32
Dari rumusan yang terdapat dalam Pasal 1313-1314 KUH Perdata dapat dikatakan bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan
perikatan yang bersifat sepihak dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi dan perikatan yang bertimbal balik kedua belah pihak saling
berprestasi. Debitur pada satu sisi menjadi kreditur pada sisi yang lain pada saat bersamaan. Ini merupakan karakteristik khusus dari perikatan
yang lahir dari perjanjian. Pada perikatan yang lahir dari Undang-Undang, hanya ada satu pihak yang menjadi debitur dan pihak lain menjadi kreditur
yang berhak atas pelaksanaan prestasi debitur. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat
hukum yaitu hak right dan kewajiban obligation. Sedangkan hubungan hukum berdasarkan perjanjian adalah hubungan hukum yang terjadi karena
persetujuan atau kesepakatan para pihaknya. Sedangkan hubungan hukum yang terjadi karena hukum adalah hubungan hukum yang terjadi karena
undang-undang atau hukum adat menentukannya demikian tanpa perlu ada persetujuankesepakatan terlebih dahulu.
2.4.2. Unsur-unsur perjanjian
Dalam perjanjian harus memenuhi tiga unsur yaitu : 1.
Essentialia, ialah unsur yang sangat esensipenting dalam suatu perjanjian yang harus ada.
2. Naturalia, adalah unsur perjanjian yang sewajarnya ada jika
tidak dikesampingkan oleh kedua belah pihak.
33
3. Accidentalia, ialah unsur perjanjian yang ada jika dikehendaki
oleh kedua belah pihak.
2.4.3. Syarat Syahnya Perjanjian
Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi, untuk syahnya perjanjian-
perjanjian, diperlukan empat syarat yaitu : 1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3.
Suatu pokok persoalan tertentu; 4.
Suatu sebab yang halal tidak terlarang; Keempat unsur tersebut, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang di
golongkan ke dalam : 1.
Dua unsur pokok yang menyangkut subyek pihak yang mengadakan perjanjian unsur subyektif;
2. Dua unsur lain yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian
unsur obyektif. Unsur subyektif menyangkut adanya unsur kesepakatan secara
bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi
keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang
disepakati untuk dilaksanakan haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.
34
Salah satu unsur yang tidak dapat dipenuhi dari keempat unsur tersebut dapat diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat
dibatalkan jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak terpenuhinya unsur
subbyektif. Dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.
1 Syarat Subyektif.
1 Kesepakatan Mereka yang Mengikatkan Dirinya
Kesepakatan diantara para pihak debitur dalam ketentuan Pasal 1321 sampai dengan Pasal 1328 KUH
Perdata yang merupakan pengetahuan dari asas konsensualisme. Pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap
terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan bahwa kesepakatan tersebut terjadi karena
adanya kekhilafan, paksaan maupun penipuan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1321 KUH Perdata. Kesepakatan
dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka
kehendaki untuk dilaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.
Dalam perjanjian konsensuil, KUHPerdata menentukan bahwa segera setelah terjadi kesepakatan, maka lahirlah
perjanjian, pada saat yang sama juga menerbitkan perikatan
35
diantara para pihak yang telah bersepakat dan berjanji tersebut. Dengan lahirnya perikatan diantara para pihak yang sepakat
tersebut, KUHPerdata membebankan kewajiban pada debitur dalam perikatan untuk memberikan penggantian berupa
biaya, rugi dan bunga atas ketidak pemenuhannya. 2
Kecakapan untuk bertindak membuat suatu perjanjian Adanya kecakapan untuk bertindak merupakan syarat
subyektif kedua, terbentuknya perjanjian yang sah diantara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal
berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda,
namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah
kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan. 2
Syarat Obyektif Syarat obyektif untuk sahnya perjanjian antara lain :
1 Suatu Suatu Pokok Tertentu
Keharusan adanya suatu objek atau hal tertentu dalam perjanjian diatur dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334
KUH Perdata. Tanpa adanya suatu objek, yang merupakan tujuan dari pihak yang berisikan hak dan kewajiban dari salah
satu atau para pihak dalam perjanjian. Hal ini merupakan kensekuensi dari perjanjian.
36
2 Suatu Sebab yang Halal
Kewajiban adanya kuasa suatu sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata.
Suatu sebab yang halal artinya adalah tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku atau hukum, kebiasaan
dan tidak menggangu ketertiban, dan ketentraman dalam masyarakat. Suatu sebab yang bertentangan dengan Undang-
Undang akan menyebabkan perjanjian menjadi batal. Perjanjian yang bertentangan dengan hukum dapat menjadi
tidak berlaku hanya untuk sebagian isi perjanjian itu saja atau hanya terhadap subyek tertentu saja.
2.4.4. Asas-Asas Hukum Perjanjian