Perlindungan Konsumen Di Indonesia

17 BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DI INDONESIA

A. Perlindungan Konsumen Di Indonesia

1. Sejarah hukum perlindungan konsumen Manusia dalam memenuhi kebutuhannya, baik dari segi fisik maupun rohani. Kebutuhan yang ada tersebut dapat dibagi ke dalam 3 tingkatan, yakni kebutuhan primer yang sifatnya boleh dikatakan urgen, kebutuhan sekunder, dan terakhir adalah kebutuhan tersier. Namun bagaimanapun, seperti dalam teori ekonomi pada umumnya, sudah jelas dinyatakan bahwa kebutuhan tersebut tidak akan mungkin untuk terpenuhi seluruhnya, karena benda danatau jasa yang ada jumlahnya terbatas sedangkan sifat manusia sendiri tidak akan pernah merasa puas. Seperti dikatakan oleh Winardi, 28 bahwa apabila semua benda-bendaalat- alat yang dibutuhkan manusia terdapat dalam jumlah yang berlimpah ruah, seperti umpamanya udara, maka tidak akan ada lagi kebutuhan akan ilmu ekonomi ataupun ahli-ahli ekonomi. Selain daripada, di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas tersebut, manusia tetap menginginkan segalanya berjalan dengan baik dan tertib. Namun demikian, tetap haruslah disadari bahwa kebutuhan setiap orang berbeda-beda yang tentunya berpotensi untuk menimbulkan benturan satu dengan lainnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu dibuat suatu aturan bersama 28 Winardi, Pengantar Ilmu Ekonomi Edisi-V Bandung: Tarsito, 1979, hlm. 6. Universitas Sumatera Utara yang akan menjadi pedoman yang harus ditaati untuk meminimalkan potensi benturan tadi. 29 Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang danatau jasa yang dapat dikonsumsi. Barang danatau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang danatau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainnya. Dengan diversifikasi produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, dimana terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang danatau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan kepada berbagai jenis barang danatau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik dimana konsumen berkediaman maupun yang berasal dari luar negeri. 30 Kondisi seperti ini, pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Namun, di sisi lain dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, dimana seringkali konsumen berada pada posisi yang lemah, dan pelaku usaha berada pada posisi yang menguntungkan. 31 Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan 29 Janus sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi Medan: Penerbit Bina Media, 2000, hlm. 30. 30 Gunawan widjaja Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 11. 31 Ibid., hlm. 12. Universitas Sumatera Utara distribusi produk barang dan jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji. 32 Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan standar yang merugikan konsumen. 33 Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggalsendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. 34 Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan, pada konsumen yang menyebabkan konsumen tidak memiliki kedudukan yang aman. 35 Padahal jika dilihat dari kedudukan antara konsumen dengan pelaku usaha kedudukan mereka berada dalam posisi yang seimbang. Hal tersebut ternyata bukanlah gejala regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda konsumen di seluruh dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan salah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen atau yang kadang kala dikenal juga dengan hukum konsumen consumers law. 36 Sebenarnya hukum konsumen dan 32 Sri rezeki Hartono, Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kerangka Era Perdagangan Bebas, Hukum Perlindungan Konsumen Bandung: CV. Mandar Madju, 2000, hlm. 32. 33 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Loc.Cit. 34 Zumrotin K.Susilo, Penyambung Lidah Konsumen Jakarta: Puspa Swara, 1996 hlm. 11. 35 Sri rezeki Hartono, Op.Cit., hlm. 33. 36 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan dibuat batasannya. 37 Perkembangan hukum konsumen di dunia bermula dari adanya gerakan perlindungan konsumen consumers movement. 38 Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat era 1960-an - 1970-an mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik, dan hukum. 39 Secara historis, perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan-gerakan konsumen di awal abad ke-19, dimana pada Tahun 1891 terbentuk Liga Konsumen untuk pertama kalinya di New York, dan menyusul pada Tahun 1898 di bentuk Liga Konsumen Nasional The National Consumer s League yang pada kelanjutannya semakin berkembang pesat meliputi 20 negara bagian. 40 Di Tahun 1938, sesuai dengan tuntutan keadaan amandemen terhadap The Food and Drugs Act yang melahirkan The Food, Drugs and Cosmetics Act. Pada era 1960-an, sejarah gerakan perlindungan konsumen mengalami perubahan penting ditandai pada saat Presiden AS, John F. Kennedy menyampaikan pidato kenegaraan berjudul A Special Message of Protection the Consumer Interest di hadapan Kongres Amerika Serikat dimana dikemukakan 4 empat hak konsumen dikenal juga sebagai consumer hill of rights 41 sebagai berikut: 42 a. The right to safety - to be protected against the marketing of goods that are hazardous to health or life. 37 Az.Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1995, hlm. 64-65. 38 Shindarta, Loc.Cit. 39 Ibid., hlm. 35. 40 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 12-13. 41 Ahmadi Miru Sutarman yodo, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2004, hlm. 39. 42 Shidarta, Op.Cit., hlm. 44- 45. Universitas Sumatera Utara b. The right to be Informed - to be protected against fraudulent, deceitful, or grossly, misleading information, advertising, labeling, and other practices, and to be given the facts needed to make informed choices. c. The right to choose - to be assured wherever possible, access to a variety of products and services at competitive prices. And in those industries in which competition is not workable and government regulation is substitued there should be assurance of satisfactory quality and services at fair prices. d. The right to ke heard - to be assured that eonsumcr intercsts will receivet full and sympatketic considtration m tke formulation of govemment policy and fair and expeditious treatment m its odministrative tribunals. Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor 39248 Tahun 1955 tentang Perlindungan Konsumen Guidelines for Consumer Protection juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi: 43 a. Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya. b. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen. c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi. d. Pendidikan konsumen. e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif. f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka. Pemikiran ke arah perlindungan konsumen dilatar belakangi oleh berkembangnya industri secara cepat dan menunjukkan kompleksitas yang tinggi sehingga perlu ditampung salah satu akibat negatif industrialisasi yang 43 Muhammad Eggi H. Suzetta, “Pengetahuan Hukum Untuk Konsumen,” https:www.Wordpress.com diakses pada tanggal 3 April 2015. Universitas Sumatera Utara menimbulkan banyak korban karena memakai atau mengonsumsi produk-produk industri. 44 Di Indonesia masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada Tahun 1970-an. Ini terutama ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga konsumen Indonesia YLKI pada bulan Mei 1973. Secara historis, pada awalnya yayasan ini berkaitan dengan rasa mawas diri terhadap promosi untuk memperlancar barang-barang dalam negeri. Atas desakan suara-suara dari masyarakat, kegiatan promosi ini harus diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitasnya terjamin. Adanya keinginan dan desakan masyarakat untuk melindungi dirinya dari barang yang rendah mutunya telah memacu untuk memikirkan secara sungguh-sungguh usaha untuk melindungi konsumen, dan mulailah gerakan untuk merealisasikan cita-cita itu. 45 Proses lahirnya suatu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang terdiri dari 15 bab dan 65 Pasal membutuhkan waktu tidak kurang dari 25 tahun. Sejarah pembentukannya dimulai dari: 46 a. Seminar Pusat Studi Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Indonesia tentang masalah perlindungan konsumen, pada tanggal 15 – 16 Desember 1975. b. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, penelitian tentang perlindungan konsumen di Indonesia proyek Tahun 1979-1980. 44 Janus Sidabalok, Op.Cit., hlm. 28. 45 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 15-16. 46 Az. Nasution, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen: Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999 Depok: masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia MAPPI FHUI , hlm. 2-3. Universitas Sumatera Utara c. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan tentang perlindungan konsumen proyek Tahun 1980-1981. d. Yayasan Lembaga konsumen Indonesia YLKI, Perlindungan konsumen Indonesia, suatu sumbangan pemikiran tentang rancangan UUPK, pada Tahun 1981. e. Departemen Perdagangan RI bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Rancangan Undang-Undang tentang perlindungan konsumen, Tahun 1997; dan, f. Dewan Perwakilan Rakyat RI, Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat tentang UUPK, Desember 1998. Selain pembahasan-pembahasan di atas, masih terdapat berbagai lokakarya, penyuluhan, seminar, di dalam dan luar negeri yang menelaah mengenai perlindungan konsumen atau tentang produk konsumen tertentu dari berbagai aspek, serta berbagai kegiatan perlindungan konsumen yang dilakukan oleh masyarakat kalangan pelaku usaha dan pemerintah yang dijalankan oleh YLKI. Pada akhirnya, dengan didukung oleh perkembangan politik dan ekonomi di Indonesia, semua kegiatan tersebut berujung pada disetujuinya UUPK oleh DPR RI dan disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 dan berlaku efektif satu Tahun kemudian. 47 2. Pengertian konsumen Para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa uiteindelijke gebruiker van 47 Ibid., hlm. 3. Universitas Sumatera Utara goederen en diensten. 48 Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir konsumen antara dan konsumen pemakai terakhir. Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK, pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas: a. Konsumen dalam arti umum yaitu pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa untuk tujuan tertentu. b. Konsumen antara adalah pemakai, pengguna danatau pemanfaat barang danatau jasa untuk diproduksi menjadi barangjasa lain atau untuk memperdagangkannya dengan tujuan komersial. Konsumen ini sama dengan pelaku usaha. c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami natuurlijke persoon yang mendapatkan barang danatau jasa yang digunakan untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup pribadinya, keluarga danatau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam UUPK tersebut. Selanjutnya apabila digunakan istilah konsumen dalam undang- undang dan penelitian ini, yang dimaksudkan adalah konsumen akhir. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UUPK disebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 48 Shidarta, Op.Cit., hlm. 2. Universitas Sumatera Utara Ternyata pengertian konsumen dalam UUPK tidak hanya konsumen secara individu, juga meliputi pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain, seperti binatang peliharaan, tetapi tidak diperluas pada individu pihak ketiga bystander yang dirugikan atau menjadi korban akibat penggunaan atau pemanfaatan suatu produk barang atau jasa. Dalam pengertian konsumen ini adalah “syarat untuk tidak diperdagangkan” yang menunjukkan sebagai “konsumen akhir” end consumer, dan sekaligus membedakan dengan konsumen antara intermediate consumer. 49 3. Pengertian hukum perlindungan konsumen Mengenai istilah, dalam berbagai literatur ditemukan dua istilah mengenai hukum yang membicarakan mengenai konsumen. Kedua istilah ini seringkali disama artikan, namun ada pula yang membedakannya dengan mengatakan bahwa baik mengenai substansi maupun mengenai penekanan luas lingkupnya adalah berbeda satu sama lain. 50 Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan kegunaan produk barang danatau jasa antara penyedia dan penggunanya dalam hubungan bermasyarakat. 51 Sedangkan mengenai hukum perlindungan konsumen didefinisikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat. 52 4. Hak dan kewajiban konsumen 49 http:www.pps.unud.ac.idthesispdf_thesisunud-171-babii.pdf diakses 19 Mei 2015. 50 N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk Jakarta: Panta Rei, 2005 , hlm. 30. 51 A.Z. Nasution. Op.Cit., hlm. 23. 52 Ibid. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Pasal 4 UUPK, konsumen memiliki beberapa hak sebagai berikut : 53 a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa. b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa. d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Berbagai macam hak konsumen di atas, secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar yaitu: 54 53 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,BAB III, Pasal 4. Universitas Sumatera Utara a. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan. b. Hak untuk memperoleh barang danatau jasa dengan harga yang wajar; dan; c. hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi. Adapun kewajiban-kewajiban konsumen berdasarkan Pasal 5 UUPK adalah sebagai berikut: a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan. b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 5. Hak dan kewajiban pelaku usaha Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, akan tetapi juga hak- hak yang dimiliki oleh pelaku usaha sebagai berikut : 55 a. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan. b. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. 54 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hlm. 46-47. 55 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab III, Pasal 6. Universitas Sumatera Utara c. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. d. Rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan. e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari rumusan hak-hak pelaku usaha di atas, terlihat bahwa UUPK tidak hanya melindungi pihak konsumen saja. Hal tersebut dikarenakan banyaknya konsumen- konsumen nakal yang dapat merugikan pelaku usaha yang jujur dan beritikad baik. Maka dari itu dibentuklah UUPK yang menegakkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat. Dengan perlindungan tersebut diharapkan pelaku usaha akan mampu untuk bersaing secara sehat dan jujur dalam memasarkan produknya. 56 Selain hak-hak, UUPK juga mengatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus diemban oleh pelaku usaha. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah sebagai berikut : 57 a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa, serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. 56 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsiderans, Huruf f. 57 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab III, Pasal 7. Universitas Sumatera Utara c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta tidak diskriminatif. d. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku. e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu, serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau diperdagangkan. f. Memberikan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. g. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 6. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha secara detail. Semua diatur dalam bab 4 UUPK yang terdiri dari 10 Pasal , mulai dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Semua pengaturan tersebut tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru dimaksudkan untuk mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang Universitas Sumatera Utara tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas. 58 Apabila melihat pada rasio UUPK, maka akan terlihat jelas bahwa UUPK memang tidak hanya sekedar melindungi konsumen saja. UUPK juga pelaku usaha yang jujur dan beritikad baik. Adapun rasio UUPK yang dimaksud adalah sebagai berikut: 59 a. Meningkatkan harkat dan martabat konsumen. b. Menumbuh-kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Akan tetapi tetap pertimbangan utama pengaturan perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha adalah dalam rangka melindungi kepentingan konsumen yang beritikad baik karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. 60 Adapun larangan yang ada dalam Pasal 8 UUPK merupakan satu-satunya ketentuan umum, yang berlaku secara general bagi kegiatan usaha dari para pelaku usaha pabrikan atau distributor di Negara Republik Indonesia. 61 Sementara itu, Pasal 9 sampai dengan Pasal 17 pada pokoknya berisi larangan bagi pelaku usaha dalam memasarkan produknya baik dalam mempromosikan maupun 58 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Penjelasan Umum, Paragraf 7 59 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Konsiderans, Huruf d. 60 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Penjelasan Umum, Paragraf 5-6. 61 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 37. Universitas Sumatera Utara mengiklankan barang danatau jasa yang dapat menyesatkan konsumen dan juga melanggar etika. 62 Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 UUPK dapat dibagi dalam dua larangan pokok sebagai berikut: 63 a. Larangan mengenai produk itu sendiri yang tidak memenuhi syarat dan standar yang layak untuk dipergunakan, dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen. b. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar atau tidak akurat yang dapat menyesatkan konsumen. Apabila terbukti terjadi pelanggaran atas larangan-larangan di atas, maka terhadap pelaku usaha yang bersangkutan danatau pengurusnya dapat dilakukan penuntutan pidana. 64 Secara spesifik, sanksi atas pelanggaran sebagai berikut : 65 a. Pelaku usaha yang melangar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima Tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000,00 dua juta rupiah. b. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f di pidana penjara paling lama 2 dua Tahun atau 62 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab IV, Pasal 9-17. 63 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab IV, Pasal 8. 64 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab XIII, Pasal 61. 65 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab XIII, Pasal 62. Universitas Sumatera Utara pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

B. Keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Dokumen yang terkait

Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Internet Dalam Hal Kerahasiaan Informal

25 156 79

Kendala-Kendala Yang Dihadapi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Mengimplementasikan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

6 80 130

KEKUATAN HUKUM EKSEKUTORIAL PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 6 17

PERAN YAYASAN LEMBAGA PEMBELAAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN JAWA TENGAH SEBAGAI LPKSM DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSU

1 4 82

Kedudukan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1 1 53

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

1 4 136

PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI ALTERNATIF UPAYA PENEGAKAN HAK KONSUMEN DI TINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 0 9

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DI INDONESIA A. Perlindungan Konsumen Di Indonesia - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomo

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 16

PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA DAN AKIBAT HUKUMNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN -

0 1 61