99
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Keberadaan LPKSM dalam perlindungan konsumen di Indonesia yang didasari
dalam pasal 44 UUPK sangatlah penting terutama untuk : 1. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan
kehati-hatian konsumen dalam mengonsumsi barang danatau jasa; 2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; 3. bekerja sama
dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen; 4. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen; 5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Selain itu LPKSM juga memiliki peranan penting mengingat akan posisi strategis LPKSM tersebut dalam keanggotaan BPKN sehingga dapat lebih
memberikan konstribusi dalam perlindungan konsumen di Indonesia dan kepentingan dasar konsumen akan organisasi yang akan melindungi hak-
haknya. Namun hanya LPKSM yang memenuhi persyaratan yang diakui oleh pemerintah. Berkembangannya LPKSM sangatlah penting untuk memberikan
perlindungan terhadap konsumen. Peranan lembaga konsumen tersebut dalam memfasilitasi konsumen memperoleh keadilan.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyelesaian sengketa konsumen yang di atur oleh UUPK mengenal cara
penyelesaian untuk konsumen melalui 2 cara yaitu secara litigasi dan non litigasi, secara litigasi penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan
diatur dalam Pasal 48 UUPK, yang menyatakan Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan
umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45. Pasal 45 ayat 2 UUPK menyatakan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang
berada di lingkungan peradilan umum mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan Pasal 45 di
atas, yang berhak melakukan gugatan terhadap pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha diatur dalam Pasal 46 ayat 1 UUPK. Sedangkan secara non-
litigasi UUPK memberikan solusi untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar peradilan umum. Pasal 45 ayat 2 UUPK menyebutkan, jika telah dipilih
upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu pihak atau para pihak yang lain yang bersengketa. Berdasarkan Pasal 47 UUPK menyebutkan penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak
akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat ditempuh dengan
berbagai cara, yang dapat berupa artibrase, mediasi, konsiliasi, dari sekian
Universitas Sumatera Utara
banyak cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, UUPK dalam Pasal 52 tentang tugas dan wewenang BPSK, memberikan tiga macam cara
penyelesaian sengketa, yaitu: mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. 3.
Pelaksanaan tugas Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya Masyarakat dalam menyelesaikan suatu sengketa konsumen terdapat faktor pendukung dan
penghambat, adapun yang menjadi faktor pendukung LPKSM dalam menyelesaikan sengketa konsumen yakni melakukan pembinaan, pengawasan,
melakukan pendidikan konsumen,dan melakukan konsultasi kepada konsumen. Faktor penghambatnya adalah 1. adanya keengganan konsumen untuk
melaporkan peristiwa tersebut; 2. laporan kejadian sudah lama sehingga sulit melacak; 3. laporan tidak lengkap terutama kelengkap alat bukti ketika proses
pemeriksaan sengketa, seperti tidak: adanya barang danjasa, keterangan para pihak yang bersengketa, keterangan saksi dansaksi ahli, adanya surat atau
dokumen, sehingga tidak dapat mempercepat proses pemerikasaan sengketa; 4. para pihak atau salah satu pihak yang bersengketa tidak memenuhi panggilan
selama proses penyelesaian sengketa; 5. salah satu pihak yang bersengketa tidak memahami permasalahan yang disengketakan; 6. jika salah satu pihak
yang bersengketa tidak menjalankan putusan. ketika menjadi konsiliator LPKSM bersifat pasif sedangkan ketika menjadi seorang mediator bersifat
aktif dalam proses penyelesaian sengketa konsumen. Sebagai konsiliator LPKSM hanya menjawab pertanyaan dari pelaku usaha dan konsumen jika ada
pertanyaan dari keduabelah pihan dan itu tentang peraturan dibidang perlindungan konsumen. Tetapi itu dapat penghambat ketidak aktifan para
pihak yang bersengketa untuk bertanya. Dan menjadi pendukung jika para
Universitas Sumatera Utara
pihak yang bersengketa dapat saling berkomunikasi. Sedangkan berperan sebagai mediator lebih bersifat aktif karena selam proses penyelesian sengketa
dapat memberikan penjelasan, saran dan anjuran kepada para pihak. Sehingga mendukung terwujudnya perdamaian.
B. Saran