pada UUD 1945 hasil amandemen, Presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan amandemen UUD 1945 Pasal 7.
Menurut Kardiman 2002:7, umumnya setiap terjadi pergantian Presiden akan terjadi gejolak politik sekaligus gejolak ekonomi atau sebaliknya gejolak
politik diawali dengan gejolak ekonomi sehingga antara politik dan ekonomi tak ubahnya seperti dua sisi mata uang dimana yang satu tak dapat dipisahkan dengan
yang lainnya. Konsekuensi lain dari terjadi pergantian Presiden adalah terjadinya perubahan aturan-aturan atau regulasi sesuai zamannya, dan ini akan mempengaruhi
kondisi politik dan kinerja perekonomian. Menurut Rachbini 2006:5 antara politik dengan ekonomi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Politik erat
kaitannya dengan kekuasaan yang dapat menguasai sumber daya ekonomi. Untuk membangun ekonomi suatu masyarakat,
harus memiliki kekuatan dalam mempengaruhi kebijakan secara politik di tingkat pembuat kebijakan itu sendiri.
2.4 Penelitian Terdahulu
a
“Faktor-Faktor Determinan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Endy Dwi
Tjahjono dan Donni Fajar Anugrah, 2006 Dalam penelitiannya mengenai kinerja pertumbuhan ekonomi
Indonesia, Endy D. Tjahjono dan Donni F. Anugrah menggunakan panel data dari 26 Propinsi di Indonesia selama periode 1985-2004. Model yang digunakan
terdiri dari tiga 3 model, yakni: model Solow-Swan; model Mankiw-Romer- Weil MRW dengan memasukkan faktor human capital ke dalam model
Solow-Swan; dan model business cycle dengan variabel independen terdiri dari variabel inflasi, nilai tukar, kredit perbankan, dan harga minyak.
Hasil penelitian dengan model Solow-Swan menunjukkan bahwa peran labor lebih besar dibandingkan kapital, yang ditunjukkan dengan capital
share sebesar 0,4 dan labor share sebesar 0,6. Hasil perhitungan growth
accounting menunjukkan pertumbuhan TFP selama periode 1985-2004
mencapai 1,35. Sementara itu, dari model MRW dengan memasukkan faktor human capital
pada model Solow-Swan disimpulkan bahwa human capital berpengaruh positif meskipun dengan share yang kecil, yakni sebesar 0,05.
Selanjutnya, beberapa variabel yang secara empiris terbukti berpengaruh signifikan dan menjadi sumber fluktuasi business cycle di Indonesia adalah
inflasi, nilai tukar, dan harga minyak. b
“Technical Change and Aggregate Production Function”, R.M. Solow, 1957 Dalam penelitiannya mengenai Technical Change atau TFP dan Fungsi
Produksi Aggregat, Solow berusaha memperkenalkan metode sederhana untuk memperhitungkan TFP, yang kini dikenal sebagai Solow Residual. Metode
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa faktor-faktor input dibayar sesuai dengan marginal produknya asumsi pasar persaingan sempurna, namun ia
juga menyatakan bahwa metode tersebut dapat diperluas untuk pasar persaingan tidak sempurna, semisal pasar monopolistik.
Lebih lanjut, dengan mengaplikasikannya pada data times series Amerika Serikat untuk periode 1909-1949, Solow menyimpulkan bahwa:
1. TFP selama periode tersebut secara rata-rata adalah netral.
2. Terlepas dari berfluktuasinya TFP, kenaikan TFP selama setengah periode
pertama 1909-1929 secara rata-rata meningkat sebesar 1 per tahun,
sedangkan untuk setengah periode berikutnya 1930-1949 secara rata-rata meningkat sebesar 2 per tahun.
3. Pada interval periode tersebut dari periode 1909-1929 ke periode 1930-
1949 output per man hour mengalami kenaikan dua kali lipat, yang mana kenaikan tersebut sebesar 87,5 berasal dari kontribusi TFP dan sisanya
sebesar 12,5 berasal dari kontribusi capital per man hour. 4.
Fungsi produksi aggregat yang dikoreksi dengan menggunakan TFP memberi kesan nyata adanya diminishing return, namun kurvanya kurva
diminishing return tidak begitu terlihat dengan jelas.
c “A Contribution to the Empiric of Economic Growth”, Mankiw, Romer, Weil Dalam penelitiannya mengenai standar hidup antar negara, Mankiw,
Romer, dan Weil MRW memperluas model Solow dengan memasukkan faktor human kapital ke dalam persamaan model Solow. Dengan menggunakan
data cross-section yang terdiri dari 98 negara bukan penghasil minyak, 75 negara berpendapatan menengah, dan 22 negara OECD untuk periode 1960-
1985, mereka menyimpulkan bahwa perluasan model Solow dengan memasukkan variabel human kapital seperti halnya kapital fisik, memberikan
deskripsi dan penjelasan yang baik atas variasi dalam standar hidup antar negara. Secara umum, mereka juga menyimpulkan bahwa model teori Solow
masih sesuai untuk menjelaskan variasi dalam standar hidup antar negara. Lebih lanjut, terkait dengan fungsi produksi mereka menyimpulkan
bahwa fungsi produksi konsisten dengan proporsi elastisitas faktor-faktor input yang masing-masing sepertiga untuk modal fisik, tenaga kerja, dan mutu
modal manusia. Mereka juga menyatakan bahwa perbedaan pertumbuhan faktor-faktor ini dapat menjelaskan sekitar 80 persen variasi PDB per kapita
pada negara-negara yang dijadikan sampel. f “The Size and Functions of Government and Economic Growth”, James
Gwartney, Robert Lawson, dan Randall Holcombe, 1998 Gwartney et al 1998 melakukan penelitian guna mengkaji dampak
pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi di negara-negara OECD 23 negara untuk periode 1960-1996, serta negara-
negara maju, berkembang dan kurang berkembang 60 negara untuk periode 1980-1995. Dari hasil penelitian mereka, dikemukakan kesimpulan bahwa
pengeluaran pemerintah secara signifikan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi diukur sebagai persentase pengeluaran
investasi terhadap PDB. Untuk negara-negara OECD sampel 23 negara naiknya pengeluaran pemerintah sebesar 10 akan mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi turun sebesar 1,1 dan investasi turun sebesar 1,4. Sedangkan untuk negara-negara maju, berkembang, dan kurang berkembang
sampel 60 negara, naiknya pengeluaran pemerintah sebesar 10 akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi turun sebesar 6,2.
Lebih lanjut, mereka mengemukakan bahwa apabila pemerintah berperilaku bertindak sesuai dengan fungsi utamanya, yakni menyediakan
infrastruktur hukum undang-undang dan fisik, serta menyediakan barang- barang publik tertentu maka hal tersebut akan memberikan kerangka yang
kondunsif terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila pemerintah
bertindak di luar fungsi utamanya sehingga menimbulkan pengeluaran yang berlebih-lebihan hal tersebut akan berdampak sebaliknya, yakni berdampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan adanya efek negatif dari pajak, distorsi penyimpangan program pemerintah, serta tidak
efisiennya pengeluaran pemerintah tersebut. g “Dampak Fluktuasi Nilai Tukar terhadap Output dan Harga: Perbandingan
Dua Rezim Nilai Tukar”, Jardine A. Husman, 2007 Penelitian yang dilakukan Jardine bertujuan untuk mengetahui
seberapa jauh dampak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap output dan harga pada dua rezim nilai tukar. Selain itu, juga mengevaluasi seberapa jauh
dampak tersebut dibandingkan dengan pengaruh kebijakan moneter, fiskal, dan kejutan harga minyak internasional. Data yang digunakan berupa data
time series kwartalan untuk periode 1990.1-2006.2. Terkait dengan pengaruh nilai tukar terhadap pertumbuhan output, penelitian tersebut memberikan
kesimpulan sebagai berikut: 1.
Fluktuasi nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan terhadap output hanya pada periode free floating sedangkan pada periode managed floating tidak.
2. Pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap output cenderung melalui
jalur permintaan ketimbang jalur penawaran.
2.5 Kerangka Berpikir