penal harus pula dipadukan dengan kebijakkan atau usaha-usaha lain yang bersifat non penal. Ini berarti pula, apabila dalam pelaksanaan politik kriminal tidak
dilakukan upaya integralitas terhadap kedua kebijakan penal dan non penal tersebut, maka akan terjadi pemikulan beban yang berlebihan, terutama yang
dirasakan oleh Hukum Pidana, Kenapa? Di dalam masyarakat sering terjadi, bahwa urusan penanggulangan kejahatan adalah urusan hukum pidana, sehingga
dalam sehari-hari akan tampak bahwa hukum itu berfungsi sebagai “Panglima” dalam poltik kriminal. Padahal usaha-usaha preventif pencegahan akan sangat
dirasakan lebih efektif dari pada usaha penindakan secara represif. Sebab usaha- usaha preventif non penal yang dapat meliputi bidang yang sangat luas sekali di
seluruh sektor kebijakan sosial atau pembangunan nasional, mempunyai tujuan utama yakni memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu secara tidak langsung
mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Dengan demikian ditinjau dari sudut politik kriminal, maka keseluruhan kegiatan preventif usaha-usaha non
penal tersebut sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Karena menempati posisi kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan
dalam menggarap posisi strategis ini berarti akan berakibat fatal bagi usaha penanggulangan asusila dalam bentuk pelacuran di Kecamatan Medan Baru dan
sekitarnya.
B. Peran Serta Pihak Lain Dalam Penanggulangan Pelacuran Anak Di Bawah Umur
Mengenai masalah pelacuran di wilayah Kecamatan Medan Baru, selain dilakukan oleh pihak Kepolisian yang dikoordinir oleh Polwiltabes Medan, juga
Universitas Sumatera Utara
berperan serta pihak Camat dan Lurah yang berada di wilayah hukum Kecamatan Medan Baru yang berkompeten, Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Sosial
Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, Pengadilan Negeri Medan serta pihak lain yang berkompeten dalam masalah pelacuran di Kota
Medan. Polsekta Medan Baru dalam melakukan operasi terhadap anak di bawah
umur yang terjerumus ke dalam perbuatan amoral seperti pelacuran ini, melakukan kerja sama dengan pihak lain. Salah satu pihak yang bekerja sama
dengan Polsek Medan Baru adalah menjalin kerja sama dengan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Kota Medan.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA Medan, Ahmad Sofyan, berharap aparat kepolisian memiliki Tim 99 Anti Pelacuran Anak.
Pasalnya, faktor utama prostitusi anak akibat adanya sindikat perdagangan anak. Sebenarnya, ini merupakan peran pihak penegak hukum untuk membongkar dan
memutus sindikat perdagangan anak di Kota Medan. Bila sejumlah tempat hiburan malam kerap dirazia narkoba, seharusnya hal itu juga berlaku untuk anak-
anak. Apalagi, tempat hiburan malam seperti diskotek, klub malam, dan sejenisnya dilarang untuk anak-anak. Kategori anak yang dimaksud menurut
undang-undang itu adalah yang belum berusia 18 tahun. Jadi, bila ditemukan anak-anak di tempat-tempat hiburan, pengelolanya harus diamankan, bukan anak-
anaknya. Dengan demikian, pemilik hiburan malam jadi lebih selektif dalam mempekerjakan orang dan menerima pengunjung. Di Medan, kawasan sub urban
menjadi asal korban utama prostitusi anak, di antaranya berasal dari kawasan
Universitas Sumatera Utara
Percut Sei Tuan, Tembung, Binjai, dan Belawan. Hal ini disebabkan, pada kawasan sub urban tersebut sebagai konsentrasi bermukimnya masyarakat
menengah ke bawah. Kalangan menengah ke bawah bukan berarti miskin. Mereka tetap bisa
membiayai anaknya, bahkan membelikan handphone untuk anaknya, tetapi ada hal-hal tertentu yang tidak bisa mereka miliki. Kebanyakan, anak-anak di daerah
ini kurang diperhatikan orang tua, hal ini bercampur aduk dengan nilai materialisme sehingga anak-anak mengalami frustasi.
Tentu saja kondisi seperti itu mengakibatkan anak-anak tersebut ingin menikmati apa yang tidak bisa dimilikinya. Guna memenuhinya, anak-anak
tersebut tak sungkan menebusnya dengan melacurkan tubuhnya sendiri. Apalagi dengan adanya dorongan teman sebaya yang sudah lebih dulu menerjuni dunia
malam tersebut. Pihak PKPA, mengestimasikan, pada tahun 2008, terdapat sekitar 2.000
orang anak di Kota Medan terjun ke dunia prostitusi. Estimasi ini berdasarkan kasus yang ditangani PKPA, kasus yang dikumpulkan PKPA tersebut bersumber
dari media massa, dan melihat perkembangan dunia hiburan sekarang ini.
81
Pelacuran anak atau yang lebih dikenal dengan istilah ESKA Ekploitasi Seksual Komersil Anak di Sumatera Utara masih menjadi persoalan pelik yang
perlu segera dicari jalan keluarnya. Berdasarkan temuan PKPA Pusat Kajian dan Perlindungan Anak ESKA tidak hanya terjadi di Kota Medan. Hasil penelitian
PKPA di beberapa kabupatenkota di Sumatera Utara menunjukkan pelacuran
81
Harian Medan Bisnis, Kamis, Tanggal 12 Juni 2008.
Universitas Sumatera Utara
anak melibatkan anak-anak berumur belasan tahun. Staf Penelitian dan Investigasi Litigasi PKPA, Suryani Guntari menyebutkan, seperti yang terjadi di Serdang
Bedagai Sergai misalnya, jumlah anak-anak yang menjadi korban mencapai ratusan, tersebar merata di berbagai wilayah. Berdasarkan observasi yang
dilakukan PKPA di desa-desa bahkan sampai ke rumah anak tersebut tercatat dua anak di tiap-tiap desakampung. Di Kota Tanjung Balai, sebut Suryani
Guntari, berdasarkan data dari Yayasan Karang menunjukkan, dari 150 Pekerja Seks Komersial PSK yang ada, sedikitnya terdapat 20-60 PSK yang masih di
bawah umur. Namun, karena perpindahan mereka tidak bisa dilacak, menjadi penyebab sulitnya pendataan.
82
ESKA terjadi dengan sindikat yang terorganisir secara teramat rapi. Di daerah warkop Harapan, warkop Gajah Mada, di Jalan Jamin Ginting, Jalan
Iskandar Muda, dan beberapa kos-kosan yang berada di sekitar Sei Asahan, Sei Batu Gingging, Sei Bahorok, kesemuanya itu dilakukan secara terselubung untuk
mengelabui Polisi yang melakukan razia. Karena jika mereka beroperasi di jalan- Dinas Sosial dan Keluarga Berencana Dinsos KB Kota Tanjung Balai,
lanjut Suryani Guntari, tercatat sedikitnya 150 PSK yang masih aktif di Kota Tanjung Balai. Usia mereka umumnya 14-25 tahun. Tidak ada lokalisasi atau
panti rehabilitasi di kota ini sehingga mobilitas PSK tidak terpantau dan tidak terawasi. Lebih jauh lagi, dampaknya adalah penyebaran PMSVirus HIVAIDS
terus melaju tanpa bisa ada hambatan yang signifikan.
82
Pelacuran anak atau yang dikenal sebagai ESKA Ekploitasi Seksual Komersil Anak di Sumatera Utara Sumut masih menjadi persoalan pelik yang perlu segera dicari jalan
keluarnya, Sugiarto., “Pelacuran Anak Dari Truk Sampai Kuburan China”, Waspada, Tanggal 20 Mei 2008.
Universitas Sumatera Utara
jalan besar, maka dengan mudahnya mereka dirazia oleh Polisi dan beberapa germo terkadang teman sendiri yang beroperasi di warkop-warkop bahkan
kadang-kadang pedagang warkop itu juga bisa di lakukan pemesanan wanita- wanita yang muda biasanya masih sekolah.
Berdasarkan penelitian, perilaku ESKA di daerah-daerah ini pun sangat variatif. Dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pertama, kelas truk dan
kuburan, yakni ESKA yang dilakukan di dalam truk dan tempat-tempat gelap. Para korban bahkan hanya dibayar dengan Rp.30-Rp.50 ribu. Lokasi transaksi
biasa dilakukan di Jalan Sisimangaraja atau di warkop itu sendiri sambil memesan minuman atau makanan. Kedua, kelas penginapan. Di jalan Jamin Ginting sendiri
terdapat beberapa penginapan yang sudah dikenal bagi kalangan tertentu sebagai lokasi dengan membawa wanita malam tersebut ke sana karena dalam penginapan
itu tidak disediakan wanita kecuali di bawak sendiri dari luar. Selain ke penginapan lokal, banyak pula ABG yang dibawa ke kos-kosan, seperti koo-kosan
Mahasiswa, Bahkan yang sering dilakukan adalah di hotel-hotel kelas menengah ke atas, karena laki-laki berduit biasanya memperlakukan wanita malam itu lebih
memilih hotel sebagai tempatnya. Ketiga, kelas lokalisasi. Ini jarang ditemukan di Kota Medan khususnya di Polsekta Medan Baru karena pada umumnya lokalisasi
yang dipilih pelaku biasanya Bandar Baru arah ke Berastagi. Di daerah Berastagi terdapat lokasi prostitusi yang melibatkan anak-anak di bawah umur yang berasal
dari berbagai daerah misalnya dari Bandung, Palembang dan lain-lain. Tarifnya berkisar Rp.200-Rp.400 ribu. Keempat, kelas cafe. Kelas seperti ini merupakan
kelas PSK yang lebih mandiri yang tidak diorganisir oleh sindikat ESKA, tetapi
Universitas Sumatera Utara
modelnya lebih bersifat panggilan dengan kontak person terbatas. Model ini banyak ditemukan di kawasan warkop-warkop dan hotel-hotel. Biasanya para
wisatawan lokal dapat memesan ABG-ABG melalui orang-orang lokal yang berprofesi sebagai juru kunci penginapan.
Direktur eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA, Ahmad Sofyan, sangat menyayangkan tidak adanya program yang spesifik untuk anak di
Dinas Sosial di Kabupaten dan Kota Medan. Program yang mereka tangani khusus terkait ESKA belum ada. Program yang dilakukan terkait PSK masih
sangat terbatas, yakni pada kesehatan produksi dan pelatihan. Di kota Medan, tidak ada penanggulangan khusus yang dilakukan
pemerintah. Kendati demikian, Marzuki, Kabag TU dan Data di kantor, Dinas Sosial Sergai, mengaku Dinas Sosial mengakui masih melakukan penanggulangan
masalah sosial yang lebih umum dalam menangani masalah pelacuran dan cafe- cafe liar yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma budaya.
Sejak tahun 2006 hingga saat ini sudah dua kali dilakukan razia besar-besaran. Namun, hingga saat ini pihaknya belum menemukan adanya keterlibatan anak di
bawah umur. Setelah PKPA menjelaskan adanya beberapa temuan, pihak Dinas Sosial
sangat terkejut dan mengaku itu merupakan temuan yang sangat berharga bagi pihaknya. Pihak Dinas Sosial berharap agar PKPA dapat bekerjasama dengan
Dinas Sosial Sergai dalam rangka mengatasi masalah anak-anak korban eksploitasi seksual.
Universitas Sumatera Utara
Di Langkat, lanjut Sofyan, Kasub Bagian Pembinaan Program dan Rehabilitasi, Dinsos Kota Medan mengatakan pihaknya selama ini telah
melaksanakan program pembinaan terhadap PSK. Namun sejauh ini pihaknya belum pernah menemukan adanya PSK yang di bawah umur saat melakukan
penertiban di lapangan. Adham juga mengaku terkejut, karena berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, anak-anak yang terlibat PSK tidak ada dan menurutnya
pelacur di bawah umur tersebut di dominasi dari berbagai daerah terpencil yang masuk ke Kota Medan untuk mencari mangsa yang kaya-kaya atau berduit. Pada
umumnya, saat razia dilakukan mereka tidak mempunyai KTP.
83
C. Faktor-Faktor Penghambat Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum di Kota Medan