Masa Awal kemerdekaan 1945-1950
Walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, kedudukan umat islam dalam masa permulaan revolusi tidak dapat disebut kuat. Hal ini
tercermin dalam kabinet dan keanggotaan KNIP. Hanya ada dua orang yang mewakili golongan Islam dalam kabinet yang dibentuk pada bulan Agustus
1945 dan hanya 20 dari 137 anggota KNIP. Kedua menteri tersebut adalah Wahid Hasjim Menteri Negara dan Abikusno Tjokrosujoso Pekerjaan
Umum. Dalam badan pekerja KNIP yang jumlahnya 15 orang, hanya ada dua
orang wakil umat muslim yang duduk Wahid Hasjim dan Sjafruddin Prawiranegara. Partai Masyumi sebagai perwujudan politik Islam waktu itu
tidak mendesakkan tuntunan perubahan apapun. Partai ini walaupun menginginkan porsi kursi yang besar, tapi lebih mementingkan persatuan dan
kesatuan serta pertahanan kemerdekaan dari pada mengurusi kepentingan kelompoknya. Oleh sebab itu, partai tidak setuju dengan perubahan sistem
kabinet presidensil ke kabinet Parlementer.
3
Inisiatif perubahan ini datang dari Sjahrir dalam badan pekerja KNIP Komite Nasional Indonesia Pusat. Sistem partai dibenarkan, kemudian
diadakan perubahan sistem kabinet yang disetujui Presiden. Persetujuan antara KNIP dan Presiden mempunyai kekuatan hukum, jadi diumumkan
kabinet Sjahrir yang pertama tanggal 14 November 1945. Posisi kabinet diisi hanya seorang anggota partai Masyumi, yaitu Haji Mohammad Rasjidi yang
3
Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1987, hlm. 152-153.
ditugasi menghadapi soal soal agama. Pada tanggal 3 Januari 1946 Mohammad Natsir dari partai Masyumi diangkat sebagai Menteri Penerangan
dan ketika Departemen Agama diadakan 3 Januari 1946 Rasjidi mengepalainya sebagai menteri Agama, tetapi Rasjidi maupun Natsir turut
serta dalam kabinet sebagai perseorangan bukan sebagai wakil partai.
4
Kekecewaan partai Masyumi dikemukakan dalam sidang KNIP oleh Natsir dalam sebuah manifesto. Partai Masyumi menekankan pendapatnya
bahwa sistem presidensil akan lebih menjamin stabilitas pemerintah dan bahwa perubahan itu melanggar Undang-Undang Dasar. Alasan perubahan
sistem ini adalah untuk “membersihkan kalangan pemerintahan dari orang- orang yang telah bekerja sama dengan Jepang dal
am masa pendudukan”, Masyumi tidak dapat menerimanya. Malah, menurut partai, sebagian besar
dalam kabinet Syahrir merupakan orang-orang yang bekerja sama dengan Jepang dimasa pendudukan, dan dengan Belanda di masa penjajahan
Masyumi tidak hanya membatasi ketidaksetujuannya terhadap kabinet Sjahrir karena soal pergantian sistem kabinet. Partai Masyumi pun menolak
kebijakan kabinet Syahrir yang lebih menggunakan upaya perundingan dari pada sikap “radikal”. Disamping itu partai Masyumi menginginkan adanya
kabinet dengan sistem koalisi.
5
Partai-partai lain umumnya setuju dengan apa yang dikemukakan oleh partai Masyumi tentang pergantian sistem kabinet serta tuntutan kabinet
4
Ibid, hlm. 154
5
Ibid, hlm. 162-163.
koalisi. Tekanan ini akhirnya berhasil dan Presiden Soekarno mengemukakan Sjahrir telah mengembalikan mandatnya dalam sidang KNIP di Solo tanggal
28 Februari 1946, tetapi pada tanggal 2 Maret, Syahrir ditunjuk lagi sebagai formatur kabinet suatu koalisi. Jadi hanya sebagian keinginan partai yang
terpenuhi. Partai Masyumi tetap menolak Syahrir dan menginginkan agar Syahrir mengembalikan mandatnya ke presiden. Aspirasi partai Masyumi
semakin hari semakin kuat pada pemerintahan. Kuatnya pengajuan aspirasi itu membuat hubungan pemerintah dengan pemimpin politik yang beroposisi
itu semakin buruk. Oleh karena mereka kurang diperhatikan, para pemimpin persatuan perjuangan mulai bertindak.
6
Suatu kericuhan
terjadi di
Solo, menyebabkan
pemerintah mengumumkan keadaan bahaya disana, yang kemudian diperluas ke seluruh
Jawa dan Madura. Perdana menteri Syahrir sendiri diculik pada tanggal 27 Juni di Solo dan baru dilepaskan tanggal 2 Juli. Pada saat yang hamipr sama,
pada tanggal 3 Juli, terjadi apa yang disebut perebutan kekuasaan. Presiden dituntut untuk membubarkan kabinet Syahrir. Kabinet syahrir sendiri terdiri
dari 30 anggota termasuk 6 anggota Masyumi, yaitu Mohamad Roem Menteri Dalam Negeri, Jusuf Wibisono Menteri Muda Kemakmuran,
Mohamad Natsir Menteri Penerangan, Sjarifuddin Prawiranegara Menteri
6
Persatuan perjuangan adalah organisasi yang dipimpin oleh Tan Malaka yang didirikan di Purwokerto pada tanggal 4 Januari 1946. Masyumi sangat dekat
dengan organisasi ini, karena memiliki pemikiran yang sama yaitu menolak segala bentuk kebijakan pemerintah. Apalagi pergantian sistem kabinet presidensial ke
sitem parlementer. Deliar Noer. Ibid, hlm. 164.
Keuangan, Fathurrahman Menteri Agama, dan Wahid Hisjam Menteri Negara.
7
Pembentukan Kabinet berikutnya menyebabkan perpecahan dalam Masyumi.Pada tanggal 30 Juni 1947 presiden memberi mandat kepada Amir
Sjarifuddin Sosialis, Sukiman Masyumi, A.K. Gani PNI dan Setiadjit Buruhuntuk membentuk kabinet nasional. Partai Masyumi menuntut kursi
perdana menteri dan menteri pertahanan, menteri luar negeri dan dalam negeri. Kemudian pada tanggal 2 Juli, tiga formatur yaitu Amir Sjarifuddin,
A.K. Gani, dan Setiadjit berhasil membentuk kabinet dengan Amir Sjarifuddin menjadi perdana menteri. Amir Sjarifuddin juga mengumumkan
pula berdirinya PSII. Amir menyadari bahwa tanpa adanya golongan islam dalam kabinetnya kurang kuat, karena sebelumnya tidak ada kesepakatan
dengan Masyumi mengenai komposisi kabinet.
8
Keluarnya PSII Partai Syarikat Islam Indonesia menjadi pukulan telak bagi Masyumi sehingga muncul keretakan dalam partai Islam. Keluarnya
PSII disebabkan karena kekecewaan sebagian politisinya di partai Masyumi yang tidak mendapatkan peran dan kedudukan kurang strategis seperti
Wondoamiseno dan Arundji Kartawinata. Selain itu kemunduran sebagian elite partai Masyumi disebabkan partai ini yang begitu lunak menghadapi
7
Ibid, hlm. 170-172.
8
Abdul Aziz Thara. Islam dan negara dalam politik orde baru.Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm.160.
Belanda untuk berunding dalam berbagai hal.
9
Atas dasar itulah PSII kemudian menjadi fraksi sendiri pada tahun 1947. Disamping itu orang lama
PSII mendesak pusat untuk mendirikan kembali PSII. Konfernsi partai di Banjarnegara tanggal 13 Juli 1947 mendukung inisiatif untuk mendirikan
PSII. Pihak Masyumi pasca berdirinya PSII masih bersedia membantu
pemerintahan, terlebih akan dimulainya perundingan terhadap Belanda lagi. Partai Masyumi bersedia duduk dalam kabinet 13 November 1947 dengan
memperoleh 4 kursi: Wakil perdana Menteri I Samsudin, Menteri dalam Negeri Moehammad Roem, Menteri Agama K.H Masjkur dan Menteri
Kehakiman Kasman Singodeimedjo. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena perjanjian Renville yang ditandangani oleh Amir Sjarifuddin dinilai
kurang menguntungkan. Masyumi pun menarik menteri-menterinya dari kabinet.
10
Pada tanggal 23 Januari 1948 Amir menyerahkan mandatnya kepada presiden setelah ditinggalkan para pendukungnya, yaitu Masyumi, PNI, dan
golongan Syahrir. Keadaan ini diselesaikan Presiden dengan menunjuk Hatta sabgai formatir. Haata lebih banyak memilih tokoh lawan Amir yaitu
Masyumi dan PNI, masing-masing empat kursi. Keempat tokoh itu adalah Sukiman Wirjosandjojo Dalam Negeri, Sjarifuddin Prawiranegara
9
Ridho Al Hamdi. Partai Politik Islam Teori dan Praktik di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013, hlm. 57.
10
Ibid.
Kemakmuran, K.H Masjkur Agama dan Mohammad Natsir Penerangan. Kabinet Hatta dalam masa revolusi merupakan kabinet dengan usia yang
terlama, yaitu sampai 27 Desember 1949. Dalam kabinet ini Sukiman bersedia duduk dan bekerja sama, hal yang tidak dilakukan beliau ketika
pimpinan Syahrir dan Amir Sjarifuddin.
11