BAB VI SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE
6.1 Saluran Tataniaga
Secara garis besar saluran tataniaga di Desa Ciburial dimasukkan kedalam dua macam saluran yaitu saluran yang tidak terikat perjanjian modal
dan saluran yang terikat perjanjian modal. Pada saluran tataniaga yang tidak terikat perjanjian modal terdapat tiga pola saluran tataniaga. Sedangkan saluran
tataniaga yang terikat perjanjian modal terdapat satu pola saluran tataniaga. Pola tataniaga tembakau di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan.
Penjualan tembakau yang terjadi di Desa Ciburial dari petani hingga ke konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu dua pedagang
pengumpul, dua bandar, satu pedagang pengecer, dan satu pabrik guntingan . Terdapat empat pola saluran tataniaga tembakau mole yang dilalui dalam
pemasaran di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, yaitu : a Petani BandarSupplier Pabrik Rokok PT Djarum
b Petani Pedagang Pengumpul BandarSupplier Pabrik Rokok PT Sampoerna
c Petani Pedagang Pengumpul Pabrik Guntingan Pedagang Pengecer Luar Daerah
d Petani Pedagang Pengecer Konsumen Jumlah petani yang memasarkan tembakau mole ke saluran I sebanyak
18 orang 69,23 persen, saluran II sebanyak tiga orang 11,54 persen, saluran III sebanyak empat orang 15,38 persen, dan saluran IV sebanyak satu orang
3,85 persen. Saluran yang terikat perjanjian modal terdiri dari saluran I. Sedangkan saluran yang tidak terikat perjanjian modal terdiri dari saluran
tataniaga II, saluran tataniaga III, dan saluran tataniaga IV.
Keterangan : Saluran Tataniaga I
Saluran Tataniaga II Saluran Tataniaga III
Saluran Tataniaga IV Gambar 4. Pola Saluran Tataniaga Tembakau Mole di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut
Petani
Pedagang Pengecer
Pedagang Pengumpul
Pabrik Guntingan
Konsumen Akhir
BandarSupplier Pabrik Rokok
PT Sampoerna dan PT Djarum
Pedagang Pengecer Luar
Daerah
69,23 7.070 kg
11,54 975 kg
15,38 1.695 kg
3,85 100 kg
6.1.1 Saluran Tataniaga I
Saluran tataniaga I merupakan saluran dimana petani terikat perjanjian modal digunakan 69,23 persen petani, dengan volume penjualan sebanyak
7.070 kilogram. Petani menjual langsung kepada bandarsupplier dan kemudian langsung dikirim ke pabrik rokok dalam saluran ini PT Djarum. Alasan petani
menggunakan saluran ini adalah karena sudah saling mengenal lama sehingga tumbuh kepercayaan, lokasinya lebih dekat, dan adanya keterikatan modal
dimana petani biasanya meminjam uang terlebih dahulu untuk modal usahataninya dan hasil yang diperoleh diserahkan kepada pedagang tersebut
sesuai dengan modal yang telah dipinjamnya terlebih dahulu. Pada umumnya dalam sistem tataniaga tembakau mole ini, petani banyak melakukan kegiatan
setelah panen mulai dari sortasi, pemeraman, rajang, menjemur, pengembunan dan pengemasan.
Bandarsupplier dalam saluran ini menentukan harga berdasarkan informasi dari pabrik rokok. Sistem pembelian antara petani dan bandar
dilakukan secara tunai dan dibayar kemudian. Dalam melakukan pembelian di tingkat petani, bandar hanya melakukan kegiatan pengangkutan karena
tembakau mole sudah dikemas oleh petani. Pengangkutan dari petani menggunakan mobil pick up.
Bandarsupplier pada saluran ini masih berada di Desa Ciburial, Kecamatan Leles melakukan pengumpulan dan pengemasan ulang tembakau
mole di rumahnya. Pengiriman tembakau mole oleh bandar dilakukan berdasarkan informasi dari pabrik rokok PT Djarum tersebut. Jenis alat
transportasi yang digunakan adalah truk toronton.
6.1.2 Saluran Tataniaga II
Saluran tataniaga II merupakan saluran yang tidak terikat perjanjian modal, digunakan 11,54 persen petani, dengan volume penjualan sebanyak 975
kilogram. Saluran ini terdiri dari petani, pedagang pengumpul, bandarsupplier dan pabrik rokok PT Sampoerna sebagai konsumen akhir. Alasan petani
menggunakan saluran ini karena petani dapat melakukan tawar menawar harga dengan pedagang pengumpul, sehingga harga yang diperoleh berdasarkan
kesepakatan harga. Sistem pembayaran di tingkat petani dengan pedagang pengumpul adalah tunai.
Pedagang pengumpul pada saluran ini langsung menjual barangnya ke bandarsupplier dengan menggunakan mobil pick up karena pedagang
pengumpul tersebut menjual barangnya kepada bandar yang berada diluar Desa Ciburial dan Kecamatan Leles. Pedagang pengumpul ini hanya mengeluarkan
biaya untuk menyewa alat transportasi untuk sampai ke bandar, tidak mengeluarkan biaya pengemasan karena sudah dilakukan pengemasan oleh
petani. Sistem pembayaran yang dilakukan antara pedagang pengumpul dengan bandar ini adalah tunai dan dibayar kemudian.
Dari bandarsupplier ini sama seperti halnya pada saluran I, tetapi jalur pengirimannya berbeda yaitu langsung dikirim ke PT Sampoerna, dengan
menggunakan alat transportasi berupa truk toronton.
6.1.3 Saluran Tataniaga III
Saluran tataniaga III digunakan oleh petani sebanyak 15,38 persen, volume penjualan sebanyak 1.695 kilogram. Saluran tataniaga III ini terdiri dari
petani, pedagang pengumpul, pabrik guntingan, dan pedagang pengecer luar daerah, merupakan saluran yang tidak terikat perjanjian modal. Petani menjual
hasil produksinya ke pedagang pengumpul yang mendatangi petani. Sistem
pembayaran yang dilakukan antara petani dan pedagang pengumpul adalah tunai dan dibayar kemudian.
Pedagang pengumpul pada saluran ini langsung menjual barangnya ke pabrik guntingan, dengan menggunakan mobil pick up. Pedagang pengumpul
mengeluarkan biaya hanya untuk biaya pengangkutan saja. Biaya pengangkutannya lebih sedikit dibandingkan dengan pedagang pengumpul pada
saluran tataniaga II, karena pedagang pengumpul ini menjual barangnya ke pabrik guntingan yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal pedagang
pengumpul tersebut yaitu masih berada di Kecamatan Leles. Pabrik guntingan melakukan pengolahan lagi terhadap tembakau, karena
tembakau-tembakau yang didapat dari pedagang pengumpul diolah untuk dijadikan rokok. Biaya yang dikeluarkan oleh pabrik diantaranya adalah biaya
untuk membayar tenaga kerja perajang, pengolahan, dan pengemasan. Rokok yang dihasilkan oleh pabrik rokok ini tidak berbentuk rokok yang dilinting pada
umumnya, tetapi berupa tembakau kering yang sudah dirajang dan diberikan saus atau di Garut lebih dikenal dengan “
Bako SamaraSariwangi” , sehingga konsumen dapat menikmati tembakau itu dengan menggunakan kertas rokok
yang disebut pahpir. Pabrik guntingan ini menjual tembakau olahannya ke
pedagang pengecer di luar daerah Kabupaten Garut dengan menggunakan alat transportasi berupa truk.
6.1.4. Saluran Tataniaga IV
Petani yang menggunakan saluran ini hanya 3,85 persen dari total petani, volume penjualan dalam saluran ini sebanyak 100 kilogram. Saluran IV ini terdiri
dari petani, pedagang eceran, dan konsumen. Saluran ini merupakan saluran yang tidak terikat perjanjian modal.
Alasan petani menggunakan saluran ini adalah karena petani sudah berlangganan dengan pedagang pengecer tersebut. Sistem pembayaran yang
dilakukan antara petani dan pedagang pengecer adala tunai. Selanjutnya pedagang pengecer menjualnya langsung kepada konsumen akhir.
6.2 Fungsi-fungsi Tataniaga