6.4. Perilaku Pasar
6.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan
Cara penjualan yang dilakukan sebagian besar petani 69,23 persen adalah telah terikat perjanjian modal. Saluran ini dilakukan karena petani telah
meminjam modal untuk kegiatan usahataninya kepada pembeli. Sehingga dalam kondisi demikian petani tidak dapat menjual bebas kepada pembeli lain. Lain
halnya dengan petani yang tidak terikat perjanjian modal, petani tersebut dapat menjual tembakaunya kepada pembeli manapun. Rata-rata petani menjual
tembakau mole ke pembeli sekitar 100 - 600 kilogram. Pedagang pengumpul membeli tembakau mole dengan langsung
mendatangi petani serta melakukan penjualan kepada bandar dan pabrik guntingan. Pedagang pengumpul menjual tembakau molenya rata-rata sekitar
1000 - 1500 kilogram, baik ke bandar maupun ke pabrik guntingan. Sedangkan untuk bandar langsung menjual ke pabrik rokok dalam jumlah yang sangat besar,
apabila pada musim panen dalam satu bulan dapat mengirim sekitar 300 – 500 ton. Pengiriman biasanya dilakukan pada bulan Juli – Oktober.
Pabrik guntingan melakukan penjualan ke luar wilayah Kabupaten Garut sekitar 48.000 bungkus ”
bako samara” . Satu bungkus mempunyai berat sekitar 60 gram. Pedagang pengecer langsung menjual tembakau kepada konsumen,
biasanya menjual tembakau dengan berat sekitar 1 - 5 ons .
6.4.2 Sistem Penentuan Harga dan Cara Pembayaran
Penentuan harga di tingkat petani yang terikat dengan perjanjian modal ditentukan oleh pembeli, sehingga petani tidak memiliki kekuatan dalam
menentukan harga. Cara pembayaran yang dilakukan petani yang terikat perjanjian modal yaitu dibayar dengan menjual tembakau mole kepada pembeli
yang telah memberikan modal terlebih dahulu. Harga jual yang diterima oleh petani tersebut yaitu Rp 18.000,00 per kilogram.
Penentuan harga pada petani yang tidak terikat dengan perjanjian modal, ditentukan berdasarkan kesepakatan antara petani dan pembeli. Harga jual
tembakau pada petani yang tidak terikat perjanjian modal yaitu sekitar Rp 19.000 ,00 – 20.000,00 per kilogram. Cara pembayaran yang dilakukan adalah tunai dan
dibayar kemudian. Pedagang pengumpul menjual tembakau mole ke antara ke bandar dan
pabrik guntingan, dengan adanya tawar menawar dan disesuaikan dengan harga tembakau di pasaran, biasanya pedagang pengumpul menjual tembakau dengan
harga sekitar Rp 19.000,00 - 22.000,00 per kilogram. Untuk bandar yang menjual langsung ke pabrik rokok seperti PT Djarum dan Sampoerna, harga ditentukan
oleh pihak pabrik rokok, bandar menjualnya dengan harga Rp 23.000,00 – 26.000,00 per kilogram.
Pedagang pengecer langsung menjual ke konsumen dalam menentukan harga sering dilakukan tawar menawar terlebih dahulu dengan konsumen,
biasanya pedagang pengecer menjual tembakau molenya dengan harga Rp 38.000,00 per kilogram.
Selain itu penentuan harga juga ditentukan oleh kualitas tembakau mole. Hal yang sering terjadi yaitu adanya perbedaan persepsi dan penilaian terhadap
kualitas tembakau oleh para pedagang, terutama pada petani yang terikat perjanjian modal. Ada juga petani yang melakukan kecurangan, dengan
memasukkan tembakau yang mempunyai kualitas rendah diantara tembakau yang berkualitas tinggi. Sehingga pembeli tidak membeli tembakau lagi kepada
petani tersebut. Hal yang serupa juga terjadi diantara para pedagang, baik itu pedagang pengumpul yang menjual tembakaunya ke bandar, atau dari bandar
yang menjual tembakaunya kepada pabrik rokok.
6.4.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga
Kerjasama yang terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul sudah cukup lama terjalin, sehingga tercipta rasa saling percaya dalam kegiatan
penjualan dan pembelian tembakau mole. Hubungan baik ini membuat petani menjadi pemasok langganan untuk pedagang. Begitu pula kerjasama antara
bandarsupplier dan pabrik rokok, pihak pabrik telah memberikan kepercayaan kepada bandarsupplier sebagai pemasok tembakau mole.
Dari pernyataan-pernyataan diatas maka perilaku pasar tembakau di Desa Ciburial bersifat tertutup dan tidak sembarangan penjual petani atau
pedagang bisa langsung masuk ke dalam pasar tembakau. Penjual harus memperoleh kepercayaan dari pembeli, sehingga dapat menjalin kerjasama yang
baik pula. Selain itu untuk petani yang tidak terikat perjanjian modal, penentuan harga ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penjual.
Sedangkan untuk petani yang terikat dengan perjanjian modal, harga jual ditentukan oleh pembeli yang telah memberikan modal terlebih dahulu. Cara
pembayaran umumnya dilakukan dengan sistem tunai dan dibayar kemudian. 6.5 Marjin
Tataniaga
Saluran tataniaga I merupakan saluran dimana petani terikat dengan perjanjian modal, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya produksi
yaitu sebesar Rp 8.978,00 per kilogram. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh bandarsupplier adalah biaya pengemasan yaitu sebesar Rp 219,00 per
kilogram, biaya bongkar muat sebesar Rp 21,00 per kilogram dan biaya pengangkutan sebesar Rp 400,00 per kilogram. Maka total biaya tataniaga pada
saluran I sebesar Rp 640,00 per kilogram. Biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan oleh petani pada saluran II
sebesar Rp 9.856,00. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang
pengumpul terdiri dari biaya pengangkutan sebesar Rp 70,00 per kilogram dan biaya tenaga kerja Rp 70,00 per kilogram. Total biaya yang dikeluarkan oleh
pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 140,00 per kilogram. Bandar pada saluran ini mengeluarkan biaya tataniaga yang terdiri dari biaya pengemasan
sebesar Rp 208,00 per kilogram, biaya bongkar muat sebesar Rp 14,00 per kilogram dan biaya pengangkutan sebesar Rp 417,00 per kilogram. Total biaya
tataniaga yang dikeluarkan oleh bandar adalah sebesar Rp 639,00 per kilogram. Maka total biaya tataniaga pada saluran tataniaga II adalah sebesar Rp 779,00
per kilogram. Total biaya tataniaga pada saluran tataniaga III sebesar Rp 6.083,00 per
kilogram. Biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 9.168,00, pedagang pengumpul mengeluarkan biaya tataniaga yang terdiri dari
biaya biaya pengangkutan sebesar Rp 75,00 per kilogram dan biaya tenaga kerja Rp 70,00 per kilogram. Pabrik guntingan mengeluarkan biaya tataniaga yang
terdiri dari biaya bahan baku rokok sebesar Rp 174,00 per kilogram, biaya tenaga kerja sebesar Rp 4.603,00 per kilogram, biaya pengemasan sebesar Rp
833,00 per kilogram, biaya pengangkutan 868,00 per kilogram dan biaya cukai rokok sebesar Rp 4,00 per kilogram. Maka total biaya tataniaga yang dikeluarkan
oleh pabrik rokok lokal sebesar Rp 5.938,00 per kilogram. Biaya produksi petani untuk saluran IV sebesar Rp 14.530,00, sedangkan
untuk biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer terdiri dari biaya pengangkutan sebesar Rp 1.000,00 per kilogram.
Total biaya tataniaga yang paling besar terdapat pada saluran III, yaitu Rp 6.083,00 per kilogram, sedangkan total biaya tataniaga terkecil terdapat pada
saluran I yaitu Rp 640 per kg. Besarnya marjin tataniaga pada setiap saluran disajikan dalam Lampiran 3 dan rincian biaya tataniaga yang dikeluarkan
disajikan pada Lampiran 4.
6.6 Farmer’s Share