laki-laki di Indonesia sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Meilani 2012 dan Yulestari 2015.
Berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitas titik potong 0,47 dan 0,50 RLPTB, peneliti berpendapat bahwa titik potong 0,47 lebih baik
untuk digunakan sebagai prediktor kejadian hipertensi. Hal ini dikarenakan titik potong 0,47 memiliki nilai sensitivitas yang lebih baik
dibandingkan dengan titik potong 0,50 untuk memprediksi kejadian hipertensi pada laki-laki dewasa di Indonesia, dimana mengingat tujuan
dari dilakukannya uji diagnostik pada penelitian ini adalah untuk keperluan skrining, maka nilai sensitivitas yang dihasilkan harus sangat
tinggi meskipun spesifisitasnya sedikit rendah. Skrining yang dilakukan bertujuan untuk mencari penyakit pada subyek yang asimptomatik, untuk
kemudian dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar diagnosis dini dapat ditegakkan Sastroasmoro dan Ismael, 2014.
Selain itu, peneliti juga berpendapat bahwa pada laki-laki dewasa di Indonesia yang memiliki nilai RLPTB ≥0,47 untuk melakukan
pemeriksaan tekanan darah. Hal tersebut bertujuan untuk diagnosis dini dari terjadinya hipertensi pada laki-laki dewasa di Indonesia.
D. Nilai Sensitivitas dan Spesifisitas Titik Potong 0,50 dan 0,51 RLPTB
Pada Perempuan Dewasa di Indonesia Tahun 2013
Nilai sensitivitas dan spesifisitas dari titik potong 0,50 pada responden perempuan dewasa di Indonesia adalah 70,76 dan 47,23.
Nilai sensitivitas 70,76 dari titik potong 0,50 RLPTB menunjukkan bahwa titik potong 0,50 dari RLPTB dapat menyaring 70,76 responden
perempuan yang benar-benar berstatus hipertensi. Sementara itu, nilai spesifisitas 47,23 dari titik potong 0,50 RLPTB menunjukkan bahwa
titik potong 0,50 dari RLPTB dapat menyaring 47,23 responden perempuan yang benar
– benar berstatus tidak hipertensi. Titik potong 0,51 RLPTB memiliki nilai sensitivitas dan
spesifisitas yang berbeda pada responden perempuan, yaitu 66,12 dan 53,59. Nilai sensitivitas 66,12 dari titik potong 0,51 RLPTB
menunjukkan bahwa titik potong 0,51 RLPTB dapat menyaring 66,12 responden yang benar-benar berstatus hipertensi. Sementara itu, nilai
spesifisitas 53,59 dari titik potong 0,51 RLPTB menunjukkan bahwa titik potong 0,51 RLPTB dapat menyaring 53,59 responden perempuan
yang benar-benar berstatus tidak hipertensi. Hasil penelitian yang hampir sama juga ditemukan pada penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya oleh Meilani 2012 pada perempuan dewasa di wilayah urban Indonesia, dimana titik potong optimal RLPTB
yang dihasilkan adalah 0,51 dengan nilai sensitivitas 61,82 dan spesifisitas 60,98. Pada penelitian yang dilakukan di Korea Park dkk,
2009 juga didapatkan titik potong optimal 0,51 RLPTB untuk perempuan dengan nilai sensitivitas 76,6 dan spesifisitas 67,4. Namun pada
penelitian yang dilakukan di China Zeng dkk, 2014 ditemukan titik potong optimal RLPTB yang berbeda dan lebih rendah untuk perempuan,
yaitu 0,49 dengan nilai sensitivitas 73,3 dan spesifisitas 73,0. Hasil penelitian yang berbeda juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di
Singapura oleh Lam BCC dkk 2015 dimana nilai titik potong optimal RLPTB pada perempuan adalah 0,531 dengan nilai sensitivitas 61,0 dan
spesifisitas 81,6. Berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang dihasilkan dari
uji tabel 2x2 pada titik potong 0,50 dan 0,51 RLPTB pada perempuan dewasa di Indonesia, peneliti berpendapat bahwa titik potong 0,50
merupakan titik potong RLPTB yang paling baik untuk digunakan sebagai alat skrining hipertensi pada perempuan dewasa di Indonesia. Hal ini
dikarenakan titik potong 0,50 RLPTB memiliki nilai sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan titik potong 0,51 yaitu 70,76 meskipun
nilai spesifisitas dari titik potong 0,50 lebih rendah daripada spesifisitas titik potong 0,51, yaitu 47,23. Menurut Sastroasmoro dan Ismael 2014
uji diagnostik yang akan digunakan untuk keperluan skrining harus memiliki nilai sensitivitas yang sangat tinggi meskipun nilai
spesifisitasnya sedikit rendah. Ashwell dkk 2012 serta Browning dkk 2010 juga
merekomendasikan nilai titik potong 0,50 dari RLPTB sebagai alat skrining hipertensi terbaik yang dapat digunakan secara global
dibandingkan dengan IMT dan LP berdasarkan nilai AUC 0,704. Menurut Ashwell 2011 pada titik potong ≥0,50 telah terjadi distribusi lemak
sentral. Pada penelitian ini, diketahui bahwa responden perempuan di
setiap kelompok usia memiliki rata-rata nilai RLPTB 0,50 setelah usia 27 tahun kecuali pada usia ≥78 tahun yang memiliki nilai rata-rata
RLPTB 0,50 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi lemak viseral pada perempuan dewasa di Indonesia terjadi pada usia 27 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti juga berpendapat bahwa pada perempuan dewasa di Indonesia yang memiliki nilai RLPTB ≥0,50
maka perlu melakukan pengecekan tekanan darah untuk diagnosis dini dari terjadinya hipertensi pada perempuan dewasa di Indonesia.
57
BAB VII PENUTUP
A. Simpulan