Pengertian Anak Tunanetra Kajian tentang Anak Tunanetra
                                                                                13
Pendapat  tersebut  dapat  diartikan  bahwa  hal  ini  juga  sulit  untuk menilai kinerja anak gangguan penglihatan di laboratorium dengan jenis
tugas kemampuan konseptual. Bayi dan anak tunanetra yang sangat muda mengalami  keterlambatan  dibandingkan  dengan  anak  awas  sebaya.  Hal
ini sering dihubungkan dengan fakta bahwa mereka lebih mengandalkan sentuhan  yang  kurang  efisien  dibandingkan  penglihatan.  Sentuhan  tetap
menjadi  arti  sangat  penting  sepanjang  hidup  bagi  mereka  yang  buta. Pengertian  tersebut  memberikan  penjelasan  bahwa  anak  tunanetra
memiliki  kemampuan  konseptual  yang  kurang  dibanding  anak  awas karena  terbatasnya  dalam  perolehan  pengalaman.  Pendidikan  yang
diterapkan bagi anak tunanetra hendaknya memaksimalkan indera peraba untuk memperoleh pengalaman pengetahuan.
b.
Achievement Ability
“...children  with  low  visi
on  and  those  who  are  blind  are something  behind  their  sighted  peers.  Most  authorities  believe
that  when  low  achievement  does  occur,  it  is  due  not  to  the blindness itself, but to such things as low expectations or lack of
exposure to Braille”. Pendapat  tersebut  diartikan  bahwa  anak  kurang  lihat  dan  buta
terkadang berada lebih terbelakang dari anak awas sebaya. Banyak orang percaya  bahwa  ketika  prestasinya  rendah,  itu  bukan  terjadi  karena
keadaan  buta  itu  sendiri  tetapi  rendahnya  harapan  ataupun  kurangnya paparan dalam bentuk Braille. Pengertian tersebut mengemukakan bahwa
prestasi  belajar  anak  tunanetra  yang  rendah  terjadi  karena  keterbatasan pengetahuan yang disajikan dalam bentuk tulisan Braille. Prestasi belajar
14
anak  tunanetra  dapat  ditingkatkan  dengan  adanya  inovasi  pembelajaran sesuai keterbatasannya.
c.
Social Adjusment
“First, social interactions among the sighted are often based on
subtle cues, many of which are visual. Second, sighted society is often  uncomfortable  in  its  interactions  with  those  who  are
visually impaired. Children with visual impairment often need to
be taught directly how to use those cues”. Pendapat  tersebut  dapat  diartikan  bahwa  interaksi  sosial  di  sekitar
orang  awas  sering  didasari  pada  isyarat  halus,  banyak  yang  visual.  Kedua, masyarakat  orang  awas  sering  merasa  tidak  nyaman  ketika  berinteraksi
dengan  mereka  yang  tunanetra.  Anak  dengan  gangguan  penglihatan  sering membutuhkan  arahan  langsung  untuk  menggunakan  isyarat.  Pengertian
tersebut  mengemukakan  bahwa  dari  segi  sosial  anak  tunanetra  perlu memahami  isyarat  visual  yang  ada  di  sekitarnya.  Interaksi  sosial  yang
dilakukan  tunanetra  pun  menjadi  terbatas  karena  ketidaknyamanan  anak tunanetra dengan orang awas.
Karakteristik tunanetra lainnya menurut Purwaka Hadi  2007:  23-25 yaitu  terbagi  menjadi  karakteristik  fisik  dan  karakteristik  psikis.
Karakteristik  fisik  tunanetra  buta  yaitu  bola  mata  tidak  bergerak,  kelopak mata  tidak  berkedip,  tidak  bereaksi  tehadap  cahaya  dan  biasanya  tunanetra
yang  tidak  terlatih  orientasi  mobilitas  tidak  memiliki  konsep  tubuh  atau
body  image.
Karakteristik  psikis  tunanetra  buta  yaitu  ketidak  kemampuan menguasai  lingkungan  jarak  jauh  membuat  anak  tunanetra  sering