Teori Kebutuhan – Mc Clelland Teori Vrooms Teori Skinner Penelitian Terdahulu

c. Teori ERG – Alderfer

Menurut teori ini ada 3 tiga kebutuhan pokok manusia yaitu ERG Existence, Relation Needs, dan Growth Needs. Teori kebutuhan ERG mempunyai asumsi sebagai berikut : 1. Apabila kebutuhan keberadaan kurang terpenuhi, individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 2. Apabila kebutuhan berhubungan dengan orang lain kurang terpenuhi maka individu terdorong untuk memenuhi kebetuhan keberadaan. 3. Apabila kebutuhan akan pertumbuhan kurang terpenuhi maka makin besar hasrat untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan tersebut.

d. Teori Kebutuhan – Mc Clelland

Menurut teori ini kebutuhan manusia ada tiga, yaitu kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan akan berafiliasi, dan kbutuhan akan berprestasi. Apabila orang kebutuhannya akan mendesak maka orang tersebut akan termotivasi untuk memenuhinya. Jika kebutuhan kekuasaan makin tinggi maka orang akan berusuha untuk bersikap: senang memberi perhatian untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain, mencari posisi pimpinan, dan berusaha tampil berbicara di muka umum. Jika kebutuhan afiliasi mendesak, orang akan bersikap dan bertindak untuk membentuk orang lain yang membutuhkan, berusaha membina hubungan yang menyenangkan dan saling pengertian. Jika kebutuhan untuk berprestasi makin tinggi maka orang akan berusaha menetapkan suatu tujuan yang penuh tantangan namun masih mungkin dicapai, melakukan pendekatan yang realistis terhadap risiko, dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya. Teori prestasi dari McClelland dalam Handoko 2003 : 260 menyebutkan bahwa “Motivasi seorang pengusaha tidak semata-mata ingin mencapai keuntungan demi keuntungan itu sendiri, tetapi karena dia mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi. Keuntungan laba hanyalah suatu ukuran sederhana yang menunjukkan seberapa baik pekerajaan telah dilakukan, tetapi tidak sepenting tujuan itu sendiri”. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Teori Proses

Teori ini menitikberatkan pada bagimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung, dan dihentikan. Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah : a. Teori Vroom ; b. Teori Skinner ; c. Teori Adams ; d. Teori Locke. Berikut ini akan dijelaskan teori-teori yang termasuk dalam kelompok teori proses.

a. Teori Vrooms

Menurut Vroom, perilaku kerja individu ditentukan dengan memperkirakan hasil alternatif yang akan diperoleh melalui perilaku tersebut. Menurutnya orang dapat dimotivasi untuk berprilaku kerja tertentu bila : 1. Ada harapan bahwa bila usaha ditingkatkan akan mendapatkan balas jasa. 2. Adanya prestasi dari orang yang bersangkutan bahwa ada kemungkinan tujuan akan tercapai dan ia akan menerima jasa. Motivasi merupakan fungsi dari valensi dan ekspetasi. Valensi merupakan penilaian atas balas jasa yang diterima sebagai hasil usahanya. Ekspetasi merupakan harapan individu bahwa peningkatan usahanya akan mengarah pada peningkatan balas jasa.

b. Teori Skinner

Teorinya didasarkan pada hukum pengaruh, bahwa perilaku individu yang mempunyai konsekuensi negatif cenderung tidak diulang dan yang mempunyai konsekuensi positif cenderung diulang menjelaskan penguatan berkenaan dengan pengetahuan yang terjadi, segala konsekuensi perilaku.

c. Teori Adams

Teori ini menjelaskan persamaan berdasarkan perbandingan yang dibuat individu. d. Teori Locke Berisikan kerangka tujuan bahwa tujuan yang disengaja atau dengan maksud adalah maksud determinan perilaku. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.9. Faktor-Faktor Motivasi

Faktor-faktor motivasi kerja yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup yaitu makan, minum, tempat tinggal, dan sejenisnya. Kemudian kebutuhannya meningkat yaitu keinginan mendapatkan keamanan hidup. Dalam taraf yang lebih maju, apabila rasa aman telah terpenuhi mereka mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi. Menurut teori situasi kerja Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman Handoko, 2003 : 156, situasi kerja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah: a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai cuff, pensiun dan tunjangan-tunjangan, umumnya mempunyai dampak kecil terhadap prestasi individu. Namun kebijaksanaan ini benar-benar mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bergabung dengan atau meninggalkan organisasi yang bersangkutan dan kemapuan organisasi untuk menarik karyawan baru. b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi dapat menjadi motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara efektif. Upah harus dikaitkan dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa upah tersebut diberikan, dan upah harus dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh orang-orang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka tidak akan merasa dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka. c. Kultur organisasi, meliputi norma, nilai, dan keyakinan bersama anggotanya meningkatkan atau menurunkan prestasi individu. Kultur yang membantu pengembangan rasa hormat kepada karyawan, yang melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan yang memberi mereka otonomi dalam merencanakan dan melaksanakan tugas mendorong prestasi yang lebih baik dari pada kultur yang dingin, acuh tak acuh, dan sangat ketat. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber dari lingkungan kerja perusahaan.

2.1.10. Pengertian Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Pada umumnya kinerja dan prestasi kerja adalah pengertian yang sama di manadipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan. Ivancevich et. al 2006 : 251 mendefenisikan bahwa “kinerja merupakan suatu hasil yang diinginkan dari perilaku yang mencakup usaha, motivasi diri untuk menyesuaikan, ketekunan dan pengabdian atau tidak menerima”. Dan menurut Soeprihanto 2002 : 7, “kinerja merupakan hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama”. Kinerja karyawan adalah suatu aspek dalam perusahaan yang menjadi salah tolok ukur keberhasilan perusahaan. Sehinga penilaian terhadap kinerja UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat terhadap perusahaan mengenai pekerjaan. Kinerja performance pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen-elemen seperti kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama” Malthis dan Jackson, 2009 : 378.

2.1.11. Kriteria Kinerja

Kriteria merupakan dimensi-dimensi evaluasi penilaian suatu hal. Sehingga yang dimaksud dengan kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi evaluasi penilaian pada kinerja. Malthis dan jackson 2009 : 378 menyatakan: Kriteria pekerjaan job criteria atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut. Kriteria pekerjaan adalah faktor paling penting yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka karena mendefinisikan apa yang dibayar organisasi untuk dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, kinerja dari individu pada kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadao standar, dan kemudian hasilanya dikomunikasikan kepada karyawan. Manajer menerima tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka sebagai dasar kriteria penilaian kerja yaitu: 1 Informasi berdasar-sifat mengidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan – seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas. 2 Informasi berdasar-prilaku berfokus pada prilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. 3 Informasi berdasar hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sulistiyani dan Teguh menyatakan ada enam hal yang dapat dinilai dalam kriteria kinerja yaitu : 1 Kualitas, menyangkut kesesuain hasil dengan yang diingini, 2 Kuantitas, jumlah yang dihasilkan baik dalam nilai uang, jumlah unit atau jumlah lingkaran aktivitas, 3 Ketepatan waktu, 4 Efektivitas biaya, menyangkut penggunaan resoris organisasi secara maksimal, 5 Kebutuhan supervisi, menyangkut perlunya bantuan atau intervensi supervisi dalam pelaksanaan pegawai, 6 Dampak interpersonal, menyangkut peningkatan harga diri, hubungan baik dan kerjasama diantara teman kerja maupun bawahan. Sedangkan, Kingler dalam Sulistiyani dan Teguh, 2009 : 280 menyatakan evaluasi performance yang pada dasarnya mencakup 2 dua kriteria: 1 Evaluasi yang didasarkan pada kriteria perorangan person based. Di mana menilai ciri-ciri kepribadian para pegawai, karakteristik, tingkah laku, yang sering mengarah pada penilaian subyektif. 2 Evaluasi yang didasarkan pada performance based. Di mana mengukur perilaku para pegawai dibandingkan dengan perilaku- perilaku yang sebelumnya. Ada banyak teori mengenai sistem evaluasi kinerja. Ivancevich et. al 2006 : 216 menjelaskan bahwa evaluasi kinerja memiliki beberapa peran utama, antara lain : 1. Menyediakan suatu dasar untuk alokasi penghargaan, termasuk kenaikan gaji, promosi, transfer, pemberhentian, dan sebagainya. 2. Mengidentifikasikan karyawan yang berpotensi tinggi, 3. Mengukur validasi dari efektivitas prosedur pemilihan karyawan 4. Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya dan 5. Menstimulasi perbaikan kinerja di masa mendatang 6. Mengembangkan cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat kinerja. 7. Mengidentifikasi kesempatan pengembangan dan pelatihan. 8. Membentuk kesepakatan supervisor-karyawan mengenai ekspetasi kinerja. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ivancevich et. al 2006 : 251 juga menjelaskan mendiagnosis masalah atau menilai kinerja adalah aspek penting dari manajemen motivasi yang efektif dan dalam model diagnostik kinerja menggambarkan suatu cara sistematis bagi manajer dan bawahan untuk secara bersama menunjukkan penyebab dari ketidakpuasan dan masalah kinerja. Dalam model ini para manajer dan bawahan yang berkinerja rendah seharusnya menggunakan proses logika selangkah demi selangkah. Mulai dari memeriksa persepsi saat ini dari kinerja dan kemudian melanjutkan model hingga masalah kinerja diidentifikasikan. Model berfokus pada tujuh masalah berikut: a. Masalah Persepsi. Suatu masalah persepsi menyatakan bahwa manajer bawahan memiliki pandangan yang berbeda mengenai tingkat kinerja bawahan saat ini. Jika ketidaksetujuan ini tidak dipecahkan, tidaklah berguna untuk melanjutkan proses diagnostik. Seluruh proses pemecahan masalah didasarkan pada pemikiran bahwa kedua pihak mengenali keberadaan suatu masalah dan tertarik untuk memecahkannya. b. Masalah Sumber Daya. Kemampuan memiliki tiga komponen, dan seharusnya dieksplorasi dengan cara yang ditunjukkan dalam model. Urutan ini mengurangi reaksi penolakan bawahan. Kinerja yang buruk mungkin berasal dari kurangnya dukungan sumber daya daya meliputi bahan baku dan dukungan personel, dan juga kerja sama dari kelompok kerja yang saling bergantungan c. Masalah Pelatihan. Individu mungkin diminta untuk melakukan tugas yang melampaui keterampilannya atau tingkat pengetahuannya saat ini. Masalah ini dapat diatasi melalui pelatihan atau pendidikan tambahan. d. Masalah Sikap. Ini merupakan masalah yang paling sulit dari ketiga masalah kemampuan untuk dipecahkan karena merupakan hal yang paling mendasar. Hal ini termasuk menyesuaikan ulang persyaratkan pekerjaan seseorang saat ini, menugaskan ulang seseorang di posisi yang lain, atau terakhir, melepaskan orang itu dari organisasi. e. Masalah Ekspetasi. Masalah ini dihasilkan dari komunikasi yang buruk berkenaan dengan tujuan pekerjaan atau persyaratan pekerjaan. Hal ini sering muncul ketika bawahan tidak cukup terlibat dalam proses penetapan tujuan atau standar. Ketika hal ini menghasilkan ekspetasi yang tidak realistis atau berlebihan, motivasi akan menurun. f. Masalah Intensif. Hal ini memberikan kesempatan untuk membahas kriteria bawahan dalam mempertimbangkan keadilan. Sering kali standar yang tidak realistis telah digunakan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA g. Masalah Salience Kemenonjolan. Salience merujuk pada tingkat kepentingan di mana seorang individu terikat pada penghargaan yang tersedia. Sering kali intensif yang ditawarkan untuk mendorongg kinerja yang tinggi tidak dianggap bernilai oleh individu tertentu. Masalah salience menunjukkan kebutuhan bagi manajer untuk kreatif dalam menghasilkan berbagai penghargaan dan fleksibel dalam memungkinkan bawahan untuk memilih di antara berbagai penghargaan yang ada. Gambar 2.2. Model Diagnostik Kinerja. Ivancevich et. al 2006 : 252 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sedangkan menurut Robbins 2008 : 155 hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

2.1.12. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Malthis dan Jackson 2009 : 113 menyebutkan, “Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana individu bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah: kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut Ability-A, tingkat usaha yang dicurahkan Effort-E, dukungan organisasi Support-S”. Menurut Schuler 1999 : 232 kualitas kerja atau kinerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia yakni antara lain: a. Pengetahuan knowledge, yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelijensi dan daya fikir serta pengeuasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. b. Ketrampilan skill, kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan. c. Abilities yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan, kerjasama dan tanggung jawab. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sedangkan menurut Tika 2006 : 121, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif. 1. Efektivitas dan Efisiensi. Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat- akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien. 2. Otoritas wewenang. Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam organisasi formal yang dimiliki diterima oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya sumbangan tenaganya. Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut. 3. Disiplin Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja. 4. Inisiatif. Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.

4.2. Penelitian Terdahulu

Sari 2003 melakukan penelitian dalam tesis dengan judul “Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan PT H.M Sampoerna Tbk Surabaya”. Penelitian ini menganalisis pengaruh stress kerja terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja. Penelitian ini dilakukan pada seluruh karyawan divisi transportasi PT H.M Sampoerna Tbk Surabaya yang berjumlah 36 orang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif, analisis kualitatif dan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitiannya adalah terbukti bahwa variabel stres kerja yang terdiri dari konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan berpengaruh pada kinerja karyawan melalui motivasi kerja. Di mana, stres kerja yang terjadi terlalu rendah dapat menyebabkan tidak termotivasinya karyawan untuk bekerja dan stres kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan karyawan frustasi dan penurunan dalam prestasi kerja. Susanto 2011 melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan PT Asuransi Jiwasraya Persero Medan”. Penelitian ini menganalisis pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan pada semua karyawan bagian umum di PT Asuransi Jiwasraya Persero Medan yang berjumlah 50 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja dan stres kerja berpengaruh secara signifikan juga terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja.

4.3. Kerangka Konseptual