Hubungan antara obesitas dengan aktivasi renin-angiotesi- aldosterone system RAAS merupakan mekanisme tambahan dari kaitan
antara obesitas dengan peningkatan tekanan darah. RAAS merupakan sistem kunci untuk regulasi tekanan darah yang komponennya seperti
Angiotensin atau AGT diproduksi pada jaringan adiposa yang diproduksi di hati, paru-paru dan ginjal. Produksi RAAS pada jaringan adiposa ikut
berkontribusi dalam tingginya tingkat sirkulasi dari komponen RAAS yang terlihat pada orang yang obesitas dibandingkan dengan orang yang
kurus dan dapat berkontribusi dalam peningkatan tekanan darah pada obesitas. Beberapa komponen dari jaringan adiposa RAAS, seperti AGT
dan AT1R menunjukan tingginya jumlah lemak viseral dibandingkan dengan lemak subkutan pada manusia Pausova, 2012.
C. Indeks Antropometri
1. Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh IMT adalah ukuran dari berat badan dalam kilogram kg dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter
Kemenkes, 2011. Berdasarkan laporan hasil Riskesdas tahun 2013, batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi penduduk
dewasa di Indonesia adalah sebagai berikut: a Kategori kurus
: IMT 18,5 b Kategori normal
: IMT ≥18,5 - 24,9 c Kategori BB lebih
: IMT ≥25,0 - 27,0
d Kategori obesitas : IMT ≥27,0
Berdasarkan penelitian Nurzakiah, dkk 2010 di wilayah Depok, Jawa Barat diketahui bahwa cut off
IMT ≥27,0 memiliki sensitivitas 51,50 dan spesifisitas 99,93 dengan prevalensi obesitas
sebesar 22,7; sementara itu, prevalensi obesitas menggunakan BIA yang merupakan baku emas dari pengukuran obesitas adalah 35. Hal
ini menunjukkan bahwa titik potong IMT yang digunakan di Indonesia saat ini kurang tepat untuk mengukur status obesitas pada penduduk
Indonesia. Pada penelitian tersebut, Nurzakiah, dkk 2010 merekomendasikan titik potong IMT untuk obesitas sebesar 24,13
kgm2 untuk laki-laki dan 26,15 kgm2 untuk perempuan. Hasil penelitian Harahap, dkk 2005 mengenai penggunaan
berbagai cut off IMT sebagai indikator obesitas terkait penyakit degeneratif di Indonesia menyatakan bahwa pada nilai IMT 22 telah
terjadi peningkatan risiko penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus dan hiperkolestrol. Namun IMT memiliki kelemahan
karena tidak dapat mengukur secara langsung lemak tubuh atau distribusi lemak dikarenakan pengukuran IMT hanya dapat
memprediksi lemak atau distribusi lemak tubuh Ashwell, 2009; Harahap, dkk, 2005.
Selain itu, penelitian Lee, dkk 2008 menyatakan bahwa IMT merupakan diskriminator yang buruk dari faktor risiko kardiovaskular
seperti hipertensi, diabetes dan dislipidemia pada laki-laki dan perempuan dibandingkan RLPTB Rasio Lingkar Pinggang Tinggi
Badan. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Guash-Ferre dkk 2012 di Spanyol dan Zeng dkk 2014 di China, mereka
menyimpulkan bahwa IMT merupakan indikator yang lebih sensitif untuk menilai hipertensi dibandingkan dengan LP dan RLPTB.
2. Lingkar Pinggang
Lingkar pinggang merupakan metode yang mudah untuk mengukur obesitas sentral, yang mana lingkar pinggang memiliki
hubungan dengan risiko hipertensi sistemik, level tekanan darah, risiko kardiovaskular dan kematian Leblanc dan Poirier, 2014. Menurut
rekomendsi IDF tahun 2006, ukuran lingkar pinggang atau ideal untuk laki-laki adalah 90 cm dan untuk perempuan adalah 80 cm Kemenkes
RI, 2013c. Pada penelitian Meilani 2012 mengenai pendekatan
antropometri sebagai alat skrining hipertensi pada orang dewasa di daerah urban, ia merekomendasikan penggunaan lingkar pinggang
sebagai alat skrining terhadap hipertensi karena lebih mudah dan murah, hal tersebut dikarenakan baik LP, IMT maupun RLPTB
memiliki nilai uji diagnostik yang lemah. Namun, menurut Ashwell dan Hsieh 2005 LP kurang sensitif dibandingkan dengan RLPTB
karena hasil pengukuran LP tidak bisa disamakan pada populasi yang
memiliki tinggi badan yang berbeda – beda, sementara terdapat
hubungan negatif yang nyata antara tinggi badan dengan risiko metabolik.
3. Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan