Pengertian Kinerja Karyawan Kriteria Kinerja

Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber dari lingkungan kerja perusahaan.

2.1.10. Pengertian Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Pada umumnya kinerja dan prestasi kerja adalah pengertian yang sama di manadipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan. Ivancevich et. al 2006 : 251 mendefenisikan bahwa “kinerja merupakan suatu hasil yang diinginkan dari perilaku yang mencakup usaha, motivasi diri untuk menyesuaikan, ketekunan dan pengabdian atau tidak menerima”. Dan menurut Soeprihanto 2002 : 7, “kinerja merupakan hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama”. Kinerja karyawan adalah suatu aspek dalam perusahaan yang menjadi salah tolok ukur keberhasilan perusahaan. Sehinga penilaian terhadap kinerja UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat terhadap perusahaan mengenai pekerjaan. Kinerja performance pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen-elemen seperti kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama” Malthis dan Jackson, 2009 : 378.

2.1.11. Kriteria Kinerja

Kriteria merupakan dimensi-dimensi evaluasi penilaian suatu hal. Sehingga yang dimaksud dengan kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi evaluasi penilaian pada kinerja. Malthis dan jackson 2009 : 378 menyatakan: Kriteria pekerjaan job criteria atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut. Kriteria pekerjaan adalah faktor paling penting yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka karena mendefinisikan apa yang dibayar organisasi untuk dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, kinerja dari individu pada kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadao standar, dan kemudian hasilanya dikomunikasikan kepada karyawan. Manajer menerima tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka sebagai dasar kriteria penilaian kerja yaitu: 1 Informasi berdasar-sifat mengidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan – seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas. 2 Informasi berdasar-prilaku berfokus pada prilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. 3 Informasi berdasar hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sulistiyani dan Teguh menyatakan ada enam hal yang dapat dinilai dalam kriteria kinerja yaitu : 1 Kualitas, menyangkut kesesuain hasil dengan yang diingini, 2 Kuantitas, jumlah yang dihasilkan baik dalam nilai uang, jumlah unit atau jumlah lingkaran aktivitas, 3 Ketepatan waktu, 4 Efektivitas biaya, menyangkut penggunaan resoris organisasi secara maksimal, 5 Kebutuhan supervisi, menyangkut perlunya bantuan atau intervensi supervisi dalam pelaksanaan pegawai, 6 Dampak interpersonal, menyangkut peningkatan harga diri, hubungan baik dan kerjasama diantara teman kerja maupun bawahan. Sedangkan, Kingler dalam Sulistiyani dan Teguh, 2009 : 280 menyatakan evaluasi performance yang pada dasarnya mencakup 2 dua kriteria: 1 Evaluasi yang didasarkan pada kriteria perorangan person based. Di mana menilai ciri-ciri kepribadian para pegawai, karakteristik, tingkah laku, yang sering mengarah pada penilaian subyektif. 2 Evaluasi yang didasarkan pada performance based. Di mana mengukur perilaku para pegawai dibandingkan dengan perilaku- perilaku yang sebelumnya. Ada banyak teori mengenai sistem evaluasi kinerja. Ivancevich et. al 2006 : 216 menjelaskan bahwa evaluasi kinerja memiliki beberapa peran utama, antara lain : 1. Menyediakan suatu dasar untuk alokasi penghargaan, termasuk kenaikan gaji, promosi, transfer, pemberhentian, dan sebagainya. 2. Mengidentifikasikan karyawan yang berpotensi tinggi, 3. Mengukur validasi dari efektivitas prosedur pemilihan karyawan 4. Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya dan 5. Menstimulasi perbaikan kinerja di masa mendatang 6. Mengembangkan cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat kinerja. 7. Mengidentifikasi kesempatan pengembangan dan pelatihan. 8. Membentuk kesepakatan supervisor-karyawan mengenai ekspetasi kinerja. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ivancevich et. al 2006 : 251 juga menjelaskan mendiagnosis masalah atau menilai kinerja adalah aspek penting dari manajemen motivasi yang efektif dan dalam model diagnostik kinerja menggambarkan suatu cara sistematis bagi manajer dan bawahan untuk secara bersama menunjukkan penyebab dari ketidakpuasan dan masalah kinerja. Dalam model ini para manajer dan bawahan yang berkinerja rendah seharusnya menggunakan proses logika selangkah demi selangkah. Mulai dari memeriksa persepsi saat ini dari kinerja dan kemudian melanjutkan model hingga masalah kinerja diidentifikasikan. Model berfokus pada tujuh masalah berikut: a. Masalah Persepsi. Suatu masalah persepsi menyatakan bahwa manajer bawahan memiliki pandangan yang berbeda mengenai tingkat kinerja bawahan saat ini. Jika ketidaksetujuan ini tidak dipecahkan, tidaklah berguna untuk melanjutkan proses diagnostik. Seluruh proses pemecahan masalah didasarkan pada pemikiran bahwa kedua pihak mengenali keberadaan suatu masalah dan tertarik untuk memecahkannya. b. Masalah Sumber Daya. Kemampuan memiliki tiga komponen, dan seharusnya dieksplorasi dengan cara yang ditunjukkan dalam model. Urutan ini mengurangi reaksi penolakan bawahan. Kinerja yang buruk mungkin berasal dari kurangnya dukungan sumber daya daya meliputi bahan baku dan dukungan personel, dan juga kerja sama dari kelompok kerja yang saling bergantungan c. Masalah Pelatihan. Individu mungkin diminta untuk melakukan tugas yang melampaui keterampilannya atau tingkat pengetahuannya saat ini. Masalah ini dapat diatasi melalui pelatihan atau pendidikan tambahan. d. Masalah Sikap. Ini merupakan masalah yang paling sulit dari ketiga masalah kemampuan untuk dipecahkan karena merupakan hal yang paling mendasar. Hal ini termasuk menyesuaikan ulang persyaratkan pekerjaan seseorang saat ini, menugaskan ulang seseorang di posisi yang lain, atau terakhir, melepaskan orang itu dari organisasi. e. Masalah Ekspetasi. Masalah ini dihasilkan dari komunikasi yang buruk berkenaan dengan tujuan pekerjaan atau persyaratan pekerjaan. Hal ini sering muncul ketika bawahan tidak cukup terlibat dalam proses penetapan tujuan atau standar. Ketika hal ini menghasilkan ekspetasi yang tidak realistis atau berlebihan, motivasi akan menurun. f. Masalah Intensif. Hal ini memberikan kesempatan untuk membahas kriteria bawahan dalam mempertimbangkan keadilan. Sering kali standar yang tidak realistis telah digunakan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA g. Masalah Salience Kemenonjolan. Salience merujuk pada tingkat kepentingan di mana seorang individu terikat pada penghargaan yang tersedia. Sering kali intensif yang ditawarkan untuk mendorongg kinerja yang tinggi tidak dianggap bernilai oleh individu tertentu. Masalah salience menunjukkan kebutuhan bagi manajer untuk kreatif dalam menghasilkan berbagai penghargaan dan fleksibel dalam memungkinkan bawahan untuk memilih di antara berbagai penghargaan yang ada. Gambar 2.2. Model Diagnostik Kinerja. Ivancevich et. al 2006 : 252 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sedangkan menurut Robbins 2008 : 155 hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

2.1.12. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja