Jumlah persentase yang didapat Windi, berkisar antara 4-6 ratus ribu, dan sisanya diserahkan kepada korban, dipotong ongkos ojek, serta persentase
pengorder, seperti tersangka Herry. Sementara Herry, tersangka lainnya mengaku hanya pengorder, pencari laki-laki hidung belang, dan setiap pengorderan dirinya
diberikan Rp 50 ribu. Kapolsek Tanjung pinang Kota AKP Darmawan menambahkan, selain ketiga korban, sebelumnya juga ada korban lainnya yang
akan dijadikan sebagai saksi dalam kasus ini. Kedua tersangka akan dijerat dengan Pasal 82 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, serta
Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Saat ini, kasus pelacuran di bawah umur yang melibatkan
siswa SMP 13-15 tahun ini masih terus dikembangkan, dan kedua tersangka diancam dengan hukuman 15 tahun penjara.
D. Penyebab Terjadinya Pelacuran Anak Di Bawah Umur
Beberapa faktor yang menimbulkan anak-anak di bawah umur, melakukan pelacuran di antaranya adalah karena faktor ekonomi, pengaruh gaya hidup,
rendahnya kualitas pendidikan anak-anak yang menjadi korban pelacuran, dan karena trafficking.
64
Praktik trafficking atau perdagangan anak khususnya perempuan di bawah umur untuk dijadikan sebagai objek pelacuran di tingkat lokal, jauh lebih besar
bila dibandingkan praktik yang sama yang bersifat lintas daerah, pernyataan ini dipublikasikan oleh M. Irfan Ilmie melalui situs di internet. Terungkapnya kasus
64
Tjahjo Purnomo., dan Ashadi Siregar., Op. cit, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
pelacuran siswi SMP di kota Medan oleh salah satu pejabat pemkot setempat dengan iming-iming imbalan uang jutaan rupiah untuk layanan seksual selama
enam jam, pada pertengahan Januari 2010, merupakan satu contoh kecil adanya fenomena tersebut.
65
Faktor keluarga, faktor ekonomi, pengaruh gaya hidup, serta rendahnya kualitas pendidikan anak-anak yang menjadi komoditas perdagangan seksual
orang dewasa itu menjadi penyebab tingginya potensi kasus trafficking di daerah- daerah. Mereka awalnya mungkin ada yang hanya iseng karena kebutuhan
ekonomi keluarga atau gaya hidup, tetapi lama-kelamaan mereka akan Di permukaan memang terkesan seperti praktik prostitusi biasa, tetapi
mengingat transaksi seksual itu selalu melibatkan pihak ketiga selaku perantara, maka kasus-kasus tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk perdagangan orang.
Jika pelacuran dilakukan atas inisatif atau kemauan sendiri tanpa melibatkan orang lain pihak ketiga maka itu didefinisikan sebagai prostitusi biasa. Tetapi,
jika praktik itu sudah melibatkan perantara dan diumbar janji akan diberikan imbalan sejumlah uang, maka itu masuk kategori perdagangan orang trafficking.
Potensi kasus perdagangan orang dengan objek penderita anak perempuan di bawah umur sudah marak terjadi. Fakta itu setidaknya diakui oleh hampir
semua aktivis penggiat masalah perlindungan anak dan pencegahan tindak pidana trafficking yang ada di daerah-daerah tertentu. Rata-rata anak yang menjadi
korban trafficking berusia 14-17 tahun. Mereka umumnya berasal dari berbagai daerah tertentu.
65
http:lifestyle.id.finroll.comrumah-a-keluarga25-berita-terkini181080-lipsus- fenomena-gunung-es-perdagangan-dan-pelacuran-anak.html?tmpl=componentprint=1page=,
diakses terakhir tanggal 24 Februari 2010.
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan orang lain yang menjadi pihak ketiga untuk diperdagangkan. Dinamisasi praktik prostitusi terselubung dengan objek anak di bawah umur
inilah, pada kelanjutannya sangat rentan menjadi komoditas trafficking dengan tujuan kota-kota besar di Indonesia. Masalahnya, meski kasus perdagangan orang
disinyalir marak terjadi, jumlah maupun intensitas trafficking dengan objek anak di bawah umur sampai saat ini masih sulit diidentifikasi secara pasti. Pola
transaksi yang bersifat terselubung serta jaringan pelaku perdagangan orang yang tidak pernah dilakukan secara terang-terangan, menjadi kendala utamanya.
Berdasarkan pengamaan di lapangan, bahwa terhadap pelacuran anak di bawah umur tersebut, dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagai berikut:
a. Faktor keluarga
Keluarga menjadi faktor menyebabkan anak di bawah umur bisa melacurkan diri. Keluarga yang dimaksud tersebut adalah keluarga yang broken
home keluarga yang berantakan. Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan
pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak
dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan yang paling penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan
berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan kelaurga yang jelek akan berpenagruh negatif. Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan
untuk seterusnya, sebagian besar waktunya adalah di dalam keluarga maka
Universitas Sumatera Utara
sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya perbuatan anak yang melacurkan diri itu, sebagian berasal dari faktor atau keadaan di dalam kelaurga anak keluarga.
Adapun keadaan keluarga yang dapat menjadikan anak melacurkan diri dalam dunia seks dapat berupa keluarga yang tidak normal atau keadaan keluarga
yang berantakan broken home. 1.
Broken home dan quasi broken home Menurut pendapat umum pada broken home ada kemungkinan besar bagi
terjadinya pelacuran anak di bawah umur, di mana terutama perceraian atau perpisahan orang tua mempengaruhi perkembangan si anak. Dalam broken home
pada prinsipnya struktur keluarga tersebut sudah tidak lengkap lagi yang disebabkan adanya hal-hal:
1 Salah satu kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia;
2 Perceraian orang tua ; dan
3 Salah satu kedua orang tua atau keduanya “tidak hadir” secara kontiniu
dalam tenggang waktu yang cukup lama. Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi broken home,
akan tetapi dalam masyarakat modern sering pula terjadi suatu gejala adanya broken homosemu, quasi broken home ialah kedua orang tuanya masih utuh,
tetapi karena masing-masing anggota keluarga ayah dan ibu mempunyai kesibukan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat memberikan
Universitas Sumatera Utara
perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya. Dalam kaitan ini, Bimo Walgito menjabarkan lebih jelas lagi bahwa:
66
1 Anak yatim piatu;
”Tidak jarang orang tua tidak dapat bertemu dengan anak-anaknya. Coba bayangkan orang tua kembali dari kerja, anak-anaknya sudah bermain di
luar, anak pulang orang tua sudah pergi lagi, orang tua datang anak-anak sudah tidur, dan seterusnya. Keadaan yang semacam ini jelas tidak
menguntungkan perkembangan anak. Dalam situasi keluarga yang demikian anak muda mengalami frustasi, mengalami konflik-konflik
psikologis, sehingga keadaan ini juga dapat mudah mendorong anak menjadi delinkuen atau kenakalan anak.”
Baik broken home maupun quasi broken home dapat menimbulkan ketidakharmonisan dalam keluarga atau disintegrasi sehingga keadaan tersebut
memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan anak. Sedangkan dalam kenyataannya menunjukkan bahwa anak-anak di bawah
umur yang melakukan kejahatan disebabkan karena di dalam keluarga terjadi disintegrasi. Mereka terdiri dari:
2 Anak yang tidak jelas asal usul keturunannya anak lahir bukan karena
perkawinan yang sah; 3
Karena perceraian kedua orang tuanya, anak yang ditinggalkan ayahnya tanpa perceraian yang sah; dan
4 Anak yang sering ditinggalkan kedua orang tuanya karena mencari nafkah
berdagang, mengemudi becak, ayah tugas di luar daerah. Pada dasarnya pelacuran anak yang disebabkan karena broken home dapat
diatasiditanggulangi dengan cara-cara tertentu. Dalam boken home cara
66
Bimo Walgito., Kenakalan Anak Juvenile Delinguency, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psykologi UGM, 1982, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
mengatasi agar anak supaya tidak terjerumus kepada dunia pelacuran anak adalah orang tua yang bertanggung jawab memelihara anak-anaknya hendaklah mampu
memberikan kasih sayang yang sepenuhnya sehingga anak tersebut merasa seolah-olah tidak pernah kehilangan ayah dan ibunya. Di samping itu keperluan
anak secara jasmaniah makan, minum, pakaian, dan sarana-sarana lainnya harus dipenuhi pula sebagaimana layaknya sehingga anak tersebut terhindar dari
perbuatan pelacuran karena pergaulan bebas. 2.
Keadaan jumlah anak yang kurang menguntungkan Aspek lain di dalam keluarga yang dapat menimbulkan anak di bawah
umur menjadi delinkuen sehingga melacurkan diri adalah jumlah anggota keluarga anak serta kedudukannya yang dapat mempengaruhi perkembangan
jiwa anak. Keadaan tersebut berupa:
67
1 Keluarga kecil. Titik beratnya adalah kedudukan anak dalam keluarga
misalnya anak sulung, anak bungsu dan anak tunggal. Kebanyakan anak tunggal sangat dimanjakan oleh orang tuanya dengan pengawasan yang
luar biasa, pemenuhan kebutuhan yang berlebih-lebihan dan segala permintaannya dikabulkan. Perlakuan orang tua terhadap anak akan
menyulitkan anak itu sendiri di dalam bergaul dengan masyarakat dan sering timbul konflik di dalam jiwanya, apabila suatu ketika keinginannya
tidak dikabulkan oleh anggota masyarakat yang lain, akhirnya mereka frustasi dan mudah berbuat nakal dan jahat misalnya melakukan
penganiayaan, berkelahi, dan melakukan pengrusakan sehingga pada akhirnya memilih hidup bebas di dunia luar dengan teman-teman sebaya.
2 Keluarga besar. Di dalam rumah tangga dengan jumlah anggota warga
yang begitu besar karena jumlah anak yang banyak, biasanya mereka kurang pengawasan dari kedua orang tua. Sering terjadi di dalam
masyarakat kehidupan keluarga besar kadang-kadang disertai dengan tekanan ekonomi yang agak berat, akibatnya banyak sekali keinginan
anak-anak yang tidak terpenuhi. Akhirnya mereka mencari jalan pintas yakni mencuri, menipu, melacurkan diri, dan memeras. Ada kemungkinan
lain, dalam keluarga besar dengan jumlah anak yang banyak biasanya pemberian kasih sayang dan pemberian perhatian dari kedua orang tua
67
Sudarsono., Op. cit, hal. 127.
Universitas Sumatera Utara
sama sekali tidak sama. Akibatnya, di dalam intern keluarga timbul persaingan dan rasa iri hati satu sama lain yang pada dasarnya akan
mempengaruhi perkembangan jiwa anak.
Pada prinsipnya sifat negatif dari kedua orang tua terhadap anak dalam kedua bentuk keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar ternyata
menyesatkan anak-anak di bawah umur dan sangat merugikan masyarakatnya. Sebenarnya keadaan tersebut dapat dicari cara mendidiknya. Misalnya dalam
keluarga kecil anak tunggal orang tua tidak berlebih-lebihan di dalam memberikan kasih sayang kepada anaknya dan supaya ditanamkan rasa hormat-
menghormati sesama kawan. Sedangkan dalam keluarga besar yang mengalami tekanan ekonomi seharusnya anaknya dididik hidup sederhana, diberi pengertian
tata cara mencari nafkah yang benar menurut norma sosial, norma agama, norma susila dan norma hukum.
Orang tua, wali atau pengasuh harus memahami semua kebutuhan anak- anaknya baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis. Anak-anak
di dalam hidupnya perlu makan, minum, pakaian. Di samping itu mereka membutuhkan cinta kasih sayang serta rasa aman dalam keluarga, juga
perlakuan adil dari kedua orang tua sangat mereka harapkan. Keluarga memiliki peranan untuk menanamkan disiplin bagi anak-anak sejak masih kecil agar setelah
dewasa hal tersebut dapat menjadi kebiasaan.
b. Pendidikan
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpribadian, berdisiplin, bekerja
Universitas Sumatera Utara
keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan
memperdalam rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan
mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan
mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama tanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sedangkan menurut Undang-Undang RI No.2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4, menegaskan, pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua
setelah lingkungan keluarga bagi anak. Di kota-kota besar di Indonesia masa anak-anak masih merupakan masa di sekolah terutama pada masa-masa
permulaan. Dalam masa tersebut pada umumnya anak duduk di bangku sekolah menengah pertama atau yang lebih setingkat. Adapun di desa-desa terutama
dipelosok-pelosok masih dijumpai banyak anak remaja yang sudah tidak sekolah lagi, meskipun mereka pada umumnya dapat menikmati pendidikan sekolah
dasar. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi
Universitas Sumatera Utara
antara anak dengan sesamanya, juga interaksi antara anak dengan pendidik. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan
yang negatif bagi perkembangan mental sehingga anak menjadi delinkuen bahkan pengaruh tersebut merusak perkembangan jiwanya sehingga merasa tidak tabu
baginya jika perbuatan seperti pelacuran telah menjadi bagian dalam hidupya. 1
Pengaruh negatif yang timbul di sekolah Anak-anak yang memasuki sekolah tidak semua berwatak baik, misalnya
pengisap ganja, crossb boys dan cross girls yang memberikan kesan kebebasan tanpa kontrol dari semua pihak terutama dalam lingkungan sekolah. Dalam sisi
lain, anak-anak yang masuk sekolah ada yang berasal dari keluarga yang kurang memperhatikan kepentingan anak dalam belajar yang kerap sekali berpengaruh
pada teman yang lain. Sesuai dengan keadaan yang seperti ini sekolah-sekolah sebagai tempat pendidikan anak-anak dapat menjadi sumber terjadinya konflik-
konflik psikologis yang pada prinsipnya memudahkan anak menjadi delinkuen. Pengaruh negatif yang menangani langsung proses pendidikan antara lain
kesulitan ekonomi yang dialami pendidik dapat mengurangi perhatiannya terhadap anak didik. Pendidik sering tidak masuk, akibatnya anak-anak didik
terlantar, bahkan sering terjadi pendidik marah kepada muridnya. Biasanya guru marah apabila terjadi sesuatu yang menghalangi keinginannya tertentu. Dia akan
marah, apabila kehormatannya direndahkan, baik secara langsung maupun tidak
Universitas Sumatera Utara
langsung atau sumber rezekinya dan sebangsanya dalam keadaan bahaya, sebagian atau seluruhnya atau lain dari itu.
68
2 Upaya global dalam prevensi
Dewasa ini sering terjadi perlakuan guru yang tidak adil, hukumansanksi- sanksi yang kurang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tiada putus-
putusnya disertai disiplin, yang terlalu ketat, disharmonisasi antara peserta didik dan pendidik, kurangnya kesibukan belajar di rumah. Proses pendidikan yang
kurang menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap peserta didik di sekolah sehingga
dapat menimbulkan kenakalan remaja juvenile delinquency. Berdasarkan penelitian ini, kenakalan remaja merupakan salah satu faktor anak terjerumus
kepada pergaulan bebas sehingga ujung-ujungnya melanggar norma-norma misalnya asusila dalam bentuk bebas melakukan seks dengan siapa pun dengan
alasan karena ekonomi dan karena ingin bersenang-senang dengan lawan jenisnya atau pacarnya.
Mewujudkan lingkungan sekolah yang sehat dimulai dari menetapkan peraturan tentang pakaian seragam dengan maksud agar kehidupan peserta didik
tampak serasi, tidak terjadi penonjolan kemewahan di antara mereka, dididik untuk hidup sederhana agar tidak suka berfoya-foya di lingkungan sekolah
khususnya. Dalam waktu-waktu tertentu diadakan operasi tertib di lingkungan sekolah secara kontiniu. Diusahakan sekmaksimal mungkin untuk menghilangkan
68
Dzakia Darajat., Pokok-Pokok Kesehatan JiwaMental, Jilid I, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, hal. 292.
Universitas Sumatera Utara
sumber-sumber pergaualan bebas. Jika perlu diadakan kontak-kontak dengan keluarga peserta didik di rumah agar orang tuawali ikut membangkitkan
semangat mereka untuk menunaikan kewajiban-kewajiban di sekolah serta memberi motivasi agar sanggup meningkatkan kualitasprestasi belajar dalam
segala bidang. Sebagian besar prestasi belajar yang dicapai peserta didik di sekolah di tunjang dengan dukungan positif dari orang tuawali. Bagi pendidik
layak bersikap obyektif terhadap semua peserta didik di kelas, jika ada kebiasaansifat yang dapat mengganggu interaksi pendidik dan peserta didik atau
emosional di dalam kelas, selayaknya cepat diubah dan diperbaiki. Pendidik harus memiliki disiplin yang tinggi terutama kehadiran mereka yang lebih teratur di
dalam mengajar. Perhatian pendidik terhadap peserta didik diupayakan agar dapat mengetahui kelemahan peserta didik dalam banyak aspek terutama dalam proses
belajar dan pergaulan yang sehat sehingga pendidik mendapat cara yang paling baik untuk menolong peserta didik serta mengatasi kesulitan lainnya.
Anak yang hidup dengan bebas dan tinggal di sekitar anak-anak yang tidak bersekolah, rentan sekali berbuat jahat dan hidupnya tidak teratur bahkan
pergaulan dunia bebas sering dan sudah menjadi tabiatnya. Tentu saja sangat berbeda dengan kehidupan anak yang tinggal di dalam sebuah kompleks
perumahan yang serba diawasi dan sangat jarang ditemukan anak yang berkeliaran di malam hari. Ini juga salah satu menjadi faktor anak bisa terjerumus
kepada dunia pergaulan yang bebas. Bahkan suatu saat anak tersebut tidak segan- segan melakukan perbuatan asusila seperti mencari uang atau pendapatan melalui
melacurkan diri. Dunia pelacuran yang dilakukan anak bisa saja karena keinginan
Universitas Sumatera Utara
bersenang-senang bisa juga karena ingin mendapatkan uang. Tentu saja bagi anak yang terjerumus kepada pelacuran ini tidak memandang apakah laki-laki yang
memesannya itu adalah sebaya dengannya atau om-om yang usianya sudah jauh berbeda dengannya yang penting laki-laki tersebut ada uangnya untuk membayar.
3. Lingkungan
Lingkungan masyarakat di sekitar anak menjadi pendukung bagi perkembangan jiwa anak sehingga pada akhirnya anak yang masih muda usianya
melakukan pelacuran. Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi, bahwa anak yang hidup dan tinggal di daerah perumahan atau kompleks tidak sama perkembangan
jiwanya dengan anak yang hidup dan tinggal di daerah pinggiran seperti di pinggiran sungai, di pinggiran rel kereta api, di daerah perkampungan yang
kumuh dan lain-lain. Anak sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan
masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-
peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian, pengangguran, mass media, dan fasilitas rekreasi.
Pada dasarnya kondisi ekonomi global memiliki hubungan yang erat dengan timbulnya delinkuen. Di dalam kehidupan sosial adanya kekayaan dan
kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia sebab kedua hal tersebut akan mempengaruhi keadaan jiwa anak-anak di bawah umur. Dalam
kenyataan ada sebagian anak di bawah umur yang hidup miskin memiliki perasaan rendah diri dalam masyarakat sehingga anak-anak tersebut melakukan
Universitas Sumatera Utara