1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai
variasi barang danatau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi
dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barangatau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang danatau jasa yang
ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan
pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan
yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UUPK, telah ada peraturan-peraturan perundang-undangan
yang materinya melindungi kepentingan konsumen. Seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang PERPU Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di
1
Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Penjelasan, bagian umum
Universitas Sumatera Utara
Daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1984 tentang Ketenaga Listrikan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang
Kamar Dagang dan Industri, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia Agreement Establishing The World Trade Organization, dengan demikian walaupun setelah lahirnya UUPK masih
terbuka kemungkinan terbentuknya peraturan perundang-undangan yang membuat ketentuaan yang melindungi konsumen, dimana hal ini semua sangat
menguntungkan bagi pihak konsumen.
2
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak-hak konsumen dan hak-hak pelaku usaha di samping
mengatur mengenai kewajiban konsumen dan pelaku usaha, sehingga masing- masing pihak terlindungi secara hukum. Walaupun UUPK sudah ada, tetapi masih
banyak juga pelaku usaha yang nekad mengelabui konsumen, seperti menjual ayam tiren, atau makanan yang dicampur dengan bahan kimia yang
membahayakan. Dengan demikian, dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat menuntut langsung kepada pelaku usaha.
Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapatkan cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja
masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur,
2
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar Jakarta: Diadit Media, 2002, hlm. 295-296.
Universitas Sumatera Utara
mengawasi, dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan demikian tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas
dapat tercapai
.3
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan
dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran
usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan
dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal penting dan
mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan
konsumen
.4
Mengingat jumlah konsumen yang massif dan biasanya berekonomi lemah, pelaku usaha memiliki pengetahuan yang lebih tentang informasi produk
yang dibuatnya. Mereka umumnya berada pada posisi yang kuat dari segi ekonomi dan tentunya posisi tawar bargaining position.
5
Demikian juga dengan perbedaan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha, jika ada keluhan
terhadap produknya, pelaku usaha cenderung menggunakan penyelesaian tertutup.
3
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 1.
4
Ibid., hlm. 5.
5
Intan Nur Rahmawati Rukiyah Lubis, Win-Win Solution Sengketa Konsumen Yogyakarta: Pustaka Yudistira, 2014, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
Sementara, konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas.
6
Oleh karena itu, UUPK dimaksud menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintahan dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
selanjutnya disebut LPKSM, untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalu pembinaan dan pendidikan konsumen
.7
UUPK secara khusus mengatur permasalahan konsumen dan memberi wadah bagi aspirasi dan advokasi yang
akan dilakukan konsumen jika terjadi tindakan tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh produsen. Harapan terhadap UUPK jelas sangat besar. Walaupun
belum sempurna, akan tetapi adanya undang-undang ini merupakan suatu langkah maju dalam rangka menciptakan kegiatan usaha yang sehat di Indonesia pada
umumnya, dalam upaya memberikan perlindungan kepada konsumen pada khususnya.
8
Tidak jarang dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan- permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen
akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan tidak jarang produk pangan tersebut juga membahayakan bagi konsumen. Akibatnya
masyarakat sebagai konsumen sangat dirugikan bahkan dapat mengancam kesehatan dalam jangka panjang. Karenanya, adanya jaminan kepastian atas mutu,
jumlah, dan keamanan produk pangan yang diperolehnya di pasar menjadi urgen. Dalam praktik sering ditemukan pelaku usaha yang sengaja memanipulasi
informasi atau memberikan informasi secara tidak lengkap sehingga
6
Ibid., hlm. 3.
7
Az. Nasution, Op.Cit., hlm. 294.
8
Abdi Darwis, “Hak Konsumen untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum dalam Industri Perumahan di Kota Tangerang,” Tesis, Magister Kenotariatan, Program Magister
Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2010 , hlm. 7
Universitas Sumatera Utara
membahayakan dan merugikan konsumen. David Harland dalam pendapatnya mensinyalir bahwa kapasitas barang dan jasa dapat saja merugikan atau
membunuh konsumen yang disebabkan hanya karena adanya informasi yang kurang lengkap untuk membantu mereka mengenal, apakah barang dan jasa itu
telah memenuhi syarat keamanan
.9
Pertanyaan besar yang harus dijawab oleh semua pihak, baik pelaku ekonomipelaku usaha, maupun konsumen sendiri,
adalah seberapa efektif UUPK ini dalam pelaksanaannya; Apakah konsumen sudah mampu meletakkan posisi yang sejajar dalam interaksi dengan pelaku
ekonomipelaku. Oleh karena itu, konsumen yang tertipu atau merasa hak-hak mereka tidak
diterima sebagaimana mestinya, atau yang merasa dirugikan dapat membuat surat pengaduan kepada LPKSM. LPKSM ini dapat meminta pertanggungjawaban
kepada pengusaha dan selanjutnya dapat juga membuat laporan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK, untuk dapat diadili
atas persetujuan yang bersangkutan. Disinilah peranan LPKSM dan BPSK jelas terlihat. LPKSM selain lembaga yang resmi dibentuk oleh pemerintah, menurut
ketentuan dalam bab VIII UUPK, pemerintah dalam bab IX, Pasal 44 memungkinkan dibentuknya LPKSM. LPKSM tersebut diberikan kesempatan
untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen
.10
Meskipun tidak banyak diatur dalam UUPK mengenai LPKSM , namun mengingat akan posisi strategis LPKSM tersebut dalam keanggotaan Badan
9
Chandra Dewi Puspitasari, “Peningkatan Kesadaran Hak-Hak Konsumen Produk
Pangan Sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Konsumen ,”
http:eprints.uny.ac.id26221PERLINDUNGAN_KONSUMEN-DIPA.pdf diakses pada tanggal 3 April 2015.
10
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm. 93-94.
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan konsumen Nasional BPKN, dan kepentingan dasar konsumen akan organisasi yang akan melindungi hak-haknya, maka suatu Peraturan Pemerintah
yang nantinya akan dibentuk sebagai pelaksanaan Pasal 44 ayat 4 UUPK menjadi sangat penting artinya. Peraturan Pemerintah tersebut akan menjadi dasar
dari pembentukan LPKSM, karena menurut Pasal 44 ayat 1 UUPK, hanya LPKSM
yang memenuhi
syaratlah yang
diakui oleh
pemerintah.
11
Berkembangannya LPKSM sangatlah penting untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen.
12
Peranan lembaga konsumen tersebut dalam memfasilitasi konsumen memperoleh keadilan menjadi pertanyaan dasar saat Kongres
konsumen Sedunia yang dilakukan Santiago.
13
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sangat diperlukan pada era globalisasi saat ini, hal ini dikarenakan terjadinya persaingan
dalam merebut konsumen dengan berbagai cara yang mengabaikan kualitas produk yang diberikan baik itu barang atau pun jasa. Pada Tahun 2001 pemerintah
telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Peraturan pemerintah
tersebut menjelaskan segala hal mengenai LPKSM.
14
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul :
“Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen
11
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hlm. 123.
12
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 217.
13
Sudaryatno, Hukum dan Advokasi Konsumen Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hlm . 81.
14
Ahmad Zazili, “Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang pada Transportasi Udara
Niaga Berjadwal Nasional ,” Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2008
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”
B. Rumusan Masalah