konsumen pada masa setelah transaksi terjadi dari peristiwa di atas, hal tersebut ada yang tercatat pada pihak yang berwenang, tetapi banyak yang hilang begitu
saja. Hal ini terjadi karena faktor budaya lebih suka menghindari konflik dari konsumen Indonesia. Padahal sesungguhnya setiap perbuatan yang menimbulkan
kerugian pada orang lain dapat dimintakan pertanggungjawaban dari pelakunya.
123
B. Upaya yang
Dilakukan dalam
Pelaksanaan Tugas
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa
Konsumen
1. Sebelum terjadi sengketa konsumen
a. Pembinaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 29 mengemukakan, yaitu
1 Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku
usaha. 2
Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Menteri danatau
menteri teknis terkait. 3
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
123
Junita Simamora , “Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Jasa Pengiriman
Barang,” Unnes Law Journal, Volume II, No.2, Oktober 2013, hlm. 124.
Universitas Sumatera Utara
4 Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya untuk: a
terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen;
b berkembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat; c
meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
perlindungan konsumen. 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur dengan peraturan Pemerintah.
Tindak lanjut dari Pasal 29 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah dibuat Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan konsumen. bab II mengatur mengenai Pembinaan,
Pasal 2 PP ini mengatakan, Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak
konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Pasal 5 menerangkan. Dalam
upaya untuk mengembangkan LPKSM, Menteri melakukan koordinasi penyelenggaraan perlindungan konsumen dengan menteri teknis terkait dalam hal:
Universitas Sumatera Utara
1 Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan dan informasi yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen. 2
Pembinaan dan peningkatan sumber daya manusia pengelola LPKSM melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampilan.
124
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat bersama dengan pemerintah melakukan pengawasan terhadap produk barang ataupun jasa pelaku
usaha untuk memastikan kesesuaian barang ataupun jasa dalam memenuhi standar mutu produksi barang danatau jasa, pencantuman label, klausula baku, cara
menjual, pengiklanan, pelayanan purna jual, dan kebenaran peruntukan distribusinya Pasal 1 angka 22, Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20M-
DAGPER52009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang danatau Jasa.
125
b. Pengawasan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 30 menerangkan:
1 Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta
penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangannya
diselenggarakan oleh
pemerintah, masyarakat
dan Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. 2
Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Menteri danatau menteri teknis terkait.
3 Pengawasan oleh masyarakat dan LPKSM dilakukan terhadap barang
danatau jasa yang beredar di pasar.
124
M.Sadar, MOH.Taufik Makarao, Habloel Mawardi, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Jakarta: Akademia, 2012, hlm. 69-71.
125
Chandra Dewi Puspitasari, Op.Cit., hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
4 Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ternyata
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen. Menteri danatau menteri teknis mengambil
tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5
Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan LPKSM dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada
Menteri dan menteri teknis. 6
Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Ayat 2 Yang bertanggung jawab dengan menteri
teknis adalah menteri yang bertanggung jawab secara teknis menurut bidang tugasnya. Ayat 3 Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan LPKSM
dilakukan atas barang dan atau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian danatau survei. Aspek pengawasan meliputi pemuatan
informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Pasal 10 menyatakan: 1
Pengawasan oleh LPKSM dilakukan terhadap barang danatau jasa yang beredar di pasar.
2 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan
cara penelitian pengujian dan atau survei.
Universitas Sumatera Utara
3 Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko
penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha. 4
Penelitian, pengujian danatau survei sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dilakukan terhadap barang danatau jasa yang diduga tidak
memenuhi unsur keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keselamatan konsumen.
5 Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat
disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
Berdasarkan Pasal 11 Pengujian terhadap barang danatau jasa yang beredar dilaksanakan melalui laboratorium penguji yang telah diakreditasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
126
Pengawasan Berkala, berdasarkan Pasal 22 Keputusan Menteri Per- industrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 634 Tahun 2002
mengatakan: 1
Pengawasan berkala terhadap barang danatau jasa yang beredar di pasar dalam memenuhi standar mutu dilakukan dengan cara
pengambilan sampel barang melalui pembelian di pasar secara purposif.
2 Sampel sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diuji oleh
LembagaLaboratorium uji terakreditasi atau ditunjuk oleh Menteri.
126
M.Sadar, MOH.Taufik Makarao, Habloel Mawardi, Op.Cit, hlm. 71-72.
Universitas Sumatera Utara
3 Hasil pengujian disampaikan kepada Kepala Unit Kerja untuk
dilakukan evaluasi. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 apabila:
1 Barang danatau jasa telah memenuji persyaratan SNI yang berlaku
atau standar lain yang dipersyaratan oleh Pemerintah, maka Kepala Unit Kerja dapat mempublikasikan kepada masyarakat.
2 Tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana huruf a, maka Kepala
Unit Kerja: a
mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan kepada Direktorat Jenderal pembina untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku;
atau b
menyerahkan kepada PPNS-PK apabila diduga terjadi tindak pidana di bidang perlindungan konsumen, untuk dilakukan penyidikan.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 634 Tahun 2002 Pasal 23 mengemukakan:
1 Pengawasan berkala terhadap pemenuhan ketentuan pencantuman
label atas barang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a
melakukan pengambilan sampel dengan pembelian contoh barang di pasar secara purposif;
b melakukan pengamatan kasat mata terhadap keterangan yang
tercantum pada label sesuai ketentuan yang berlaku; c
memastikan kebenaran antara keterangan yang tercantum pada label dengan keadaan barang.
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam memastikan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
huruf c apabila terkait dengan spesifikasi teknis barang, dilakukan pengujian pada Laboratorium Uji yang terakreditasi atau yang
ditunjuk oleh Menteri. 3
Hasil pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 disampaikan kepada Kepala Unit Kerja untuk dilakukan evaluasi. 4
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 apabila: a
Keterangan label pada barang dan hasil uji laboratorium terhadap barang telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka Kepala
Unit Kerja dapat mempublikasikan kepada masyarakat. b
Antara keterangan label dengan keadaan barang yang sebenarnya tidak se suai dengan ketentuan yang berlaku, maka Kepala Unit
Kerja; 1
mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan kepada Direktorat Jenderal Pembina Instansi Teknis terkait.
2 menyerahkan kepada PPNS-PK apabila diduga terjadi tindak
pidar di bidang perlindungan konsumen, untuk dilakukan penyidikan.
127
c. Melakukan pendidikan konsumen
Pendidikan konsumen untuk pemula bertujuan untuk memberikan dasar- dasar pengetahuan tentang gerakan konsumen. Materi yang disampaikan meliputi
pengenalan terhadap perlindungan konsumen, memahami aneka permasalahan konsumen, membangun gerakan konsumen, dan sebagainya.
127
Ibid., hlm. 82-83.
Universitas Sumatera Utara
d. Konsultasi dan menangani pengaduan konsumen
Upaya lain adalah memberikan konsultasi dan menerima pengaduan konsumen. Konsumen dapat mengadukan pelanggaran hak-hak konsumen yang
dialaminya dengan melaporkan permasalahan tersebut pada LKI. Dengan adanya laporan dari konsumen kepada LKI yang merasa haknya sebagai konsumen
dilanggar LKI akan meminta keterangan kepada konsumen tersebut apakah benar ada hal yang dilanggar oleh pelaku usaha, jika terbukti benar LKI akan
menghubungi pelaku usaha tersebut untuk mendengarkan keterangannya dan mengundang pelaku usaha beserta konsumen untuk menyelesaikan permasalahan
sengketa yang dihadapi. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan selama ini ada beberapa hak konsumen yang sering diadukan, yaitu hak mendapatkan kenyaman
dalam menggunakan suatu jasa, misalnya permasalahan pada jaringan data yang sering mengalami koneksi yang buruk, Aliran air yang tidak mengalir kerumah
salah satu konsumen.
128
2. Setelah terjadi sengketa konsumen
Untuk mengatasi berikutnya proses pengadilan di peradilan umum, maka UUPK memberikan solusi untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar
peradilan umum. Pasal 45 ayat 1 UUPK menyebutkan, jika telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau para pihak yang lain yang bersengketa. Ini berarti, penyelesaian
sengketa di pengadilan tetap dibuka setelah para pihak gagal menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan.
128
Abu Bakar siddik, Ketua Lembaga Konsumen Indonesia Medan – Sumatera Utara,
Wawancara, Medan, 27 Maret 2015
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 47 UUPK menyebutkan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian
yang diderita konsumen. Bentuk Jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali
perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut. Adapun penyelesaian sengketa konsumen diluar peradilan ialah :
a. Penyelesian sengketa secara damai
Penyelesian sengketa secara damai adalah penyelesian antara para pihak atau dengan atau tanpa kekuasaan atau pendamping.penjelasan Pasal 45 ayat 2
UUPK mengatakan yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesian yang dilakukan okeh kedua belah oihak yang bersengketa pelaku
usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau BPSK dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Cara penyelesaian sengketa secara damai ini sesungguhnya yang paling diinginkan dan diusahakan karena mudah dan relatif lebih cepat. Berdasarkan
UUPK, penyelesaian sengketa konsumen dapat diselesaikan secara sukarela melalui pengadilan ataupun diluar pengadilan sesuai pilihan para pihak yang
bersengketa.
129
Khususnya untuk penyelesian sengketa diluar pengadilan dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenaik bentuk dan besarnya ganti
129
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 45 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
rugi danatau tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita konsumen.
130
b. Mediasi
Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Pada dasarnya mediasi adalah suatu proses di mana pihak ketiga suatu
pihak luar yang netral terhadap sengketa, mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang telah disepakati.
Peran mediator sangat terbatas, yaitu pada hakekatnya hanya menolong para pihak untuk mencari jalan keluar dari persengketaan yang mereka hadapi
sehingga hasil penyelesaian terletak sepenuhnya pada kesepakatan para pihak dan kekuatannya tidak secara mutlak mengakhiri sengketa secara final, serta tidak pula
mengikat secara mutlak tapi tergantung pada itikad baik untuk mematuhinya. Keuntungan yang didapat jika menggunakan mediasi sebagai jalan penyelesaian
sengketa adalah: karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi maka pembuktian tidak lagi menjadi bebas yang
memberatkan para pihak, menggunakan cara mediasi berati penyelesaian sengketa cepat terwujud, biaya murah, bersifat rahasia tidak terbuka untuk umum seperti di
pengadilan, tidak ada pihak yang menang atau kalah, serta tidak emosional Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam Hal ini
LKI bertindak sebagai mediator mengundang para pihak yang bersengketa untuk datang ketempat yang sudah disediakan atau tempat yang telah ditentukan
130
N.G.N. Renti Maharani Kerti, “Perbandingan Penyelesian Sengketa Konsumen Antara BPSK Di Indonesia d
engan Small Claims Tribunals Di Singapura,” Jurnal legislasi Indonesia, Volume X, No.1, Maret 2013, hlm. 51-52.
Universitas Sumatera Utara
bersama.
131
Karena atas kesepakatan yang telah tercapai antara para pihak. Merupakan hal penting, karena merupakan tujuan dari dilaksanakannya mediasi
untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Pada tahap ini, hal yang terjadi adalah sebagai berikut:
1 Para pihak sepakat hasil mediasi
a Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan hasil mediasi dan konsumen melaporkan hal tersebut kepada Dinas, maka dinas menyampaikan surat agar pelaku usaha
melaksanakan hasil kesepakatan secara konsisten. b
Apabila konsumen tidak mau menerima ganti kerugian sebagaimana yang telah disepakati dalam mediasi, maka Dinas
menyampaikan surat kepada konsumen yang menyarankan agar konsumen mengajukan penyelesaian sengketa konsumen melalui
pengadilan negeri setempat. 2
Para pihak tidak sepakat hasil mediasi Para pihak membuat penyataan bahwa penyelesaian sengketa konsumen
melalui mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan para pihak dapat menyelesaikannya melalui pengadilan negeri setempat.
132
c. Konsiliasi
Konsiliasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan UUPK. Penyelesaian sengketa ini banyak kesamaan dengan arbiterase, dan juga
131
Abu Bakar siddik, Ketua Lembaga Konsumen Indonesia Medan – Sumatera Utara,
Wawancara, Medan, 27 Maret 2015.
132
Ni Putu Candra Dewi I Made Pujawan , “Pelaksanaan Mediasi Sengketa Konsumen
Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai Wujud Perlindungan Hukum Bagi Konsumen,” Http:www.ojs.unud.ac.idindex.phpkerthawicaraarticledownload68085142
diakses pada tanggal 9 April 2015.
Universitas Sumatera Utara
menyerahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak. Didalam Konsiliasi yang menjadi
Kosiliator adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Walaupun pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana
mengikatnya putusan arbiterase. Keterikatan para pihak terhadap pendapat dari konsiliator menyebabkan penyelesaian sengketa tergantung pada kesukarelaan
para pihak.
C. Hambatan dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen