menunjukkan terjadinya fenomena bubble economy. Artinya aset-aset keuangan yang ditawarkan oleh neraca transaksi modal jauh lebih besar dibandingkan yang
diminta oleh sektor riil neraca transaksi berjalan dan kondisi ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga asset-asset keuangan di atas tingkat harga yang
sebenarnya. Bagi para investor terjadinya fenomena bubble economy tersebut menunjukkan terjadinya ketidakseimbangan dalam kondisi perekonomian makro,
dan hal ini akan menjadi isyarat bagi mereka untuk mengurangi, menghentikan, atau bahkan menarik kembali capital inflows-nya.
Tabel 4.9: Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Menurut Sektor Periode 1993-1998
Keterangan 1993
1994 1995
1996 1997
1998
1. ULN Menurut Sektor Juta USD
a. Sektor
Pemerintah 52,462 58,616 59,588 55,303 53,865 54,159
b. Sektor
Swasta 28,131 37,884 48,244 54,868 71,952 77,428
● Swasta Bank 7,758
8,202 10,081
9,049 14,364
12,826 ●
Swasta Non
Bank 20,373 29,682 38,163 45,819 57,588 64,602
Total Utang Luar Negeri 80,593
96,500 107,832
110,171 125,817
131,587 2. Rasio ULN terhadap Total ULN
a. Sektor
Pemerintah 65.09 60.74 55.26 50.20 42.81 41.16
b. Sektor
Swasta 34.91 39.26 44.74 49.80 57.19 58.84
● Swasta
Bank 9.63 8.50 9.35 8.21
11.42 9.75 ●
Swasta Non
Bank 25.28 30.76 35.39 41.59 45.77 49.09
3. Pertumbuhan ULN -
19.74 11.74 2.17 14.20 4.59
a. Sektor Pemerintah -
11.73 1.66
-7.19 -2.60
0.55 b.
Sektor Swasta
- 34.67 27.35 13.73 31.14 7.61
● Swasta Bank -
5.72 22.91
-10.24 58.74
-10.71 ● Swasta Non Bank
- 45.69
28.57 20.06
25.69 12.18
4. Cadangan
Devisa 12,352 13,158 14,674 19,125 21,418 23,762
5. PDB
Juta USD
156,292 173,736 196,930 223,486 134,988 119,097 6. Rasio ULN terhadap Cad. Devisa
6.5 7.3 7.3 5.8 5.9 5.5
a. Sektor
Pemerintah 4.2 4.5 4.1 2.9 2.5 2.3
b. Sektor
Swasta 2.3 2.9 3.3 2.9 3.4 3.3
● Swasta
Bank 0.6 0.6 0.7 0.5 0.7 0.5
● Swasta
Non Bank
1.6 2.3 2.6 2.4 2.7 2.7
7. Rasio ULN terhadap PDB 51.6 55.5 54.8 49.3 93.2
110.5
a. Sektor
Pemerintah 33.6 33.7 30.3 24.7 39.9 45.5
b. Sektor
Swasta 18.0 21.8 24.5 24.6 53.3 65.0
● Swasta
Bank 5.0 4.7 5.1 4.0
10.6 10.8
● Swasta
Non Bank
13.0 17.1 19.4 20.5 42.7 54.2
Sumber: BI dan BPS Diolah
Indikator lain yang menunjukkan bahwa struktur keuangan dan perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap gejolak siklus ekonomi adalah
perkembangan dalam utang luar negeri Indonesia Tabel 4.9. Dalam kurun waktu
1993-1998, total utang luar negeri Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari 80.593 Juta USD pada tahun 1993 meningkat menjadi 131.587 Juta USD
pada tahun 1998. Sedangkan rasionya terhadap PDB untuk periode 1993-1996 rata-rata sebesar 52,8 dan pada tahun 1997 telah mencapai 93,2 terhadap PDB.
Bila ditinjau dari segi pertumbuhannya, perkembangan utang luar negeri yang pesat ini terutama disumbangkan oleh sektor swasta, yang mengalami
pertumbuhan rata-rata sebesar 26,72 per tahun selama periode 1993-1997. Lebih jauh, utang luar negeri sektor swasta tersebut, sebagian besar merupakan utang
jangka pendek yang mempunyai karakteristik jatuh tempo kurang dari 1,5 tahun. Sementara itu, bila dilihat dari rasio utang luar negeri terhadap cadangan
devisa terlihat bahwa rasio utang luar negeri terhadap cadangan devisa menunjukkan nilai yang selalu lebih besar dari satu lihat Tabel 4.9. Rasio yang lebih besar dari
satu menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia sangat rentan terhadap gejolak siklus ekonomi. Artinya, terjadinya gejolak siklus ekonomi akan menyebabkan
kepanikan di kalangan kreditur yang kemudian akan menyebabkan para kreditur menarik pinjaman utangnya, terutama utang jangka pendeknya. Lebih lanjut, bila
para kreditur menarik pinjaman utang jangka pendeknya secara tiba-tiba maka hal tersebut tidak bisa ditutupi oleh persediaan cadangan devisa yang ada, sehingga
akan menimbulkan ketidakstabilan tidak hanya pada nilai tukar rupiah, tapi juga pada sektor keuangan atau bahkan pada kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Indikator lain, yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa Indonesia terperangkap dalam jeratan utang debt trap adalah perkembangan DSR debt
service ratio , yang merupakan rasio antara pembayaran utang luar negeri pokok
dan cicilannya yang jatuh tempo terhadap ekspor. Pada periode 1990-1996, rata- rata DSR Indonesia cenderung tinggi mencapai rata-rata sebesar 32,6. Hal ini
menunjukkan bahwa lebih dari 30 proporsi hasil ekspor harus digunakan untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo. Kemudian pada tahun 1997 angka
DSR tersebut telah mencapai 44,5, bahkan pada tahun 1998 mencapai 57,9.
Grafik 4.22: Perkembangan DSR Indonesia Tahun 1990-2007
30.9 32.0