0.07 Efisiensi Tataniaga SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE

Tabel 15 Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga Tembakau Mole Kualitas I di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut MT 2007 Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga 1 2 3 4 Pedagang Pengumpul Keuntungan 1860 355 Biaya Tataniaga 140 145 Rasio Keuntungan Biaya 13.29 2.45 Pedagang Besar Keuntungan 4360 3361 Biaya Tataniaga 640 639 Rasio Keuntungan Biaya 6.81 5.26 Pedagang Pengecer Keuntungan 18000 Biaya Tataniaga 1000 Rasio Keuntungan Biaya 18.00 Pabrik Guntingan Keuntungan 62 Biaya Tataniaga 5938 Rasio Keuntungan Biaya 0.01 Total Keuntungan 4360 5221 417 18000 Biaya Tataniaga 640 779 6083 1000 Rasio Keuntungan Biaya 6.81

6.70 0.07

18.00 Suatu saluran tataniaga dikatakan efisiensi apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga tataniaga merata. Artinya setiap Rp 100 biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga yang lain yang terdapat pada saluran tataniaga tersebut. Pada Tabel 15, terlihat bahwa nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga tembakau mole yang terbesar terdapat pada saluran IV yaitu sebesar 18. Rasio 18 dapat diartikan untuk setiap Rp 100 per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.800,00 per kilogram tembakau mole. Dan nilai total rasio keuntungan dan biaya tataniaga yang terkecil terdapat pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 0.07, artinya untuk setiap Rp 100 per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang ada dalam saluran tersebut hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp 7 per kilogram tembakau mole.

6.8 Efisiensi Tataniaga

Sistem tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, secara garis besar terdapat dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga petani yang terikat perjanjian modal dan saluran tataniaga petani yang tidak terikat perjanjian modal. Dari saluran petani tersebut terbentuk empat pola saluran tataniaga. Berdasarkan fungsi tataniaga, fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial tidak merata. Hal tersebut dapat dilihat dari biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga yang terlibat, dimana semakin besar biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga maka semakin banyak fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga tersebut. Efisiensi tataniaga berdasarkan pola saluran tataniaga, saluran yang pendek pada tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial terdapat dua saluran yaitu saluran tataniaga I dan saluran tataniaga IV. Saluran-saluran pendek ini belum bisa dikatakan efisiensi, tetapi harus dilihat berdasarkan besar kecilnya volume penjualan. Apabila dilihat berdasarkan volume penjualan pada setiap saluran tataniaga, penjualan tembakau mole dari petani ke lembaga tataniaga yang mendominasi di Desa Ciburial terdapat pada saluran I sebesar 69,23 persen. Volume penjualan petani rata-rata setiap musim panen sebesar 7.070 kilogram. Berdasarkan struktur pasar setiap lembaga tataniaga, secara umum struktur pasar yang terbentuk pada sistem tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial lebih mengarah pada struktur pasar oligopsoni. Sedangkan perilaku pasar yang terjadi pada setiap lembaga tataniaga juga cukup beragam. Berdasarkan variabel-variabel diatas, maka saluran tataniaga yang efisien dalam sistem tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut adalah saluran tataniaga I yang merupakan saluran tataniaga dimana petani terikat dengan perjanjian modal. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan volume penjualan tembakau mole yang paling besar dan merupakan saluran yang banyak digunakan oleh petani di wilayah tersebut, mempunyai marjin yang kecil dan farmer’s share yang besar dibandingkan saluran-saluran tataniaga lainnya dimana petani tidak terikat dengan perjanjian modal, serta memiliki pola saluran tataniaga yang pendek.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN