51
BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
A. Batasan Sengketa Konsumen
1. Pengertian sengketa konsumen
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan “sengketa konsumen”,
namun bukan berarti tidak ada penjelasan. Kata-kata sengketa konsumen dijumpai pada beberapa bagian UUPK, yaitu:
a. Pasal 1 butir 11 UUPK jo. Bab XI UUPK, penyebutan sengketa
konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi administrasi negara yang mempunyai tugas untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen, dalam hal ini adalah BPSK. Batasan BPSK pada pasal 1 butir 11 UUPK menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa
konsumen” yaitu sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. b.
Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat pada Bab X Penyelesaian Sengketa. Pada
bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 48 UUPK.
Umumnya pendapat orang, sesuatu sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan pandangan atau pendapat antara para pihak tertentu tentang hal
tertentu. Satu pihak merasa dirugikan hak-haknya oleh pihak lain, sedang yang lain tidak merasa demikian. Oleh karena itu batasan sengketa konsumen adalah
“sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha publik atau privat tentang
Universitas Sumatera Utara
produk konsumen, barang dan atau jasa konsumen tertentu”.
88
Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Surat Keputusan
Nomor 350MPPKep122001 tanggal 10 Desember 2001, yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah “sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran danatau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang danatau manfaatkan jasa.
Sengketa konsumen menurut Pasal 23 UUPK dimulai pada saat konsumen menggugat pelaku usaha yang menolak danatau tidak memenuhi ganti rugi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4, baik melalui BPSK atau peradilan umum ditempat kedudukan konsumen. Yang
menangani penyelesaian sengketa konsumen antara pelaku usaha dan konsumen adalah BPSK dengan cara Konsiliasi atau Mediasi, atau Arbitrase atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
89
2. Subjek, objek dan domisili
Pasal 46 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang dapat melakukan gugatan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah
konsumen perseorangan, sekelompok konsumen, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM, dan Pemerintah
Sekelompok konsumen dalam hal ini adalah sekelompok konsumen yang memiliki kepentingan yang sama. Mengenai ketentuan ini UUPK mengakui
gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah
satu diantaranya adalah dengan adanya bukti transaksi. Adanya gugatan kelompok
88
A.Z. Nasution, Op.Cit., hlm 221.
89
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ini adalah untuk menghindari kumungkinan putusan pengadilan yang berbeda- beda atas perkara yang sama atau bersamaan. Selanjutnya yang dimaksud dengan
LPKSM dalam pasal ini adalah yang telah memenuhi syarat sebagaimana yang diminta oleh undang-undang ini. Pengawasan oleh LPKSM dilakukan atas barang
danatau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian, danatau jasa yang beredar di pasar dengan cara penelitian, pengujian, danatau survey.
Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lainlain yang
diisyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.
Gugatan oleh pemerintah hanya sebatas jika produk konsumen yang dikonsumsi menimbulkan kerugian materi yang besar atau korban yang tidak
sedikit. Tolak ukur kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen.
Objek sengketa haruslah produk konsumen, artinya produk itu merupakan barang danatau jasa yang umumnya dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan bagi
memenuhi kepentingan diri, keluarga, danatau rumah tangga konsumen. Objek sengketa terjadi karena adanya transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha.
Dalam pengertian transaksi ini termasuk pula di samping perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana termuat dalam KUHPerdata atau KUHDagang, perilaku-
perilaku dagang dan non-dagang dari kalangan pelaku usaha lainnya seperti pemberian hadiah, baik yang bersifat “dagang” dalam pemasaran atau promosi
barang danatau jasa itu maupun yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 23 UUPK, gugatan konsumen dapat diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau badan peradilan dimana konsumen berdomisili. Hal ini
mempermudah konsumen dalam hal pengajuan gugatan ke pelaku usaha karena konsumen tidak perlu mencari dan mengajukan gugatan ke daerah pelaku usaha
berdomisili.
90
3. Dasar hukum penyelesaian sengketa konsumen.
Di samping UUPK, hukum perlindungan konsumen juga di ketemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang juga memuat
berbagai kaidah yang menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Menurut Man Suparman Sastrawidjaja, sekalipun peraturan perundang-undangan tersebut
tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya dapat dijadikan dasar bagi perlindungan konsumen.
a. Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR UUD 1945, dalam
pembukaan alinea ke 4 yang berbunyi “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia”. Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Tap MPR
1993 berbunyi meningkatkan pendapatan produsen dan melindungi kepentingan konsumen.
b. Peraturan perundang-undangan lainnya Peraturan perundang-undangan
yang memuat berbagai kaidah yang menyangkut konsumen, juga terdapat dalam hukum perdata, hukum dagang, serta kaidah-kaidah keperdataan
90
Ambar Ditya Hanesty, “Tinjauan Yuridis Terhadap Praktik Promosi dalam Bentuk Brosur Kendaraan Bermotor Berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen Studi Kasus: Gugatan
Ludmilla Arief Melawan Pt. Nissan Motor Indonesia Di Bpsk Provinsi DKI Jakarta,” Skripsi, ilmu hukum, Fakultas hukum, Universitas Indonesia, 2012
Universitas Sumatera Utara
yang termuat dalam peraturan perundang-undangan lainnya, baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata yang tidak tertulis, misalnya:
91
1 KUHPerdata, terutama dalam buku kedua, ketiga, dan keempat yang
memuat berbagai kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan konsumen dan penyedia barang atau jasa konsumen yaitu Pasal 1457
KUHPerdata dan Pasal 1548 KUHPerdata. 2
Kitab Undang-Undang Hukum DagangKUHD: buku kesatu dan kedua mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit dari jasa
perasuransian dan pelayaran yaitu Pasal 510 KUHD yang menyebutkan bahwa setiap pemegang kanosemen berhak untuk
menuntut penyerahan barang yang tersebut didalamnya dimana kapal tersebut berada.
3 Kaidah-kaidah yang menyangkut perlindungan konsumen juga
terdapat diluar KUHPerdata, KUHD, maupun KUHPidana misalnya: a
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
b Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen c
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
d Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen e
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235DJPDNVII2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen
yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag PropKabKota
Pengertian sengketa konsumen dalam kerangka UUPK dengan menggunakan metode penafsiran. Pertama, batasan konsumen dan pelaku usaha
menurut UUPK. konsumen dipastikan setiap orang atau individu yang
91
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menggunakan barang danatau jasa untuk keperluan sendiri, keluarga, atau pihak lain. Perlindungan yang berikan UUPK tak hanya pada konsumen secara individu,
tetapi juga perluas pada makhluk hidup lain. Contoh makhluk hidup lain ini yaitu binatang peliharaan, seperti ikan, ayam, kucing, anjing, burung, dan bagainya.
92
Batasan konsumen menurut UUPK ini tidak diperluas individu pihak ketiga bystander yang dirugikan atau menjadi korban akibat penggunaan atau
pemanfaatan suatu produk barang atau jasa. Investor tanpa memerhatikan besar kecilnya modal liquid dan nonliquid yang ditanamkan serta instrumen-instrumen
investasi yang digunakan bukanlah konsumen. karena motif untuk mendapatkan keuntungan tertentu berupa uang danatau yang dapat dipersamakan dengan itu
tak dapatlah termasuk kategori barang danatau jasa yang dimaksudkan UUPK. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tidak mengakui badan hukum, seperti yayasan dan perseroan terbatas sebagai konsumen. Jika saja badan hukum diakui sebagai konsumen menurut UUPK,
esensi perlindungan hukum yang diberikan UUPK menjadi kabur. Masih sering dijumpai pernyataan sebagian pelaku usaha yang merasa berhak untuk
mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan UUPK, padahal yang terjadi sebenarnya sengketa di antara mereka sendiri sesama pelaku usaha. Sering
argumentasi yang dikemukakan, yaitu mereka telah membeli atau melakukan pembayaran. Misalnya, sengketa pengiriman barang komoditas dagang yang
diasuransikan, ternyata tak dibayar klaim ganti ruginya oleh perusahaan asuransi, ketika barang tersebut rusak atau tenggelam akibat kerusakan atau tenggelamnya
kapal pengangkut. Contoh lain, pembelian kaca untuk kepentingan pembuatan
92
Yusuf shofie, Op.Cit., hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
rumah kaca. ternyata sebagian pecah pada waktu pengangkutan. Perlindungan hukum yang diberikan UUPK hanya berhak bagi individu konsumen akhir end
users.
93
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen