Anak Di Bawah Umur

pelakunya, apalagi sebutan tersebut secara langsung menjadi trade mark. Oleh karena itu, istilah kejahatan delingunecy diartikan menjadi kenakalan. 54

B. Anak Di Bawah Umur

Angka tertinggi tindak kejahatan anak ada pada usia 15-19 tahun dan sesudah umur 22 tahun kasus kejahatan anak mengalami penurunan. 55 Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat sering terjadi anak di bawah usia 16 tahun melakukan kejahatan dan pelanggaran, sehingga harus mempertanggungjawabkan secara hukum positif melalui proses sidang pengadilan. Dalam menghadapi perbuatan anak yang melacur di bawah usia 16 tahun, hakim harus menyelidiki dengan sangat teliti apakah anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan secara hukum akibat dari perbuatannya atau belum. Jika hakim berkeyakinan bahwa anak anak yang bersangkutan tersebut sudah mampu membeda-bedakan maka hakim dapat menjatuhkan pidana dengan dikurangi sepertiga dari hukuman pidana biasa. Kemungkinan lainnya adalah hakim dapat memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada negara untuk dididik tanpa pidana apapun. 56 Pelacuran dalam KUHP tidak mengenal kejahatan secara penuh, akan tetapi dalam hal pelacuran anak, dasar hukum yang menjadi dasar dipidananya si pembuat atau pelaku tidak dapat didasarkan kepada KUHP. Akan tetapi karena mengingat korbannya adalah anak, maka dasar yang harus dijadikan landasan memidana si pelaku adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindunga Anak, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan 54 Sudarsono., Op. cit, hal. 11. 55 Kartini Kartono II., Loc. Cit, hal. 7. 56 Ibid, hal. 17. Universitas Sumatera Utara Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Hukum Internasional tentang Hak Anak. Oleh karenanya, maka germo dapat dipidana karena cabul terhadap anak di bawah umur. Sehubungan dengan itu, di samping undang-undang yang disebutkan di atas ada beberapa undang-undang lain yang memberikan batasan usia di bawah umur bagi anak, undang-undang tersbut telah memberikan batasan usia anak di bawah umur yang mesti harus mendapatkan perlindungan adalah sebagai berikut: a. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Tentang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan, bahwa Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 delapan tahun, tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah menikah. b. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 Pokok Perburuhan Pasal 1 Ayat 1 merumuskan, bahwa Anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 empat belas tahun ke bawah. c. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Pidana KUHP Menurut Pasal 45 KUHP bahwa, anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 enam belas tahun. d. Menurut Hukum PerdataKitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata. Pasal 330 KUH Perdata menyebutkan bahwa, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 dua puluh satu tahun. Universitas Sumatera Utara e. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tetang Perkawinan Pasal 7 Ayat 1 menyebutkan bahwa, “Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 enam belas tahun”. Dan Pasal 6 Ayat 2, menyebutkan bahwa, “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun harus mendapat izin kedua orang tua”. f. Menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan, bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Terdapat beberapa perbedaan pengaturan antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tenang Pengadilan Anak dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU Pengadilan Anak berisi tentang, tata cara penanganan anak sebagai pelanggar hukum dan ancaman hukuman setengah dari orang dewasa, peranan Departemen Sosial sangat diperluka n dalam hal ini, serta peranan LSM terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Sedangkan dalam UU Perlindungan Anak, berisi statemen hak-hak anak, berisi kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, peran orang tua dan masyarakat terhadap anak, dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI terdapat pada Pasal 74-76, ketentuan-ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap anak ditentukan dalam Pasal 77-90, Adopsi, Hak Universitas Sumatera Utara mendapatkan pendidikan, Hak atas kesehatan, Hak anak cacat, dan Perlindungan khusus, serta Akte Kelahiran. Pelacuran atau prostitusi anak juga terjadi pada usia di kalangan pelajar memang sudah menjadi cerita lama. Mungkin, kita sering mendengar bagaimana pelajar SMA menjual dirinya hanya untuk mendapatkan uang dan kesenangan. Tapi ironisnya, di Jakarta yang serba gemerlap ini, praktek prostitusi sudah melanda pelajar yang masih duduk di bangku SMP. Di usia yang masih relatif sangat belia ini, mereka sudah berani menjual dirinya. Alasannya simpel, mereka ingin punya uang lebih untuk menutupi gaya hidup mereka. Sebenarnya, orang tua mereka masih mampu untuk membiayai sekolah dan kebutuhan hidup para belia ini. 57 Perhatian terhadap anak harus dapat sejalan dengan peradaban itu sendiri, yang makin hari makin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan Melihat begitu pentingnya arti seorang anak, maka Negara Indonesia sebagai negara hukum yang sedang berkembang, sebaiknya lebih menganggap penting arti seorang anak, karena cikal bakal sumber daya manusia Indonesia yang akan datang bermulai dari anak. Apabila anak-anak Indonesia mempunyai kualitas dan kuantitas yang bagus serta sejahtera, itu berarti Bangsa Indonesia telah memiliki investasi manusia yang bermutu untuk masa yang akan datang, dan Negara Indonesia akan menjadi negara yang maju. Namun apabila anak-anak Indonesia tidak sejahtera dan bermutu, maka di masa yang akan datang bangsa Indonesia akan lebih miskin dan menjadi negara yang sangat terpuruk. 57 http:himti.orgcommunityviewtopic.php?p=6473sid=ec207cf558615148739, Prostitusi Anak Di Bawah Umur”, diakses terakhir tanggal 18 Januari 2010. Universitas Sumatera Utara bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal. Konsiderans Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dikatakan bahwa, anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Dalam kedudukan demikian, anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia, perhatian terhadap anak sudah dirumuskan sejak tahun 1925, ditandai dengan lahirnya Staatsblad 1925 Nomor 647 jo. Ordonansi 1949 Nomor 9 yang mengatur pembatasan kerja anak dan wanita. Kemudian tahun 1926 lahir pula Staatblad 1926 Nomor 87 yang mengatur pembatasan anak dan orang muda bekerja di atas kapal. Selanjutnya pada tanggal 8 Maret 1942 lahirlah Undang-undang Hukum Pidana KUHP, yang disahkan mulai berlaku pada tanggal 26 Februari 1946. ada beberapa Pasal seperti Pasal 45, 46, dan 47 KUHP memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya Pasal 285, 287, 290, 292, 293, 294, 297 KUHP memberikan perlindungan terhadap anak. Dilanjutkan pada tahun 1948 lahir Undang-Undang Pokok Perburuhan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1948 yang melarang seorang anak untuk melakukan pekerjaan. Pada tanggal 23 Juli 1979 lahir pula Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dengan Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak 29 Februari 1988. Secara Internasional Universitas Sumatera Utara pada Tanggal 20 November 1989, lahirlah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB Tentang Hak-hak Anak. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Presiden Keppres Nomor 36 Tahun 1990. konvensi itu memuat kewajiban negara-negara yang meratifikasinya untuk menjamin terlaksananya hak-hak Anak. Sejak Indonesia meratifikasi konvensi hak-hak anak Internasional pada Tanggal 25 Agustus 1990 dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun1990, maka Indonesia berkewajiban untuk mengimplementasikan hak-hak anak ke dalam hukum nasional Indonesia. Hal tersebut telah mewajibkan pemerintah Indonesia untuk menentukan tindakan yuridis. Tindakan yuridis disini mewajibkan pemerintah untuk segera membentuk undang-undang nasional yang sesuai dengan kaidah konvensi hak anak Internasional disertai dengan penegakan hak-hak anak tersebut sesuai dengan ketentuan undang-undang. Setelah pelaksanaan ratifikasi konvensi hak-hak anak Internasional, Perundang-undangan yang dimaksudkan untuk itu dapat kita lihat sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. e. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Universitas Sumatera Utara g. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa. h. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Sekolah. i. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. j. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1994 15 April 1994 Tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. k. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M. 03-UM. 01. 06 Tahun 1991 mengubah Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M. 06-UM. 01. 06 Tahun 1983 Tentang Tata Tertib dan Tata Ruang Sidang Peradilan Anak. Banyak peraturan terkait mengenai anak, itu berarti pertimbangan yang harus dinilai adalah karena betapa pentingnya anak sebagai generasi penerus cita- cita bangsa, dan untuk itu harus mendapatkan perlindungan melalui berbagai undang-undang.

C. Anak-Anak Rentan Menjadi Korban Pelacuran