Polimorfisme genetik Variasi genetik respons imunologi pada leukemia Kerangka Konseptual

kegagalan differensiasi terhadap sel normal. Klasifikasi imunofenotip sangat berguna dalam mengklasifikasikan leukemia, ALL dalam precursor sel B atau leukemia sel T. Prekursor sel B termasuk CD19, CD20, CD22 dan CD79, sementara sel T membawa imunofenotip CD3, CD7, CD5 atau CD2. Petanda mieloid spesifik termasuk CD13, CD14 dan CD33. 1 Penyebab leukemia masih belum diketahui, faktor lingkungan dan cacat genetik dihubungkan dengan peningkatan insidens leukemia, namun hal ini masih kontroversi. Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia pada anak mengenai peranan infeksi virus atau bakteri seperti yang disebutkan Greaves tahun 1993, ada 2 langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari respons terhadap infeksi. 1,23

2.7 Polimorfisme genetik

Gen dapat berpengaruh dalam proliferasi atau differensiasi dan disregulasi dalam leukemogenesis. Single Nucleotida Polimorpism SNP pada reseptor TLR2, TLR4, TLR6, TLR9, TLR10 dan CD14 dihubungkan dengan penyakit atopi dan leukemia. TLR2 merupakan protein pada manusia yang dikodekan oleh gen TLR2 yang ditetapkan sebagai CD282, TLR4 ditetapkan sebagai CD284, TLR6 ditetapkan sebagai CD286, TLR9 sebagai CD289 dan TLR10 ditetapkan sebagai CD290. Sedangkan CD14 merupakan co-reseptor dari Universitas Sumatera Utara TLR4, seluruh TLRs ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi yang spesifik berbagai komponen mikroba. 23 Haplotype-tagging Single nucleotide polymorphism pada TLR6 pada lokus 4p14 yaitu rs1039559, rs5743788, rs5743810, rs6531666, rs5743798 dan berhubungan penyakit alergi dengan leukemia rs6531666 alel TC dan rs5743798 alel CT. 7

2.8 Variasi genetik respons imunologi pada leukemia

Sebuah penelitian terbaru memberikan bukti bahwa variasi dalam interaksi gen dengan infeksi paparan lingkungan pada masa bayi untuk menentukan bentuk sitokin dari respons imun. Gen berperan jelas dalam konteks hipotesis infeksi yang dikenal sebagai komponen penting dari pengkodean imunitas jaringan termasuk gen polimorfik Human Leukocyte Antigen HLA dalam Major Histocompatability Compleks MHC sitokin, kemokin dan reseptor-reseptornya. Pengetahuan tentang kekebalan sistem molekul dan teknologi genetika adalah sekarang cukup matang untuk diterapkan dengan prospek data yang berarti. Interleukin-12 IL-12 memiliki peran penting dalam mengatur keseimbangan respons Th1 dan Th2, dengan respons mendukung aktivitas Th1. Oleh karena variasi alel pada gen IL12B yang berkaitan dengan rendah atau tinggi IL-12 dihubungkan dengan peningkatan risiko asma. 24 Universitas Sumatera Utara

2.9 Hubungan penyakit alergi dengan leukemia

Teori hygiene hypothesis menyatakan infeksi diawal kehidupan anak untuk pengembangan imunologi normal dan kurangnya priming infeksi di awal kehidupan mengakibatkan respons imun abnormal terhadap infeksi di kemudian hari yang mengarah ke pengembangan leukemia. 7 Variasi gen yang ditentukan beriteraksi dengan infeksi paparan lingkungan untuk menentukan bentuk sitokin dari respons imun. 24 Hipotesis pemulihan infektif limfoid the infective lymphoid recovery hypothesis menganggap bahwa infeksi ringan pada awal kehidupan menimbulkan respons imun adaptif, sedangkan infeksi berulang pada anak menyediakan kondisi yang kondusif akumulasi mutasi onkogenik bekerja sama diperlukan untuk promosi Precusor B Cell-Acute Leukemia PBC-AL. 25 Penyakit atopik didominani sel Th2 yang penting untuk produksi IgE. Semua bayi yang dilahirkan didominasi oleh Th2, ditandai dengan IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 dan IL-13. Pada usia 2 tahun bayi yang tidak atopik secara bertahap didominasi bentuk Th1 yang ditandai oleh IL-12, IL-18, IFN- ᵧ, TNF- α, sedangkan bayi yang mengembangkan atopi gagal membentuk transisi Th2 ke Th1. Salah satu pendorong kekuatan transisi imun tubuh adalah paparan mikroba, yang menginduksi sel-sel imun bawaan seperti sel dendritik untuk menghasilkan sitokin yang penting untuk pengembangan respons Th1. Sel dendritik mengekpresikan TLRs dan rentan terhadap ligan, termasuk ransangan mikroba serta ligan endogen. Ligan untuk TLR6 termasuk Universitas Sumatera Utara polypeptides diacyl dari mycoplasma, zymosan dari saccharomyces cerevisiae dan lipoteichoic acid dari group B streptococci dan staphylococci. Produksi TNF- α yang ditimbulkan oleh zymosan dan bakteri gram positif dihambat TLR6 sebagai produksi dalam respons terhadap mikoplasma. Macrophage activating lipopeptide-2 dari fermentasi mycoplasma. Hal ini menunjukan bahwa gen TLR6 mengontrol differensiasi Th1, sedangkan tidak adanya TLR6 diperantarai signal menghasilkan respons Th2. 7 Single nucleotide polymorphisms SNPs di TLR-2, TLR-4, TLR-6, TLR-9, TLR-10 dan cluster of differentiation 14 CD14 telah dihubungkan dengan penyakit atopi. CD14 bertindak sebagai co-receptor bersama dengan TLR-4 untuk mendeteksi bakteri lipopolisakarida. 7 Single Nucleotide Polymorphisms SNPs terletak pada gen TLR6 yaitu haplotype-tagging rs6531666 dan rs5743789 meningkatkan risiko penyakit atopik dan berhubungan dengan risiko leukemia, rs5743789 dihubungkan dengan peningkatan mRNA. 23,26 Variasi pada gen yang mengkode TLRs dan CD14 mengubah kemampuan dalam mengenali mikroba atau mengubah jumlah produksi gen yang menyebabkan respons imun tidak adekuat dan meningkatkan kerentanan untuk penyakit atopi. Variasi genetik dalam TLRs dapat mempengaruhi aktivasi sel T-reg yang bertanggung jawab untuk menekan respons Th2 dan untuk keseimbangan Th1 ke Th2. Sel T-reg dapat menjadi Universitas Sumatera Utara natural occurring T-reg dengan mengekpresikan foxp3 faktor transkripsi dan T-reg adaptif foxp3 Tr1 dan Th3. 27 Foxp3 mempunyai peran sebagai faktor perkembangan sel T-reg dan juga mengendalikan fungsinya. T-reg dapat mencegah reaksi imun yang terlalu aktif dengan menekan respons imun adaptif maupun bawaan yang berperan pada toleransi imun selanjutnya. 28 Berkurangnya fungsi T-reg hasil dari peningkatan aktivitas Th1, Th2, dan Th17 yang dapat mengakibatkan hilangnya daya penekanan suppressor terhadap sel autoreaktif. Hilangnya suppressor terhadap sel yang autoreaktif dengan adanya respons imun berulang akan terjadi kelainan kromososm pertama dan secara cepat akan memperluas kelainan kromosom kedua yang mengarah ke perkembangan leukemia. 23 2.10 Beberapa faktor berhubungan penyakit alergi dengan leukemia 2.10.1 Terpapar hewan peliharaan dan peternakan Profil sitokin saat lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk genetik seorang anak, genetik ibu, dan paparan didalam rahim dan berbagai faktor lingkungan. 29 Peningkatan aktivitas Th1 dan peternakan dihubungkan dengan aktivitas meningkatnya Th2. Paparan lingkungan memodulasi fungsi kekebalan tubuh anak sehingga berinteraksi dengan terpapar infeksi diawal kehidupan untuk menentukan risiko terjadinya leukemia. Faktor lingkungan Universitas Sumatera Utara dan genetik mempengaruhi pengembangan atopi. Paparan mikroba yang meningkat dapat memberikan efek perlindungan pada atopi dengan TLRs mengikat endotoksin mikroba dan akan mengaktifkan sistem imun tubuh. 25 Teraktivasinya TLR akan memproduksi Nf-kB yang merupakan faktor transkripsi yang memediasi sinyal antiapoptotic dalam beberapa sel kanker. Myelin Basic Protein Gene digunakan sebagai substrat selama induksi apoptosis pada sel leukemia. 30

2.10.2 Urutan kelahiran

Modulasi sistem imun anak dapat terjadi di dalam rahim dan akan dipengaruhi oleh status atopi ibu. Status atopi ibu telah terbukti menjadi prediktor positif status atopi pada anak. 29 Urutan kelahiran meningkat telah dihubungkan dengan penurunan risiko alergi dan leukemia, dan hubungan ini telah dijelaskan dalam konteks hygiene hypothesis. 23 Paparan ransangan mikroba dapat menginduksi sistem imun pada masa bayi, jika terinfeksi kembali dikemudian hari menyebabkan respons imun yang hiperaktif sehingga mengakibatkan stress proliferatif yang akan terjadi mutasi sel limfosit B dan akan mengkonversi sel preleukemia menjadi leukemia. 30 Universitas Sumatera Utara

2.10.3 Jumlah Saudara Kandung

Strachan, dalam konteks hipotesis higiene melaporkan adanya suatu hubungan yang terbalik antara jumlah anggota keluarga dengan berkembangnya kelainan atopi. 29 Setiap kehamilan dapat menurunkan respons atopi ibu dengan menginduksi toleransi imun dan dapat menurunkan risiko pada keturunan berikutnya untuk menjadi atopi. Kadar IgE maternal menurun dengan jumlah kelahiran. Oleh karena itu toleransi imun maternal yang ditunjukkan oleh rendahnya kadar IgE penting untuk respons atopi pada anak sehingga penurunan IgE serum pada tali pusat seiring dengan meningkatnya jumlah saudara kandung yang hidup, hal ini dapat dijelaskan oleh adanya penurunan IgE maternal. 31 Universitas Sumatera Utara

2.11 Kerangka Konseptual

yang diamati dalam penelitian Gambar 2.1.Kerangka Konsep Aktif limfosit B Tidak terjadi Perubahan Th2 ke Th1 Manifestasi alergi Atopi ↑Th2Treg dan ↓Th1TLRs ↑fungsi polymorphisms Peningkatan produksi IgE Sel preleukemia Pemeriksaan uji tusuk kulit Leukemia Genetik Berkurangnya terpapar hewan peliharaan dan peternakan, jumlah saudara kandung dan urutan kelahiran Berkurangnya paparan mikroba dan endotoksin Riwayat keluarga Universitas Sumatera Utara BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian