain itu,
penelitian terkait RLPTB lainnya di Indonesia juga telah dilakukan oleh Yulestari 2015 pada penduduk pulau Jawa menghasilkan nilai titik
potong yang hampir sama yaitu 0,4705 untuk laki-laki sensitivitas 68,0; spesifisitas 52,8 dan 0,5063 untuk perempuan sensitivitas 72,6;
spesifisitas 50,0. Meskipun sudah ada penelitian sebelumnya terkait penggunaan
RLPTB di Indonesia, namun RLPTB masih belum diterapkan di Indonesia. Berdasarkan rekomendasi titik potong optimal yang telah
direkomendasikan oleh Ashwell 2012, Meilani 2012 dan Yulestari 2015 maka perlu dilakukan penelitian kembali untuk megetahui
bagaimana sensitvitas dan spesifisitas dari beberapa nilai titik potong dari RLPTB sebagai prediktor kejadian hipertensi pada orang dewasa di
Indonesia dengan menggunakan data terbaru, yaitu data Riskesdas tahun 2013. Adapun titik potong yang akan diuji adalah titik potong 0,47 dan
0,50 untuk laki-laki serta titik potong 0,50 dan 0,51 untuk perempuan. Penelitian ini menggunakan uji diagnostik yang menghasilkan nilai
sensitivitas serta spesifisitas yang bertujuan untuk keperluan skrining, hal ini dikarenakan uji sensitivitas dan spesifisitas dianggap stabil dan tidak
berubah pada prevalensi subyek sehat dan sakit Sastroasmoro dan Ismael, 2014. Data Riskesdas tahun 2013 digunakan karena pada penelitian
tersebut didapatkan berbagai macam variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini serta data tersebut dapat mewakili populasi yang ada di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah