Pergolakan Politik Partai Masyumi 1956-1958
divisi Banteng dari masa revolusi. Pada tanggal 20 Desember, komandan resimen di Sumatera Barat mengambil alih pemerintah sipil. Pada tanggal 22 Desember
kolonel Maludin Simbolon Panglima Divisi Bukit Barisan mengumumkan pengambil alihan kekuasaan di Sumatera Utara.
3
Kejadian ini disusul pula terbentuknya dewan-dewan dalam tubuh Angkatan Darat di Sulawesi yang
bernama Dewan Manguni. Perwira militer senior di Indonesia Timur, komandan TT Teritorial
Tertinggi -VII , Letnan Kolonel H.N.V Ventje Sumual telah menghadiri reuni SSKAD Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Bandung pada November
1956. Keadaan disana TNI Tentara Nasional Indonesia dan negara diperbincangkan serta ada seruan untuk persatuan TNI. Sumal rupanya sudah
berhubungan dengan kolonel-kolonel di Sumater seperti, Simbolon dan Husein dan bersimpati pada mereka, tetapi merasa bahwa dia hanya mempunyai satu
batalyoan di bawah kekuasaan operasionalnya di Sulawesi Selatan, tempat markas kedudukan besarnya. Panglima Sumual kemudian berangkat pula ke
Jakarta untuk meyakinkan pemerintah pusat tentang gawatnya di Indonesia Timur dan menyongsong tuntutan Gubernur atas otonomi sipil.
4
Pertengahan Februari sebelumnya pemimpin-pemimpin sipil mengorganisir diri ke dalam suatu perkumpulan. Perkumpulan tersebut bernama Konsentrasi
3
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern Jakarata: Serambi Ilmu, 2008, hlm. 503.
4
Barbara Sillars Harvey, Permesta Pemberontakan Setengah Hati Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989, hlm. 67.
Tenaga untuk keselamatan rakyat Sulawesi. Pemimpinnya dari PKR Partai Kedaulatan Rakyat Residen Andi Burhanuddin, wakil ketua J. Latumabina,
Sekretaris Henk Rondonuwu; pembantu-pembantu ditunjuk dari partai seperti A. Tadjuddin PSI Partai Sosialis Indonesia dan Abdul Muluk Makatita Partai
Masyumi. Maksud mereka untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah agar mendapatkan pengertian yang lebih baik dari pemerintah pusat atas tuntutan
otonomi provinsi. Tujuan Otonomi mereka adalah untuk memajukan kemakmuran rakyat Sulawesi, bukan untuk memisahkan mereka dari Republik
Indonesia.
5
Himpitan situasi yang begitu berat tidak memungkinkan kabinet tidak bertahan lama. Partai Masyumi lebih dahulu menarik mentei-menterinya dalam
kabinet. Soekarno mengganggap bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan kemudain memperkenalkan apa yang
disebut musyawarah dalam mufakat. Sistem multipartai oleh tokoh politik dinyatakan sebagai salah satu penyebab infektivitas pengambilan keputusan
karena masyarakat lebih didorong ke arah bentuk yang fragmatis.
6
Pada tanggal 21 Februari 1957 Soekarano lalu mengemukakan tiga konsepsinya yang pertama, kabinet akan didasarkan pada empat partai besar hasil
pemilu: PNI, partai Masyumi, NU dan untuk pertama kalinya PKI Partai
5
Ibid, hlm 62.
6
Rusadi Kantraprawira, Sistem Politik Indonesia Bandung: Sinar Baru, 1988, hlm. 189.
Komunis Indonesia. Kedua akan dibentuk suatu Dewan Nasional yang ditetapkan presiden, terdiri dari wakil-wakil daerah dan kelompok-kelompok
fungsional, akan dibutuhkan untuk memberi nasihat pada kabinet. Sistem Demokrasi Parlementar sudah tidak cocok, harus diganti dengan Demokrasi
Terpimpin. Pengucapan konsepsi itu adalah langkah yang pertama dalam proses penerimaan Soekarno atas suatu perintah politik yang lebih aktif yang berpuncak
pada Juli 1959.
7
Natsir dan partainya menolak konsepsi Presiden tentang sistem partai dan demokrasi terpimpin. Natsir juga tidak setuju ketika PKI masuk dalam kabinet
karena di kabinet sebelumnya terjadi banyak perdebatan. Suasana semakin tegang terlebih usaha-usaha untuk melaksanakan konsepsi Presiden mendapat
tantangan di daerah. Penolakan tersebut bertentangan dengan kebijakan Presiden Soekarno yang hendak menyatukan seluruh kekuatan bangsa.
8
Akibatnya, keadaan dalam negeri menjadi gawat, sedang kabinet semakin lemah. Akhirnya
kabinet Ali II menyerahkan mandat ke Presiden Soekarno tanggal 14 Maret 1957.
Pasca jatuhnya kabinet Ali II yang disusul dengan pemberlakuan darurat perang. Kemudian Soekarno menunjuk Ir. Juanda, komposisi dari kabinet Juanda
sendiri juga belum bisa dikatakan sebagai politik kaki empat, karena partai
7
Barbara, op.cit., hlm. 28.
8
M.Abdul Karim, Islam dan Kemerdekaan Indonesia Yogyakarta: Sumbangsih Press, 2005, hlm. 164.
Masyumi pun tidak duduk dalam kabinet, walaupun ada dua orang anggota partai yang masuk ke kabinet terpaksa dikeluarkan seperti Pangeran Noor sebagai
Menteri Pekerjaan Umum dan Muljadi yang diangkat menteri, berhenti dari Masyumi atas inisiatif sendiri. Menurut partai Masyumi prosedur yang ditempuh
Soekarno bertentangan dengan UUD dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Sementara itu ketika mempergunakan keadaan bahaya perang karena munculnya
pemberontakan dan pembentukan kabinet secara mutlak bertentangan dengan pasal-pasal dalam undang-undang keadaan bahaya itu sendiri oleh sebab itu
maka partai islam ini melarang angggotanya untuk turut serta dalam kabinet, meskipun NU duduk dalam kabinet.
9
Kondisi dalam konstituante semakin memperburuk karena timbulnya perbedaan dalam kabinet Juanda. Dalam kelompok konstituante terdapat
kelompok yang berbeda. Golongan Islam menghendaki Dasar Negara Islam, Golongan Nasionalis menghendaki Dasar Negara Pancasila, sementara golongan
komunis menghendaki dasar negara Komunis. Ketiga kelompok ini sulit untuk dikompromi, sehingga sidang konstituante. Presiden segera bertindak atas kisruh
yang ada. Amanat tanggal 22 April 1959 di muka sidang konstituante mengharapkan agar kembali kepada UUD 1945. Langkah serius kemudian
dilakukan dengan mengadakan vooting pada tanggal 30 Mei 1959, dari 468 anggota yang hadir yang setuju kembali ke UUD 1945 ada 269 orang dan tidak
9
P.N.H. Simanjuntak, Kabinet-Kabinet Republik Indonesia dari awal kemerdekaan hingga refformasi, Jakarta: Djambatan, 2003, hlm. 183.
setuju 199 orang. Berarti ini tidak Quarum 23, sebagaimana ketentuan untuk menetapkan atau mengubah Undang Undang Dasar. Sekali lagi diadakan vooting
tanggal 1 dan 2 Juni 1959 tetapi masih gagal dalam Quarum. Keadaan semakin sulit ketika para anggota sulit dikumpulkan karena kemelut yang berlangsung tak
kunjung usai. Keadaan ini akan membawa situasi dan kondisi yang tidak menentu. Masyarakat merasa resah dan bertanya-tanya bagaimana kondisi politik
yang terjadi.
10
Sebagai akhir kemelut, Presiden mengeluarkan Dekritnya tanggal 5 Juli 1959 yang terkenal dengan nama Dekrit Presiden
Lihat lampiran 5 halaman 105 .
11
Dekrit adalah suatu keputusan dari penguasa tertinggi Presiden atau Raja secara sepihak dan bertentangan atau mengubah perundang-undangan yang
berlaku bahkan Undang-undang Dasar, demi keselamatan bangsa dan negara. Dekrit sendiri sudah memenuhi syarat dimana dikeluarkan presiden Soekarno
secara sepihak tanpa ada persetujuan dahulu dari Lembaga Legislatif. Demi keselamatan bangsa dan negara, karena kesemrawutan yang terjadi membuaat
efek kurang baik bagi bangsa dan negara.
12
10
Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1987. hlm. 200.
11
Sidang kabinet kabinet inti yang menghasilkan peraturan penyederhanaan partai dan pengawasan partai-partai. 1960. Mimbar Indonesia, No. 29. hlm. 6.
12
Deliar Noer, op.cit., hlm. 201.
Menurut Ahmad Syafii Maarif, Gejala semacam ini merupakan gejala yang tidak sehat dalam politik. Kekecewaan Soekarno dengan keadaan, sebenarnya
juga berpangkal pada kegagalan kabinetnya mewujudkan kehendaknya: membentuk kabinet gotong royong atau kabinet berkaki empat. Dewan nasional
kemudian dibentuk pada tangal 11 Juli 1957, yang diketuai oleh Soekarno. Kemudian dibentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara DPAS pada 22
Juli 1959 dibawah UUD 1945.
13
Pembentukan Dewan Nasional memang tidak jelas dasar hukumnya. Oleh karena itu Hatta, Natsir dan Sjahrir telah mengecam pembentuk dewan ini. Tapi
Soekarno mulai muncul dalam konstitusi. DPAS kemudian diserahkan oleh wakil ketua Roeslan Abdulghani tokoh PNI. DPAS ini pulalah yang mengusulkan agar
pidato 17 Agustus 1959 dijadikan Manifesto Politik yang kemudian berkembang menjadi Manifes politik USDEK UUD1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
ala Indonesia, Ekonomi Terpimpin dan Keadilan Sosial. Kesemuanya menjadi landasan dasar bagi pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Pembentuk dewan-
dewan tersebut pada Maret 1960 ditambah dengan pembentukan DPRDGR Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong sebgai ganti DPR Dewan
Perwakilan Rakyat pilihan rakyat yang dibubarkan, merupakan mekanisme demokrasi terpimpin.
14
13
Ahmad Syafii Maarif. Islam dan Politik Teori belah bambu masa Demokrasi terpimpin 1959-1965. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 48-49.
14
Ibid, hlm. 50.
Orang-orang yang duduk dalam dewan-dewan tersebut adalah mereka yang disukai Soekarno. Oleh karena itu partai Masyumi dan PSII Partai Syarikat
Islam Indonesia yang menentang politik Soekarno harus tersingkir. Soekarno dalam pidatonya pada 17 Agustus 1959 dengan judul penemuan kembali revolusi
kita menjelaskan prinsip-prinsip dasar Demokrasi Terpimpin dalam dua kategori: 1.
Tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat dan negara.
2. Tiap-tiap orang berhak mendapat penghidupan layak dalam masyarakat,
bangsa dan negara. Sebelum ada amanat 22 April 1959, Soekarno mengatakan bahwa
demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin atau dalam UUD 45 dikatakan demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratanperwakilan. Sedangakan dalam kesempatan lain Soekarno menjelaskan bahwa demokrasi terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan tanpa
anarki liberalisme. Demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem
pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan sentral ditangan pemimpin yang mengayomi. Menurutnya sistem semacam inilah
yang sesuai dengan UUD 1945 dan memancarkan kepribadian bangsa Indonesia.
15
Di mata partai Masyumi sistem demokrasi terpimpin akan membawa bencana bagi Bangsa dan Negara, oleh karena itu harus dilawan.
15
Ibid, hlm. 52-53.
Partai Masyumi sebagai cagar demokrasi tampaknya tidak punya pilihan selain menghadapi Soekarno dan sistemnya, sekalipun dengan tenaga yang tak
seimbang. Harapan partai bahwa rakyat akan berpihak kepada demokrasi, tidak kepada sistem otoriter. Sementara PKI sengat lihat memanipulasi politik
berpihak sepenuhnya kepada sistem Soekarno. Tujuan taktik PKI adalah menghancurkan lawan politiknya dan yang
terbesar adalah partai Masyumi. Pembentukan DPRGR ternyata mempercepat proses kristalisasi di kalangan umat Islam. Sebagai partai yang dikategorikan
menentang revolusi partai Masyumi dituduh sebagai partai turut mendalangi pemberontakan Permesta PRRI, sekalipun secara hukum tuduhan ini tidak
beralasan. Nasib partai Masyumi dan PSI sudah dibayang kehancuran. Pembahasan selanjutnya disini penulis akan menjelaskan tentang pembubaran
partai Masyumi.